SEJARAH PERKEMBANGAN
ISLAM DI INDONESIA
A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia
Di lihat dari proses
masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, ada tiga teori yang
berkembang. Teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia (Ahmad Mansur, 1996).
Ketiga teori tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan masuknya Islam,
asal negara, penyebar atau pembawa Islam ke Nusantara.
Teori Gujarat
Teori gujarat dikenal
juga dengan teori India. Teori ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke
Indonesia dari Gujarat (Cambay) pada abad 13 M. Teori ini berdasar pada:
•
minimnya
fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia,
•
adanya
hubungan dagang antara saudagar di nusantara dengan pedagang dari India,
dan
•
adanya
batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297
yang bercorak khas Gujarat.
Para ahli yang
mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya
kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga
bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah
di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak
penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang
menyebarkan ajaran Islam. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF
Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke.
Teori Makkah
Teori ini juga dikenal
dengan teori Arab dan merupakan teori baru tentang masuknya Islam di Indonesia
yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori
Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya
berasal dari Arab (Mesir). Adapun fakta pendukung teori ini adalah:
•
sesuai
dengan warta dari Cina bahwa para pedagang Arab sudah sejak abad ke-4
mendirikan perkampungan di Kanton. Pada abad ke 7 tepatnya 674, di pantai barat
Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab),
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 9
•
Kerajaan
Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, yaitu madzhab yang juga banyak
berpengaruh di Mesir dan Mekkah saat itu. sedangkan Gujarat/India adalah
penganut mazhab Hanafi,
•
Raja-raja
Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari
Mesir.
Pendukung teori Makkah
ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini
menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya
ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar
terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
Teori Persia
Sama seperti teori
Gujarat, teori Persia berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13, dan
pembawanya berasal dari Persia (Iran). Teori ini berdasarkan adanya kesamaan
budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam seperti:
•
adanya
peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi
Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Kegiatan tersebut
diperingati di berbagai tempat di Indonesia, di Sumatra Barat peringatan Asyura
disebut dengan upacara Tabuik/Tabut dan sedangkan di pulau Jawa biasanya
ditandai dengan pembuatan bubur Syuro,
•
adanya
kesamaan ajaran sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi Persia, yaitu
Al – Hallaj,
•
penggunaan
istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat,
dan
•
ditemukannya
makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
Teori
Persia didukung oleh Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat
Refleksi Sejarah
Relasi kerajaan di
Nusantara, khususnya kerajaan Sriwijaya, dengan para pedagang dari Asia Timur
sudah dilakukan pada abad 7 M. Mereka menjalin hubungan dagang melalui laut.
Selat malaka menjadi kawasan perairan yang sering disinggahi para pedagang dari
Asia Timur dan Asia Tenggara lainnya. Hubungan perdagagan terus berlanjut
hingga abad-abad berikutnya. Pada abad ke 9 M kapal-kapal dari Cina mulai
memasuki perairan ini. Para pedagang dari negeri India pun sering kali melewati
perairan malaka untuk menuju Cina. Para pedagang Nusantara pada zaman kerajaan
Sriwijaya disamping menjalin hubungan dengan Cina dan India, juga telah
berlayar hingga pantai timur Afrika. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa
hubungan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang di Nusantara sudah sejak lama
ada.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 10
Berdasarkan cerita
perjalanan, menurut J.C. Van Leur (dalam Yatim, 2000:192), diperkirakan bahwa
sejak tahun 674 M pedagang Arab sudah memasuki daerah Sumatera, yaitu di Barus,
untuk mendapatkan bahan pengharum, karena daerah ini terkenal dengan bahan kapur
barus. Sementara itu, cerita dari Cina menyebutkan bahwa di masa dinasti Tang
(abad 9-10) orang-orang Ta-Shih (sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia)
sudah ada di Kanton (Kan-fu) dan Sumatera. Akan tetapi belum ada bukti bahwa
nusantara telah disinggahi oleh pedagang muslim. Hingga saat itu yang ada
adalah para pedagang arab yang menunggu musim yang baik bagi pelayaran. Baru
pada abad berikutnya, penduduk di kawasan Nusantara mulai memeluk agama Islam.
Mereka menganut ajaran Islam dari hasil hubungan perdagangan antara saudagar di
Nusantara dengan pedagang Muslim yang berasal dari Arab dan India yang telah
menganut agama Islam terlebih dahulu. Hubungan perdagangan itu tidak terbatas
di pulau Sumatera saja, melainkan ke wilayah lain seperti Jawa. Pada tahun 1082
M (475 H), ditemukan makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik. Demikian pula
dengan makam-makam Islam lain di Tralaya yang ditemukan sekitar abad 13 M
merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam pada saat itu.
Namun demikian, menurut
Taufik Abdullah (1991:38), sumber sejarah yang sahih dan dapat
dipertanggungjawabkan yang memberikan kesaksian sejarah tentang berkembangnya
masyarakat Islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi
tradisional, adalah ketika komunitas Islam berubah menjadi pusat kekuasaan. Di
kawasan Nusantara, menjelang abad ke-13 M kerajaan Islam, Samudera Pasai, sudah
berdiri di Sematera. Oleh karenanya, masyarakat Islam ada dan tumbuh di
Indonesia adalah pada saat itu yang terus berkembang hingga saat ini.
Abdullah
(1991:38) menyimpulkan, sampai berdirinya kerajaan Islam tersebut, perkembangan
agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase:
•
singgahnya
pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara, sumbernya adalah
berita luar negeri terutama Cina,
•
adanya
komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia, sumbernya di
samping berita-berita asing, juga dapat diketahui dari makam-makam Islam, dan
•
berdirinya
kerajaan Islam.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 11
B. Perkembangan Islam
di Indonesia
Meskipun Islam baru
bisa dikatakan berkembang setelah berdirinya kerajaan Islam, atau setidaknya ketika
ada jalinan hubungan dagang antara saudagar muslim dengan pribumi, namun cara
kedatangan Islam dan penyebarannya di Indonesia tidak dilakukan dari saluran
politik atau perdagangan semata. Setidaknya ada enam saluran berkembangnya
Islam di Indonesia (Yatim:201-203). Saluran perkembangan tersebut meliputi
saluran perdagangan, saluran politik, saluran perkawinan, saluran pendidikan,
saluran kesenian dan saluran tasawuf.
Pendekatan
Perdagangan
Proses islamisasi lebih
sering dikatakan diawali dari hubungan perdagangan antar saudagar. Lalu lintas
perairan di selat Malaka padat sejak abad ke-7 M merupakan cikal bakal masuknya
islam melalui saluran ini. Hubungan dagang antara saudagar Nusantara dengan
para pedangang dari Arab, Persia dan India sejak abad itu memungkinkan untuk
terjadinya pertukaran tidak hanya urusan bisnis tetapi juga adanya perasaan
saling memahami antara kepercayaan satu dengan yang lain.
Seperti telah diuraikan
sebelumnya, bahwa pedagang dari kawasan Arab, Persia dan India menjadikan
wilayah kepulauan Sumatera sebagai jalur sutera menuju perairan Cina. Mereka
tentu saja tidak sekedar singgah untuk menanti saat yang tepat untuk kembali
berlayar, namun dalam persinggahan itu telah terjalin hubungan dengan
masyarakat yang mereka singgahi, bahkan kemudian terlibat urusan bisnis pula,
seperti kedatangan para pedagang di daerah Barus, Sumatera.
Apalagi ketika jalur
pelayaran sampai ke tanah Jawa, yang menjadikan proses masuknya Islam semakin
merambah luas. Para pedagang banyak bermukim di pesisir pantai, bahkan mereka
ada yang mendirikan masjid, sehingga penduduk Jawa yang saat itu masih belum
memeluk Islam mulai tertarik untuk menganut ajaran agama ini.
Pendekatan Politik
Masuknya
Islam melalui saluran ini dapat terlihat ketika Samudera Pasai menjadi
kerajaan, banyak sekali penduduk yang memeluk agama Islam. Proses seperti ini
terjadi pula di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam
setelah raja mereka memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Dari sini dapat dikatakan pula bahwa
kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan yang
bukan muslim untuk memeluk agama Islam.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 12
Pendekatan Perkawinan
Tak dapat dipungkiri,
dari sisi ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama puteri-puteri
bangsawan, tertarik untuk menjadi istri para pedagang itu. Sebelum prosesi pernikahan,
mereka telah diIslamkan terlebih dahulu, dan setelah mereka memiliki keturunan,
lingkungan kaum muslim semakin luas.
Oleh karenanya tidak
heran banyak sekali bermunculan kampung-kampung muslim. Awalnya kampung ini
berkembang di pesisir pantai, biasanya mereka disebut dengan kampung arab —dan
masih terkenal hingga saat ini. Dalam perkembangan berikutnya, karena ada
wanita yang keturunan bangsawan yang dinikahi oleh pedagang itu, tentu saja
kemudian dapat mempercepat proses islamisasi.
Demikianlah yang
terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung
Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang menurunkan
Raden Patah, raja pertama kerajaan Demak, dan lain-lain.
Pendekatan Pendidikan
Pada proses ini,
biasanya dilakukan melalui pendidikan-pendidikan yang dilakukan oleh para wali,
ulama, kiai, atau guru agama yang mendidik murid-murid mereka. Tempat yang
paling pesat untuk mengembangkan ajaran Islam adalah di pondok pesantren. Di
tempat itu para santri dididik dan diajarkan pendidikan agama Islam secara
mendalam, sehingga mereka betul-betul menguasai ilmu agama. Setelah lulus dari
pesantren, para santri kembali ke daerah asal untuk kemudian menyebarkan kepada
masyarakat umum pelajaran yang telah mereka peroleh di pesantren.
Pendekatan Kesenian
Kesenian merupakan
wahana untuk berdakwah bagi para pemuka agama di Indonesia. Pada proses ini
yang paling terkenal menggunakannya adalah para wali yang menyebarkan agama
Islam di Jawa. Salah satu media pertunjukan yang paling terkenal melalui
pertunjukan wayang. Sunan Kalijaga, penyebar Islam di daerah Jawa Tengah adalah
sosok yang sangat mahir dalam memainkan wayang.
Cerita wayang yang
dimainkan berasal dari cerita Ramayana dan Mahabarata yang memang sudah sangat
terkenal dan digemari oleh masyarakat. Dalam memainkan wayang, selalu
disisipkan ajaran-ajaran Islam sehingga penduduk
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 13
pribumi mulai akrab
dengan ajaran Islam melalui media ini. Yang paling manarik dalam pertunjukan
ini adalah para penduduk tidak dipungut biaya ketika mereka menyaksikan
pertunjukan wayang, mereka hanya diminta untuk melantunkan kalimat syahadat,
sehingga mereka akhirnya masuk Islam dan ikut mendalami ajarannya
Pendekatan Tasawuf
Tasawuf merupakan
bagian ajaran dari Agama Islam. Para tokoh tasawuf ini biasanya memiliki
keahlian khusus sehingga dapat menarik penduduk untuk memeluk ajaran Islam.
Keahlian tersebut biasanya termanifestasi dalam bentuk penyembuhan bagi
orang-orang yang terkena penyakit, lalu disembuhkan. Ada juga yang
termanifestasi sebagai kekuatan-kekuatan magic yang memang sudah sangat akrab
dengan penduduk pribumi saat itu.
C. Kerajaan-Kerajaan
Islam di Indonesia
Dari berbagai proses
tersebut, Indonesia kemudian menjadi negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam. Pada perkembangannya ajaran Islam disalurkan melalui berbagai kerajaan
yang berkembang di Indonesia. Kerajaan Islam yang pertama ada dan berkembang
adalah kerajaan Samudera Pasai, dengan raja pertamanya yang bernama Sultan
Malik al-Saleh (1297 M/696 H). Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut
Aceh. Selain Samudera Pasai, di Aceh juga ada kerajaan Aceh Darussalam, yang
berdiri di atas kerajaan Lamuri.
Di
Jawa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Demak, yang dipimpin oleh raja
pertamanya, Raden Patah. Kemudian ada pula kerajaan Pajang yang dipimpin oleh
Jaka Tingkir. Kerajaan ini berdiri setelah meninggalnya sultan Demak tahun 1546
M. Ada pula kerajaan Mataram yang dipimpin pertamakali oleh Senopati. Kemudian
kerajaan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati.
Selain
di Sumatera dan Jawa, kerajaan Islam juga tumbuh di tempat lain di nusantara,
seperti Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Di Kalimantan ada kerajaan Banjar
(Kalimantan Selatan), Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur). Di Sulawesi ada
kerajaan Gowa-Tallo, dengan sultan Alauddin (1591-1636) sebagai raja Islam yang
pertama. Selain Gowa-Tallo, di Sulawesi ada kerajaan Bone, Wajo, Soppeng dan
Luwu). Mereka juga menerima Islam pada awal abad 17 M. Sementara itu di Maluku
ada kerajaan Ternate yang memeluk Islam sekitar tahun 1460 dengan pimpinan
seorang raja yang bernama Vongi Tidore.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 14
Gambar 3.1: Peta
Kerajaan Islam di Indonesia
Dari
asal-usul banyaknya kerajaan Islam yang tumbuh itulah Indonesia saat ini mampu
berkembang menjadi negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Berikut ini
dijelaskan beberapa kerajaan Islam yang terkenal.
Kerajaan Samudra
Pasai
Kerajaan Samudra Pasai
merupakan kerajaan Islam yang pertama kali tercatat sebagai kerajaan Islam di
Nusantara. Secara pasti, mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini belum
diketahui secara pasti. Akan tetapi menurut pendapat Hasyimi, berdasarkan
naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan
bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di
Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9.
Perlak
berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil
maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai,
akhirnya Perlak mengalami kemunduran.
Dengan kemunduran
Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama Marah Silu dari
Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah
tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai.
Kerajaan Samudra Pasai
terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat
Malaka.
Kehidupan Politik
Kerajaan Samudra Pasai
yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al-Saleh, sebagai raja
pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa pemerintahannya, datang
seorang musafir dari Venesia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo,
melalui catatan perjalanan Marcopololah maka dapat diketahui bahwa raja Samudra
Pasai bergelar Sultan.
Setelah Sultan Malik al-Saleh
wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad
yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari Sultan
Muhammad adalah Sultan Ahmad yang
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 15
juga
bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348). Pada masa ini pemerintahan
Samudra Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan
kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan
Ibnu Batulah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui
Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur
secara India dan patihnya bergelar Amir.
Pada masa selanjutnya
pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan
Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas.
Menurut sejarah Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan
demikian karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka peristiwa itu
dianggap sebagai runtuhnya Samudra Pasai
Kehidupan Ekonomi
Dengan letaknya yang
strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar
transit. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat
Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai
memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak,
dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan
Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah.
Menurut
cerita Ibnu Batulah, perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan bertambah
maju karena didukung oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa
aman dan nyaman berdagang di Samudra Pasai.
Komoditi
perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Dan
untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang
emas yang dinamakan Deureuham (dirham).
Gambar 3.2
Nisan Makam
Sultan Malik al-Saleh
Kehidupan Sosial
Budaya
Kemajuan
dalam bidang ekonomi membawa dampak pada kehidupan sosial, masyarakat Samudra
Pasai menjadi makmur. Dan di samping itu juga kehidupan masyarakatnya diwarnai
dengan semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati sesuai dengan syariat
Islam.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 16
Dari gambar tersebut,
yang perlu Anda ketahui bahwa batu nisan tersebut berasal dari Gujarat (India).
Hal ini berarti kerajaan Samudra Pasai bersifat terbuka dalam menerima budaya
lain yaitu dengan memadukan budaya Islam dengan budaya India.
Kerajaan Demak
Sebelum dikenal dengan
nama Demak, daerah tersebut dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang
merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak
tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre
Kertabumi) yaitu raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka
Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau
Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan
melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit
hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan
rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa
Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak,
yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang
Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat
kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan
yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra),
sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi
kerajaan Demak.
Kehidupan Politik
Lokasi
kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan
perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta
keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan
besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar
Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 - 1518).
Pada masa
pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran
agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan
Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511. Kehadiran Portugis di
Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan
tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di
Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran
Sabrang Lor.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 17
Serangan Demak terhadap
Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung
masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 -
1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan
makanan. Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono
(1521 - 1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan
yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur. Kekuasaan Sultan Trenggono
berhasil dikembangkan antara lain karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan
terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan
Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan.
Penyerangan terhadap
Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian
antara raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan
pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut
adalah Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan
Portugis juga akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum Benteng
tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya
menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan
tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur di Teluk Jakarta.
Kemenangan Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527
diperingati dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan
Abadi.
Sedangkan penyerangan
terhadap Blambangan dilakukan pada tahun 1546, di mana pasukan Demak di bawah
pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah, tetapi sebelum
Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di Pasuruan.
Dengan meninggalnya
Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar
Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggono) dan Arya
Penangsang (putra Sekar Sedolepen). Perang saudara tersebut diakhiri oleh
Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan,
sehingga pada tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan
Demak ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga
berarti bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 18
Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah
dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di
jalur perdagangan nasional sehingga memungkinkan Demak berkembang sebagai
kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung
antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil
rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin
berkembang. Hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap
pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam
yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah
pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi
komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil
pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
Kehidupan Sosial
Budaya
Kehidupan sosial dan
budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena
pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam. Sebagai pusat penyebaran
Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan
Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonang.
Para wali tersebut
memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para
wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin
hubungan yang erat antara raja/bangsawan - para wali/ulama dengan rakyat.
Hubungan
yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat baik pembinaan agama
maupun pembinaan sosial yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren.
Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara
orang-orang Islam).
Demikian pula dalam
bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan
Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya
terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak
dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah
Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud
Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan
Cirebon.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 19
Lihat gambar berikut
Gambar 3.3: Masjid Agung
Demak
Dilihat dari
arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar tersebut
memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan
kebudayaan Islam.
Kerajaan Banten
Seperti yang telah
dijelaskan pada uraian materi tentang kerajaan Demak, bahwa daerah ujung barat
pulau Jawa yaitu Banten dan Sunda Kelapa dapat direbut oleh Demak, di bawah
pimpinan Fatahillah. Untuk itu daerah tersebut berada di bawah kekuasaan Demak.
Setelah Banten
diislamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten diserahkan kepada putranya yang
bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah sendiri menetap di Cirebon, dan lebih
menekuni hal keagamaan. Dengan diberikannya Banten kepada Hasannudin, maka
Hasannudin meletakkan dasardasar pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat
dirinya sebagai raja pertama, memerintah tahun 1552 – 1570.
Lokasi kerajaan Banten
terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga
daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional. Pada masa
pemerintahan Hasannudin, Banten dapat melepaskan diri dari kerajaan Demak,
sehingga Banten dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang kehidupan.
Kehidupan Politik
Berkembangnya kerajaan
Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan
tersebut. Berikut ini adalah raja-raja yang memerintah di Banten.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 20
1. Sultan Hasannudin (1552
– 1570)
2. Panembahan Yusuf (1570
– 1580)
3. Maulana Muhammad (1580
– 1596)
4. Abulmufakir (1596 –
1640)
5. Abumaali Achmad (1640 –
1651)
6. Sultan Abdul
Fatah/Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1682)
7. Abdulnasar
Abdulkahar/Sultan Haji (1682 – 1687)
Dalam perkembangan politiknya,
selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga
berusaha memperluas daerah kekuasaannya di Jawa Barat yaitu dengan menduduki
Pajajaran tahun 1519. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa
Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan
raja Panembahan Yusuf.
Pada masa pemerintahan
Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskanke Sumatera yaitu berusaha
menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu
dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang
mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan
serangan ke Palembang.
Dengan dikuasainya
pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka
kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai
kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa.
Pemerintahan Sultan
Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya karena sebagai kerajaan maritim,
Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti
Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda. Belanda pada awalnya datang ke
Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka
para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di
Jayakarta. Di Jayakarta, Belanda mendirikan kongsi dagang tahun 1602.
Selain mendirikan
benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi
Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya
kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan.
Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga
Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 21
Dalam rangka menghadapi
Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan
perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda
menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng
Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera)
antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji.
Akibat dari politik
adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda
dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji,
yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan
kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di
Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan
Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani
perjanjian dengan VOC tahun 1684.
Perjanjian tersebut
sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan
atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan
di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu
sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten.
Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Banten yang
letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah
yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan
khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan
yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa.
Pelabuhan Banten juga
cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang,
dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti
lada. Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian,
dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi.
Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari
pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus
berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.
Kehidupan Sosial
Budaya
Kehidupan masyarakat
Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian
mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas,
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 22
|
(Sumber:
Sejarah Nasional Indonesia dan Umum I, Nana Supratna, Grafindo).
|
|
Masjid
Agung Banten
|
|
Gambar
3.4:
|
Ilmu Pengetahuan Sosial 2
bersifat
terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para
pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di
Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan
Pecinan (Cina) dan sebagainya.
Di samping perkampungan
seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan
seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah
belah) dan kampung Kauman (para ulama). Dengan adanya perkampungan tersebut,
membuktikan bahwa kehidupan masyarakatnya teratur, dan berlangsung dengan baik
bahkan kehidupan masyarakat Banten dipengaruhi oleh ajaran Islam.
Dalam bidang kebudayaan
yang merupakan peninggalan kerajaan Banten salah satunya adalah seni bangunan.
Dalam seni bangunan memperlihatkan adanya akulturasi dari berbagai kehidupan
yang ada. Salah satu contoh dari wujud akulturasi tersebut adalah tampak pada
bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara
kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam dan Eropa. Untuk lebih jelasnya, silahkan
lihat gambar berikut
Arsitek Masjid Agung
Banten tersebut adalah Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang
beragama Islam. Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan
Ageng Tirtayasa untuk mendirikan bangunanbangunan gaya Belanda (Eropa) seperti
benteng kota Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah.
Kerajaan Mataram
Pada
awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah daerah kadipaten yang dikuasai
oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya
(Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang
kepada Ki Gede
Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi
latar belakang munculnya kerajaan Pajang.
Ki Gede Pamanahan
memiliki putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi kepada raja Pajang sebagai
komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575,
maka Sutawijaya menggantikannya sebagai adipati di Kota Gede tersebut. Setelah pemerintahan
Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang saudara antara
Pangeran Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang
merupakan keturunan dari Raden Trenggono.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 23
Akibat dari perang
saudara tersebut, maka banyak daerah yang dikuasai Pajang melepaskan diri,
sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran Benowo meminta bantuan kepada
Sutawijaya. Atas bantuan Sutawijaya tersebut, maka perang saudara dapat diatasi
dan karena ketidakmampuannya maka secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan
takhtanya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan Pajang dan
sebagai kelanjutannya muncullah kerajaan Mataram. Lokasi kerajaan Mataram
tersebut di Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di kota Gede yaitu di
sekitar kota Yogyakarta sekarang.
Kehidupan Politik
Pendiri kerajaan
Mataram adalah Sutawijaya. Ia bergelar Panembahan Senopati, memerintah tahun
(1586 – 1601). Pada awal pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah
seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh.
Sebelum usahanya untuk
memperluas dan memperkuat kerajaan Mataram, Sutawijaya digantikan oleh putranya
yaitu Mas Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613. Sebagai
raja Mataram ia juga berusaha meneruskan apa yang telah dilakukan oleh
Panembahan Senopati untuk memperoleh kekuasaan Mataram dengan menundukkan
daerah-daerah yang melepaskan diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum usahanya
selesai, Mas Jolang meninggal tahun 1613 dan dikenal dengan sebutan Panembahan
Sedo Krapyak.
Untuk selanjutnya yang
menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati
ing alogo Ngabdurrahman, yang memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan Agung
merupakan raja terbesar. Pada masa pemerintahannya Mataram mencapai puncaknya,
karena ia seorang raja yang gagah berani, cakap dan bijaksana. Pada masa
pemerintahannya, kota kerajaan Mataram mula-mula di Kerta, kemudian dipindahkan
ke Plered. Sebagai raja Mataram ia bercita-cita mempersatukan seluruh pulau
Jawa di bawah kekuasaan Mataram.
Daerah-daerah yang
dipersatukan oleh Mataram tersebut antara lain melalui ikatan perkawinan antara
adipati-adipati dengan putri-putri Mataram, bahkan Sultan Agung sendiri menikah
dengan putri Cirebon sehingga daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.
Di
samping mempersatukan berbagai daerah di pulau Jawa, Sultan Agung juga berusaha
mengusir VOC Belanda dari Batavia. Untuk itu Sultan Agung
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 24
melakukan penyerangan
terhadap VOC ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629 akan tetapi serangan tersebut
mengalami kegagalan.
Penyebab
kegagalan serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari pusat
Mataram ke Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk
berjalan kaki, sehingga bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat.
Dan daerah-daerah yang dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung
padi yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya pasukan Mataram
kekurangan bahan makanan.
Dampak
pembakaran lumbung padi maka tersebar wabah penyakit yang menjangkiti pasukan
Mataram, sedangkan pengobatan belum sempurna. Hal inilah yang banyak
menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di samping itu juga sistem
persenjataan Belanda lebih unggul dibanding pasukan Mataram. Walaupun
penyerangan terhadap Batavia mengalami kegagalan, namun Sultan Agung tetap
berusaha memperkuat penjagaan terhadap daerah-daerah yang berbatasan dengan
Batavia, sehingga pada masa pemerintahannya VOC sulit menembus masuk ke pusat
pemerintahan Mataram.
Setelah wafatnya Sultan
Agung tahun 1645, Mataram tidak memiliki raja-raja yang cakap dan berani
seperti Sultan Agung, bahkan putranya sendiri yaitu Amangkurat I dan cucunya
Amangkurat II merupakan raja-raja yang lemah. Kelemahan raja-raja Mataram
setelah Sultan Agung dimanfaatkan oleh penguasa daerah untuk melepaskan diri
dari kekuasaan Mataram juga VOC. Akhirnya VOC berhasil juga menembus ke ibukota
dengan cara mengadu-domba sehingga kerajaan Mataram berhasil dikendalikan VOC.
Bukti berhasilnya VOC
dengan politik devide et impera, kerajaan Mataram terbelah dua melalui
perjanjian Gianti tahun 1755. Sehingga Mataram yang luas hampir meliputi
seluruh pulau Jawa akhirnya terpecah belah menjadi 2 wilayah kerajaan berikut.
1.
Kesultanan
Yogyakarta, dengan Mangkubumi sebagai raja yang bergelar Sultan Hamengkubuwono
I.
2.
Kasunanan
Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku Buwono III. Belanda ternyata belum
puas memecah belah kerajaan Mataram. Akhirnya melalui politik adu-domba kembali
tahun 1757 diadakan perjanjian Salatiga. Mataram terbagi 4 wilayah yaitu
sebagian Surakarta diberikan kepada Mangkunegaran selaku Adipati tahun 1757,
kemudian sebagian Yogyakarta juga diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati
tahun 1813.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 25
Kehidupan Ekonomi
Letak kerajaan Mataram
di pedalaman, maka Mataram berkembang sebagai kerajaan agraris yang menekankan
dan mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan
tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-daerah
pesisir yang mata pencahariannya pelayaran dan perdagangan.
Dalam bidang pertanian,
Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah, yang
daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di samping kayu, gula,
kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang perdagangan, beras merupakan
komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor karena pada abad 17 Mataram
menjadi pengekspor beras paling besar pada saat itu. Dengan demikian kehidupan
ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang
besar.
Kehidupan Sosial
Budaya
Sebagai kerajaan yang
bersifat agraris, maka masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem
feodalisme. Dengan sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan
beserta isinya. Untuk melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh seperangkat
pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan upah atau gaji berupa tanah
lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa
(bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya adalah rakyat atau petani
penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah.
Dengan
adanya sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa
yang sangat berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasainya. Sultan memiliki
kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan
keagamaan.
Sedangkan
dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung serta seni sastra
berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam pembuatan
gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi
Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada masa Sultan
Agung.
Kerajaan Gowa - Tallo
Di Sulawesi Selatan
pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng,
Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan
sesuai dengan pilihan masing-masing. Salah
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 26
satunya adalah kerajaan
Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu
kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar
sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai
nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Secara geografis,
daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di
jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat
persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia Timur maupun yang
berasal dari Indonesia Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan
Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan
Nusantara.
Kehidupan Politik
Penyebaran Islam di
Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, sehingga pada
abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar
pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng
Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun
1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi
bergelar Sultan Abdullah.
Sejak pemerintahan
Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan
berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 –1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah
yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan
Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Sultan Hasannudin
terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu
ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah
berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di
Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar.
Dengan
kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC,
bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah
Maluku. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya
untuk memporak-porandakan
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 27
pasukan Belanda di
Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan
Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan
dari Timur.
Upaya Belanda untuk
mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba
antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu
Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu
dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan
tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara
terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai
perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan
Makasar.
Isi
dari perjanjian Bongaya adalah sebagai berikut.
1. VOC memperoleh hak
monopoli perdagangan di Makasar.
2. Belanda dapat
mendirikan benteng di Makasar.
3. Makasar harus
melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar
Makasar.
4. Aru Palaka diakui
sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian
telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung.
Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin)
meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan rakyat
Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda
dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami
kehancurannya.
Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah
diketahui sebelumnya, bahwa kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan
berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini
ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki pelabuhan
yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511
yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat
perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak
disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan
sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 28
Pelayaran dan
perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ade’
aloping loping bicaranna pabbalue, sehingga dengan adanya hukum niaga
tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami
perkembangan yang pesat. Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan
kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian
Timur Sulawesi Selatan.
Kehidupan Sosial
Budaya
Sebagai negara Maritim,
maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat
berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka
yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar
memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi
dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap
sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama
Islam yang disebut pangadakkang. Dan masyarakat Makasar sangat percaya
terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma
tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari
lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”,
sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan
bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan,
maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan
dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang
dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi
dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
Kerajaan Ternate -
Tidore
Kerajaan Ternate dan
Tidore terletak di kepulauan Maluku. Maluku adalah kepualuan yang terletak di
antara Pulau Sulawesi dan Pulau Irian. Jumlah pulaunya ratusan dan merupakan
pulau yang bergunung-gunung serta keadaan tanahnya subur. Keadaan Maluku yang
subur dan diliputi oleh hutan rimba, maka daerah Maluku terkenal sebagai
penghasil rempah seperti cengkeh dan pala.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 29
Cengkeh dan pala
merupakan komoditi perdagangan rempah-rempah yang terkenal pada masa itu,
sehingga pada abad 12 ketika permintaan akan rempah-rempah sangat meningkat,
maka masyarakat Maluku mulai mengusahakan perkebunan dan tidak hanya
mengandalkan dari hasil hutan. Perkebunan cengkeh banyak terdapat di Pulau
Buru, Seram dan Ambon. Dalam rangka mendapatkan rempah-rempah tersebut, banyak
pedagang-pedagang yang datang ke Kepulauan Maluku. Salah satunya adalah
pedagang Islam dari Jawa Timur. Dengan demikian melalui jalan dagang tersebut
agama Islam masuk ke Maluku, khususnya di daerah-daerah perdagangan seperti
Hitu di Ambon, Ternate dan Tidore.
Selain melalui
perdagangan, penyebaran Islam di Maluku dilakukan oleh para Mubaligh
(Penceramah) dari Jawa, salah satunya Mubaligh terkenal adalah Maulana Hussain
dari Jawa Timur yang sangat aktif menyebarkan Islam di maluku sehingga pada
abad 15 Islam sudah berkembang pesat di Maluku. Dengan berkembangnya ajaran
Islam di Kepulauan Maluku, maka rakyat Maluku baik dari kalangan atas atau
rakyat umum memeluk agama Islam, sebagai contohnya Raja Ternate yaitu Sultan
Marhum, bahkan putra mahkotanya yaitu Sultan Zaenal Abidin pernah mempelajari
Islam di Pesantren Sunan Giri, Gresik, Jawa Timur sekitar abad 15. Dengan
demikian di Maluku banyak berkembang kerajaan-kerajaan Islam.
Dari sekian banyak
kerajaan Islam di Maluku, kerajaan Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan
Islam yang cukup menonjol peranannya, bahkan saling bersaing untuk
memperebutkan hegemoni (pengaruh) politik dan ekonomi di kawasan tersebut.
Kehidupan Politik
Kepulauan
Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia.
Rempah-rempah tersebut menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran dan
perdagangan pada abad 15 – 17. Demi kepentingan penguasaan perdagangan
rempahrempah tersebut, maka mendorong terbentuknya persekutuan daerah-daerah di
Maluku Utara yang disebut dengan Ulilima dan
Ulisiwa.
Ulilima berarti
persekutuan lima bersaudara yang dipimpin oleh Ternate yang terdiri dari
Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Sedangkan Ulisiwa adalah persekutuan
sembilan bersaudara yang terdiri dari Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau
yang terletak di kepulauan Halmahera sampai Irian Barat. Antara persekutuan
Ulilima dan Ulisiwa tersebut terjadi persaingan. Persaingan tersebut semakin
nyata setelah datangnya bangsa Barat ke
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 30
Kepulauan Maluku.
Bangsa barat yang pertama kali datang adalah Portugis yang akhirnya bersekutu
dengan Ternate tahun 1512. Karena persekutuan tersebut maka Portugis
diperbolehkan mendirikan benteng di Ternate. Bangsa Barat selanjutnya yang
datang ke Maluku adalah bangsa Spanyol, sedangkan Spanyol sendiri bermusuhan
dengan Portugis. Karena itu kehadiran Spanyol di Maluku, maka ia bersekutu
dengan Tidore.
Akibat persekutuan
tersebut maka persaingan antara Ternate dengan Tidore semakin tajam, bahkan
menyebabkan terjadinya peperangan antara keduanya yang melibatkan Spanyol dan
Portugis. Dalam peperangan tersebut Tidore dapat dikalahkan oleh Ternate yang
dibantu oleh Portugis.
Keterlibatan Spanyol
dan Portugis pada perang antara Ternate dan Tidore, pada dasarnya bermula dari
persaingan untuk mencari pusat rempah-rempah dunia sejak awal penjelajahan
samudra, sehingga sebagai akibatnya Paus turun tangan untuk membantu
menyelesaikan pertikaian tersebut.
Usaha yang dilakukan
Paus untuk menyelesaikan pertikaian antara Spanyol dan Portugis adalah dengan
mengeluarkan dekrit yang berjudul Inter Caetera Devinae, yang berarti Keputusan
Illahi. Dekrit tersebut ditandatangani pertama kali tahun 1494 di Thordessilas
atau lebih dikenal dengan Perjanjian Thordessilas. Dan selanjutnya setelah
adanya persoalan di Maluku maka kembali Paus mengeluarkan dekrit yang kedua
yang ditandatangani oleh Portugis dan Spanyol di Saragosa tahun 1528 atau
disebut dengan Perjanjian Saragosa.
Perjanjian Thordessilas
merupakan suatu dekrit yang menetapkan pada peta sebuah garis perbatasan dunia
yang disebut Garis Thordessilas yang membentang dari Kutub Utara ke Kutub
Selatan melalui Kepulauan Verdi di sebelah Barat benua Afrika. Wilayah di
sebelah Barat Garis Thordessilas ditetapkan sebagai wilayah Spanyol dan di
sebelah Timur sebagai wilayah Portugis.
Sedangkan Perjanjian
Saragosa juga menetapkan sebuah garis baru sebagai garis batas antara kekuasaan
Spanyol dengan kekuasaan Portugis yang disebut dengan Garis Saragosa. Di mana
garis tersebut membagi dunia menjadi 2 bagian yaitu Utara dan Selatan. Bagian
Utara garis Saragosa merupakan kekuasaan Spanyol dan bagian Selatannya adalah
wilayah kekuasaan Portugis.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 31
Dengan adanya
perjanjian Saragosa tersebut, maka sebagai hasilnya Portugis tetap berkuasa di
Maluku sedangkan Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan perhatiannya
di Philipina.Sebagai akibat dari perjanjian Saragosa, maka Portugis semakin
leluasa dan menunjukkan keserakahannya untuk menguasai dan memonopoli
perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Tindakan
sewenang-wenang Portugis menimbulkan kebencian di kalangan rakyat Ternate,
bahkan bersama-sama rakyat Tidore dan rakyat di pulau-pulau lainnya bersatu
untuk melawan Portugis. Perlawanan terhadap Portugis pertama kali dipimpin oleh
Sultan Hairun dari Ternate, sehingga perang berkobar dan benteng pertahanan
Portugis dapat dikepung. Dalam keadaan terjepit tersebut, Portugis menawarkan
perundingan. Akan tetapi perundingan tersebut merupakan siasat Portugis untuk
membunuh Sultan Hairun tahun 1570.
Dengan kematian Sultan
Hairun, maka rakyat Maluku semakin membenci Portugis, dan kembali melakukan
penyerangan terhadap Portugis yang dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun
1575. Perlawanan ini lebih hebat dari sebelumnya sehingga pasukan Sultan
Baabullah dapat menguasai benteng Portugis.
Keberhasilan Sultan
Baabullah merebut benteng Sao Paolo mengakibatkan Portugis menyerah dan
meninggalkan Maluku. Dengan demikian, Sultan Baabullah dapat menguasai
sepenuhnya Maluku dan pada masa pemerintahannya tahun 1570 – 1583 kerajaan
Ternate mencapai kejayaannya karena daerah kekuasaannya meluas terbentang
antara Sulawesi sampai Irian dan Mindanau sampai Bima, sehingga Sultan
Baabullah mendapat julukan ‘Tuan dari 72 Pulau’.
Kehidupan Ekonomi
Secara geografi
kerajaan Ternate dan Tidore berkembang sebagai kerajaan Maritim. Dan hal ini
juga didukung oleh keadaan kepulauan Maluku yang memiliki arti penting sebagai
penghasil utama komoditi perdagangan rempah-rempah yang sangat terkenal pada
masa itu.
Dengan andalan
rempah-rempah tersebut maka banyak para pedagang baik dari dalam maupun luar
Nusantara yang datang langsung untuk membeli rempah-rempah tersebut, kemudian
diperdagangkan di tempat lain. Dengan kondisi tersebut, maka perdagangan di
Maluku semakin ramai dan hal ini tentunya mendatangkan kemakmuran bagi rakyat
Maluku. Tetapi setelah adanya monopoli perdagangan oleh Portugis maka
perdagangan menjadi tidak lancar dan menimbulkan kesengsaraan rakyat di Maluku.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 32
Kehidupan Sosial
Budaya
Dengan berkembangnya
Islam di Maluku maka banyak rakyat Maluku yang memeluk agama Islam terutama
penduduk yang tinggal di tepi pantai, sedangkan di daerah pedalaman masih
banyak yang menganut Animisme dan Dinamisme. Dengan kehadiran Portugis di
Maluku, menyebabkan agama Katholik juga tersebar di Maluku. Dengan demikian
rakyat Maluku memilik keanekaragaman agama.
Perbedaan agama
tersebut dimanfaatkan oleh Portugis untuk memancing pertentangan antara pemeluk
agama. Dan apabila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan tersebut
diperuncing oleh campur tangan orang-orang Portugis. Dalam bidang kebudayaan
yang merupakan peninggalan kerajaan Ternate dan Tidore terlihat dari seni
bangunan berupa bangunan Masjid dan Istana Raja dan lain-lain.
D. Pengaruh Agama dan
Kebudayaan Islam di Indonesia
Pada pertengahan abad
ke-14, tepatnya tahun 1345 M (746 H), Ibn Batutah, seorang cendekiawan asal
Maroko, mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke Cina. Saat itu
Samudera Pasai dipimpin oleh Sultan Malik al-Zahir, putera Sultan Malik
al-Shaleh. Batutah menyatakan bahwa Islam telah disiarkan selama hampir seabad.
Ia juga menceritakan tentang kesalehan, rendah hati, dan semangat keagamaan
rajanya, seperti rakyatnya yang mengikuti madzhab syafi’i (Poesponegoro dan
Notosusanto, 1993: 196). Walaupun ada mazhab yang dianut oleh sebagian besar
umat Islam di Indonesia, ternyata ada juga sebagian masyarakat yang masih
terpengaruh oleh adat istiadat daerahnya sendiri. Misalnya pada masyarakat
Lombok ada sembahyang yang dinamakan waktu telu, yaitu melakukan sembahyang
tiga kali dalam sehari. Ada juga adat bahwa tidak seorangpun perempuan dapat
mewarisi tanah, padahal dalam Islam tidak ada aturan yang mengecualikan
perempuan seperti adat ini. Tentu saja adat tersebut bertentangan ajaran-ajaran
muslim lainnya.
Perbedaan ini dipicu
oleh adanya adat istiadat yang berbeda di masing-masing daerah. Misalnya juga
dalam adat Makuta Alam dari zaman Iskandar Muda di Aceh, disebutkan tentang
kurnia sultan pada hari sebelum puasa kepada uleebalang po-teu (uleebalang
yang tidak berwilayah). Kalau sholat hari raya idul fitri dan idul adha
harus dihadiri oleh sultan.
Di daerah mataram
ketika malam hari raya, bedug dipukul bertalu-talu sebagai tanda datangnya hari
raya, dan mendekati hari raya orang-orang sibuk menyiapkan pakaian baru,
sehingga seolah-olah semua orang menjadi tukang
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 33
jahit. Demikian halnya
ketika orang ingin menunaikan ibadah haji, maka mereka harus menyiapkan sesuatu
untuk keberangkatan dan menyisihkan sebagian harta untuk keluarga yang
ditinggal dirumah. Hal itu merupakan bukti akan semangat beragama umat Islam.
Dari
penjelasan di atas kiranya dapat diketahui bahwa ada pertalian antara adat
istiadat dan ibadah dalam ajaran Islam. Keduanya saling mempengarui, ada
kalanya syariah yang lebih menonjol, di lain kesempatan adat yang lebih
dominan.
Untuk lebih jelasnya
berikut ini dijelaskan wujud akulturasi kebudayaan yang telah berkembang di
nusantara dan kebudayaan Islam.
Seni Bangunan
Wujud
akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, dan
istana. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak gambar berikut ini.
Gambar 3.5: Mesjid Kuno
Wujud akulturasi dari
masjid kuno seperti yang tampak pada gambar memiliki ciri sebagai berikut:
•
Atapnya
berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari
tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan
biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya
yang disebut dengan Mustaka.
•
Tidak
dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar
Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug
untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan
budaya asli Indonesia.
•
Letak
masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan
didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengam makam.
Mengenai contoh masjid
kuno selain seperti yang tampak pada gambar 3-5 Anda dapat memperhatikan,
Masjid Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 34
Ciri-ciri
dari Akulturasi pada Bangunan Makam terlihat dari:
•
makamnya
terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga
terbuat dari batu.
•
di atas jirat biasanya
didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba dilengkapi
dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau
kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung
(beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan
tidak berpintu).
•
di
dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya
makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang
Duwur
Di
samping itu, bangunan istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan
Islam, juga memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun
ragam hias, maupun dari seni patungnya contohnya istana Kasultanan Yogyakarta
dilengkapi dengan patung penjaga Dwarapala (Hindu).
Seni Rupa
Tradisi Islam tidak
menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid,
makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme
(hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian. Ukiran
ataupun hiasan ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada
pintu dan tiang.
Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam
ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu
masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu
atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tandatanda a,
i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang
menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun
ukiran.
Sedangkan dalam seni
sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal
dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak
mendapat pengaruh Persia.
Dengan demikian wujud
akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang
dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi
ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman
Hindu.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 35
Bentuk
seni sastra yang berkembang adalah:
•
Hikayat
yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis
dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal
yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu),
Hikayat Sri Rama (Hindu).
•
Babad
adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah
contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
•
Suluk
adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa,
Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
•
Primbon
adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang
berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk. Bentuk seni
sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan,
sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak
Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh
kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan
sebagainya.
Sistem pemerintahan
yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para
wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/ dicandikan
tetapi dimakamkan secara Islam.
Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam
masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender
Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama
pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon.
Setelah berkembangnya
Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan
perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
Pada
kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti
Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan
nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab, dan
bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan. Kalender Sultan Agung
tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H
yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
Paket
3 Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia 3- 36
Rangkuman
•
Ada
tiga teori tentang masuknya Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori
Makkah dan teori Persia. Menurut teori Gujarat dan teori Persia, Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke 13 M, sedangkan menurut teori Makkah, Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke 7 M. Meskipun memiliki perspektif berbeda, masing-masing
teori memiliki dasar dan pembuktian masing-masing.
•
Sebagai
agama yang paling besar penganutnya di Indonesia, Islam disebarkan dengan
berbagai cara. Sedikitnya ada 6 cara yang bisa diidentifikasi yakni melewati
jalur perdagangan, politik, perkawinan, pendidikan, kesenian dan saluran
tasawuf.
•
Dalam
perkembangannya, banyak kerajaan-kerajaan Islam yang berkembang di Indonesia.
Kerajaan-kerajaan tersebut tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, di antaranya
Samudera Pasai di pesisir timur laut Aceh, dan kerajaan Aceh Darussalam. Di
Jawa kerajaan Islam adalah kerajaan Demak, kerajaan Pajang. Di Kalimantan ada
kerajaan Banjar (Kalimantan Selatan), Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur). Di
Sulawesi ada kerajaan Gowa-Tallo, kerajaan Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu.
Sedangkan di Maluku ada kerajaan Ternate.
•
Kebudayaan
Islam dapat dilihat pada berbagai seni yang masih ada hingga saat ini. Kesenian
itu di antaranya tampak pada seni bangunan, seni rupa, dan seni sastra. Di
samping itu, berbagai sistem ala Islam, misalnya sistem pemerintahan dan sistem
kalender masih sangat berpengaruh di beberapa daerah di Indonesia.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik
(ed.).1991.Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis
Ulama
Indonesia.
Badri, Yatim. 2000. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Poesponegoro,
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekmono,
R.1973.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 2 dan 3.
Yogyakarta: Kanisius.
Sudarmanto.Y.B..1996.Jejak-Jejak
Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Grasindo.
Suryanegara,
Ahmad Mansur. 1996. Meneruskan Sejarah – Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar