BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aqidah dan akhlak merupakan pondasi
dasar yang wajib ditanamkan kepada peserta didik sejak dini khususnya di
tingkat Madrash Ibtidaiyah. Sebagai seorang calon guru yang akan dicetak sebagai guru yng profesional, sudah semestinya
kita sebagai calon guru mengenal bagaimana pembelajaran aqidah akhlak di
tingkat madrasah ibtida’iyah. Seperti yang kita ketahui bahwa pada peserta
didik khususnya di tingkat MI masih membutuhka pondasi akan pentingnya aqidah
akhlak tersebut.
Ni1ai suatu prilaku itu ditentukan oleh kandungan moral yang
terpatri dibalik perilaku tersebut. Semakin
besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya.Perilaku yang
paling penting adalah akhlakul karimah yang mengenalkan kita kepada Allah SWT,
Sang Pencipta.Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun
dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh.Adakah yang lebih bodoh daripada
orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan
selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk/ciptaan lainnya.Kemudian Allah
bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya.
Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup
para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah
pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Di dalam tubuh
manusia seperti kepadanya.Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang
harus direhabilitisi adalah akhlak dan aqidahnya terlebih dahulu. Disiniah
pentingnya aqidah ini.Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia
dan akherat.Dialah kunci menuju surga.
B. Rumusan masalah
1.
Apa definisi Aqidah Akhlak ?
2.
Apa hakekat pembelajaran aqidah
akhlak ?
3.
Bagaimana konsep dasar pembelajaran Aqidah Akhlak MI ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
definis Aqidah Akhlak
2. Mengetahui hakekat pembelajaran Aqidah Akhlak.
3.
Mengatahui konsep dasar pembelajaran Aqidah Akhlak MI
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
AQIDAH DAN AKHLAK
1. Pengertian
Aqidah
Kata ‘aqidah
berasal dari kata bahasa arab. Secara bahasa, aqidah berarti sesuatu
yang mengikat. Kata ini, sering juga disebut dengan ’aqa’id, yaitu kata
plural (jama’) dari ’aqidah yang artinya simpulan. Kata lain yang
serupa adalah i’tiqad, mempunyai arti kepercayaan. Menurut Sayyid Sabiq,
seperti dikutip Nurcholis Madjid (baca: Cak Nur), tauhid atau al-‘aqidah
al-islamiyyah adalah suatu sistem kepercayaan Islam yang mencakup
didalamnya keyakinan kepada Allah dengan jalan memahami nama-nama dan
sifat-sifatNya, keyakinan terhadap malaikat, ruh, setan, iblis dan
makhluk-makhluk gaib lainnya, kepercayaan terhadap Nabi-nabi, Kitab-kitab Suci
serta hal-hal eskatologis lainnya, seperti Hari Kebangkitan (al-ba’ts),
hari kiamat/hari akhir (yaum al-qiyamah/yaum al-akhir), surga, neraka,
syafa’at, jembatan gaib (al-shirath al-mustaqim), dan sebagainya.[1]
Aqidah adalah suatu keyakinan yang mengikat
hatinya dari segala keraguan. Atau dengan kata lain
Aqidah adalah suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati sehingga
melahirkan jiwa yang tenang dan mantap serta tidak dipengaruhi keraguan dan meyakini dengan penuh keyakinan bahwa apa yang
menjadi rukun Iman umat islam benar Mutlaq meyakini keberadaannya.
2. Pengertian
Akhlak
Akhlak berasal
dari bahasa Arab, al-khuluqu atau al-khuluq yang berarti watak, tabiat,
keberanian atau agama. Sedangkan secara istilah Muuhammad Rabbi Muhammad
Jauhari mengutip pendapat Ibnu Maskawaih
bahwa Akhlak adalah suatu keadaan bagi
jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa
melalui fikiran dan pertimbangan.
Keadaan ini terbagi dua: ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula
yang diperoleh dari kebiasaan yang berulan-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan-tindakan
itu melalui fikiran dan pertimbangan, dan dilakukan terus-menerus, maka jadilah
suatu bakat dan akhlak.[2]
Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan.
Ihsan merupakan ajaran tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam
hidup, melalui penghayatan diri yang sedang menghadap dan berada di
depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu
pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti
sepenuhnya (kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi
dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui
dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang
mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam
kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak
al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi Saw. ke
dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya
aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”. Tugas
yang amat berat dan sangat mulia itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh
Nabi berkat bimbingan langsung dari Allah Swt. dan juga didukung oleh
kepribadian beliau yang sangat agung. Terkait dengan ini Allah Swt.
berfirman:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung.” (QS.
al-Qalam : 4)[3]
Jadi konsep dasar mempelajari aqidah akhlak di madrasah
adalah suatu pernyataan sekaligus gambaran dasar dalam mempelajari suatu ikatan
dan keyakinan dasar dalam kehidupan beragama sehingga diharapkan dapat melahirkan
budi pekerti dan akhlakul karimah pada peserta didik.
B. Hakikat Pembelajaran Aqidah Akhlak
Belajar
adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak
terjadi perubahan, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah
berlangsung proses belajar. Selain itu belajar juga selalu berkenaan dengan
perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah yang
lebih baik, direncanakan atau tidak.
Kemudian
untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman dalam memberikan definisi tentang
pembelajaran aqidah akhlak ini, penulis akan memaparkan dalam tiga bagian, yaitu:
a.
Pembelajaran
Pembelajaran merupakan inti dari proses
pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen, yaitu guru,
siswa dan materi pelajaran. Interaksi antara ketiga komponen utama ini
melibatkan sarana dan prasarana seperti metode, media dan penataan lingkungan
tempat belajar sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang memungkinkan
tercapainya tujuan yang telah direncanakan.
Untuk
memahami hakikat pembelajaran, dapat dilihat dari dua segi, segi etimologis (bahasa) dan segi terminologis (istilah). Secara
etimologis pembelajaran merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, instruction
yang bermakna upaya untuuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang, melalui
berbagai upaya (effort) dan berbagai
strategi, metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan pengertian terminologis adalah Pembelajaran adalah suatu proses
dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu dalam kondisi-kondisi khusus, atau menghasilkan respon dalam kondisi
tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan[4]
Menurut S. Nasution
pembelajaran adalah proses interaktif yang berlangsung antara guru dan siswa
atau juga antara sekelompok siswa dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan
atau sikap serta menetapkan apa yang dipelajari itu.[5]
Sedangkan
pengertian pembelajaran menurut Zainal Aqib adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur
manusiawi, materiil, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.[6]
Sehingga berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik
pengertian bahwa pembelajaran adalah usaha orang dewasa yang sistematis, terarah, yang bertujuan
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
dasar menuju perubahan tingkah laku dan kedewasaan anak didik, baik diselenggarakan secara formal maupun non
formal.
b. Akidah Akhlak
Para ahli sangat bervariasi dalam
mendefinisikan aqidah yang beranjak dari
pengertian yang terkesan terbuka sampai pada yang terperinci, bahkan sangat
berhati-hati dalam mengungkapkannya. Menurut Zuhairini, aqidah adalah: i’tikad
batin, mengajarkan keEsaan Allah SWT, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur
dan meniadakan.
Menurut Zaki Mubarok Latif yang mengutip
pendapat dari Hasan Al Banna
mengatakan bahwa aka’id (bentuk jamak dari aqidah) artinya beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati. Sedang kutipan pendapat dari Abu
Bakar Jabir Al Jazani mengatakan bahwa
aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.[7]
Berdasarkan kedua pengertian diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap
manusia memiliki fitrah tentang adanya Tuhan yang didukung oleh hidayah Allah SWT berupa indra, akal agama
dan lain sebagainya, dan keyakinan sebagai sumber utama akidah itu tidak
boleh bercampur dengan keraguan. Tiap-tiap pribadi
pasti memiliki kepercayaan, meskipun bentuk dan
pengungkapannya berbeda-beda. Dan pada dasarnya manusia memang membutuhkan
kepercayaan, karena kepercayaan itu akan membentuk
sikap dan pandangan hidup seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian aqidah adalah sesuatu yang pertama dan utama untuk diimani oleh manusia. Kemudian
pengertian akhlak adalah suatu perangai (watak, tabiat)
yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari
dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa
perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Akhlak
itu timbul dan tumbuh dari dalam jiwa, kemudian berbuah
kesegenap anggota menggerakkan amal-amal, serta menghasilkan
sifat-sifat yang baik dan utama dan menjauhi segalayang buruk dan tercela.
Pemupukan agar dia bersemi dan subur ialah berupa humanity
dan iman, yaitu kemanusiaan dan keimanan yang kedua-duanya
bersama menuju perbuatan. Dari pemaparan diatas dapat dijelaskan bahwa aqidah
akhlak adalah suatu bidang studi yang
mengajarkan dan membimbing siswa untuk
dapat mengetahui, memahami dan meyakini
aqidah Islam serta dapat membentuk dan mengamalkan tingkah laku yang baik yang
sesuai dengan ajaran Islam. Jadi aqidah akhlak
merupakan bidang studi yang mengajarkan dan
membimbing siswa dalam suatu rangkaian yang
manunggal dari upaya pengalihan pengetahuan dan penanaman
nilai dalam bentuk kepribadian berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.
c. Pembelajaran Akidah Akhlak
Pembelajaran aqidah akhlak merupakan
tiga kata yaitu terdiri dari kata pembelajaran, aqidah dan akhlak. Berdasarkan
pengertian tiga kata itu sebagaimana yang telah diuraikan diatas dalam bab ini,
maka dapat difahami dan diketahui bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran
aqidah akhlak adalah suatu wahana pemeberian pengetahuan, bimbingan dan
pengembangan kepada siswa agar dapat memahami, meyakini dan menghayati kebenaran
ajaran Islam, serta bersedia mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping itu pengertian pembelajaran aqidah akhlak adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk
dapat menyiapkan peserta didik agar beriman terhadap ke-Esaan Allah SWT, yang
berupa pendidikan yang mengajarkan keimanan, masalah ke-Islaman, kepatuhan dan
ketaatan dalam menjalankan syari’at Islam menurut ajaran agama, sehingga akan
terbentuk pribadi muslim yang sempurna iman dan Islamnya. Dengan demikian yang penulis maksudkan dengan
pembelajaran aqidah akhlak adalah: usaha atau bimbingan secara sadar oleh orang
dewasa terhadap anak didik untuk menanamkan ajaran kepercayaan atau keimanan
terhadap ke-Esaan Allah SWT, yaitu keyakinan penuh yang dibenarkan oleh hati,
diucapkan oleh lidah, dan diwujudkan oleh amal perbuatan. Selain itu
pembelajaran aqidah akhlak adalah salah satu bagian dari mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yang digunakan sebagai wahana pemberian pengetahuan,
bimbingan dan pengembangan kepada siswa agar dapat memahami, meyakini dan
menghayati kebenaran ajaran Islam sehingga dapat membentuk prilaku-prilaku
siswa yang sesuai dengan norma dan syariat yang ada.
C. Konsep Dasar Pembelajaran Akidah Akhlak MI
1.
Dasar-Dasar
Pembelalajaran Akidah Akhlak MI
Adapun dasar-dasar pembelajaran aqidah akhlak pada MI adalah sebagai berikut:
a. Dasar
Psikologi
Pada dasarnya manusia secara fitrah (bawaan)
sudah membawa keimanan semenjak didalam kandungan.
Sehingga secara naluriah
manusia akan berusaha mencari Dzat Tuhan. Al Qur’an
mengisyaratkan
bahwa kehadiran
Tuhan ada
dalam setiap
diri manusia, dan hal tersebut merupakan fitrah (bawaan)
manusia sejak asal
kejadiannya. Sebagaimana dalam Al Qur’an telah ditegaskan:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Ar-Rum:30)
Berhubungan
dengan hal tersebut, Dr.M. Quraish Shihab, M A, dalam bukunya
Wawasan Al Qur’an, menggambarkan
bahwa apabila manusia bebas dari segala persoalan hidup, maka akan mendengar suara nurani
yang
mengajak manusia untuk
berbicara,
mendekat bahkan menyatu dengan suatu totalitas wujud
Yang Maha Mutlak. Suara itu mengantarkan
pada pengakuan
betapa lemah manusia
dihadapan-Nya. Betapa Kuasa dan Perkasa Dia Yang Maha Agung.
Suara yang didengarkan
oleh nurani
tersebut adalah
suara
fitrah manusia.[8]
Dari uraian diatas dapat diambil pengertian
bahwa secara psikologis setiap manusia mempunyai pembawaan
untuk mengakui dan mencari adanya
Allah, sebagai Dzat yang menguasai manusia dan seluruh alam semesta.
b. Dasar Antropologis
Pada dasarnya manusia ingin mencari perlindungan kepada Dzat Yang Maha Kuasa, baik itu disadari maupun tidak disadari. Pada saat- saat tertentu manusia pasti membutuhkan perlindungan atau
pertolongan dari suatu kekuatan yang tidak dapat dimengerti dan
difahami oleh manusia itu sendiri.
Hal itu dikarenakan sejak zaman pra sejarah menurut para ahli antropologi sudah mengakui bahwa ada suatu kekuatan tertinggi (alam ghaib) dibalik kekuatan duniawi, sebagaimana Andrew Lang (1814 –1912) mengecam teori Tylor yang telah dikutip oleh Koentjaraningrat yang
menyatakan bahwa” dalam jiwa manusia ada suatu kekuatan atau kemampuan
ghaib yang dapat bekerja lebih kuat pada saat aktifitas
pikiran manusia yang rasional mengalami kelemahan atau titik akhir
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan rasionalnya”. Dari uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa menurut ahli antropologi manusia sejak zaman pra sejarah hingga sekarang ini,
semua yakin dan percaya bahwa kekuatan ghaib dibalik kekuatan
manusia itu ada dan diyakini dapat melindungi setiap manusia. Kekuatan yang luar
biasa tersebut
adalah Allah SWT, Sang
Maha Kuasa
Yang
menciptakan seluruh
alam semesta. Allah berfirman:
“ Orang-orang
yang beriman dan tiada mencampurbaurkan
Iman
mereka dengan sesuatu
kedholiman, mereka memperoleh keamanan
(pada hari kiamat) dan merekalah orang-orang yang
mendapatkan petunjuk.”( Q. S. AL An’am: 82)
c. Dasar
Sosiologis
Dari sudut pandang agama Islam sebenarnya setiap manusia dalam sanubarinya selalu ada keinginan untuk berkumpul dan berbaur dengan kelompok
manusia yang lain.
Karena mereka tidak akan
pernah bisa hidup sendirian tanpa bantuan manusia yang lainnya.
Sedangkan
dari sudut pandang sosiologi manusia adalah makhluk sosial yang ingin selalu bergaul dan bersatu dengan yang
lain. Karena mereka tidak bisa hidup sendiri-sendiri.
Dan salah satu
faktor
pendorong untuk
dapat selalu
kumpul dan bersama
dengan
manusia yang lain adalah ingin mempertahankan diri atau terjaminnya keamanan.
Dan dengan demikian secara sosiologis manusia adalah
makhluk
sosial yang mempunyai hasrat untuk selalu berkumpul
dan bergaul dengan manusia yang lain. Dari interaksi sosial tersebut timbullah
suatu tatanan nilai sosial yang berfungsi sebagai pendorong,
pedoman serta memberi perlindungan hukum bagi setiap anggota masyarakat.
Dengan demikian tatanan nilai yang abadi dan bersifat universal hanyalah tatanan nilai agama. Karena bersumber dari Dzat Yang Maha Abadi, Bijaksana serta Maha Adil. Tatanan nilai tersebut adalah
agama Islam dengan pedoman kitab suci Al qur’an yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW. Karena itulah agama yang terakhir yang
memiliki tatanan Ilahiyah dan Insaniyah yang
obyektif dan universal yang
perlu diwariskan pada generasi berikutnya melalui pendidikan.
2.
Ruang Lingkup
Pembelajaran Akhlak
Zaki Mubarok
Latif mengutip pendapat dari Hasan Al Banna
menunjukkan empat bidang yang berkaitan dengan lingkup pembahasan mengenai aqidah yaitu:
a. Ilahiyat
Illahiyat yaitu: pembahasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Illah (Tuhan) seperti wujud
Allah SWT, asma Allah, sifat-sifat yang wajib ada pada Allah, dan lain-lain.
b. Nubuwwat
Nubuwat yaitu: pembahasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
Rasul-Rasul Allah, termasuk Kitab suci, mu’jizat, dan lain-lain.
c. Ruhaniyyat
Rukhyat yaitu: pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan roh
atau
metafisik,seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh, dan lain-lain.
d. Sam’iyyat
yaitu: pembahasan
tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
Sam’iyyat melalui sam’i (dalil naqli: Al Qur’an dan As Sunah seperti surga
neraka, alam barzah, akhirat, kiamat, dan lain-lain.[9]
Secara khusus ruang lingkup pembelajaran aqidah akhlak meliputi
dua unsur pokok, yaitu:
a) Aqidah, berisi aspek pelajaran guna menanamkan pemahaman dan keyakinan terhadap aqidah Islam, sebagaimana yang terdapat dalam rukun
iman, dan dalam hal bertauhid
dapat dipahami dan diamalkan
secara terpadu dua bentuk tauhid, yaitu Rububiyyah dan
Uluhiyyah.
b) Akhlak, meliputi akhlak terpuji,
akhlak tercela, kisah-kisah
keteladanan
para
Rasul Allah, sahabat Rasul, orang saleh, serta adab
dalam hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya
dan manusia dengan alam lingkungannya.
Dalam hubungannya manusia dengan Allah, manusia menempati posisi
sebagai ciptaan dan Allah sebagai pencipta.
Posisi
ini mengakibatkan konsekuensi
adanya keharusan manusia taat dan patuh
kepada pencipta-Nya. Kemudian dalam hubungannya manusia dengan
sesamanya, dapat diberi penjelasan bahwa dengan berprinsip
bahwa semua manusia adalah saudara, maka kehidupan antar sesama muslim akan
tercipta ukhuwah yang dilandasi taqwa kepada Allah, dan akan tumbuh sikap toleran terhadap sesama manusia karena persamaan derajat sesama hamba Allah. Selanjutnya dalam hubungan manusia dengan
alam lingkungannya dapat dijelaskan bahwa alam yang
diciptakan
Allah ini memang untuk manusia, dan apabila pemanfaatan
alam
yang berlebihan akan mengakibatkan rusaknya lingkungan alam
itu,
dan akibatnya yang paling terasa adalah menimpa manusia itu sendiri.
3.
Fungsi Pembelajaran Akidah
Akhlak MI
Ada beberapa fungsi pembelajaran aqidah akhlak pada usia anak. Mata pelajaran aqidah akhlak pada Madrasah Ibtidaiyah berfungsi:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang telah ditanamkan di lingkungan
keluarga. Dengan demikian dasar-dasar keimanan dianggap telah ditanamkan
sebelum siswa memasuki madrasah.
b. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam keyakinan,pemahaman,
dan pengamalanajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan pengembangan
keimanan
yang dilakukan di madrasah dijalankan melalui proses yang sistematis
dalam kerangka ilmu pengetahuan.
c. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau dari budaya lain yang dapat membahayakan diri siswa dan
menghambat perkembangannya
menuju manusia Indonesia seutuhnya.
d. Pengajaran, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan tentang keimanan dan
akhlak.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebagai berikut:
Berdasarkan uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebagai berikut:
Aqidah adalah suatu keyakinan yang mengikat
hatinya dari segala keraguan. Atau dengan kata lain
Aqidah adalah suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati sehingga
melahirkan jiwa yang tenang dan mantap serta tidak dipengaruhi keraguan dan meyakini dengan penuh keyakinan bahwa apa yang
menjadi rukun Iman umat islam benar Mutlaq meyakini keberadaannya. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan
pikiran terlebih dahulu.
Jadi konsep dasar mempelajari aqidah akhlak di madrasah
adalah suatu pernyataan sekaligus gambaran dasar dalam mempelajari suatu ikatan
dan keyakinan dasar dalam kehidupan beragama sehingga diharapkan dapat
melahirkan budi pekerti dan akhlakul karimah pada peserta didik.
Adapun dasar-dasar pembelajaran Akidah Akhlak sebagai berikut:
a.
Dasar Psikologi
b.
Dasar Antropologis
c.
Dasar Sosiologis
Jadi sudah jelas
bahwa Aqidah dan Akhlak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
karena kedua hal inilah seorang hamba bisa menuju keridhoan Robbnya.
B.
Saran
Kita sebagai calon pendidik sudah
semesti mempersiapkan diri untuk bertingkah laku dengan akhlakul karimah sejak
sekarang karena mau tidak mau ketika kita terjun ke lapangan tentunya sudah
menjadi barang pasti kita akan mejadi panutan bagi para peserta didik kita.
Selanjutnya untuk para orang tua seharusnya mengarahkan dan membiasakan para
anak-anaknya untuk beretika sebagaimana mestinya. Tidak terlupakan kami sebagai
penulis mengharapkan kepada pemerintah untuk ikut berpatisipasi dalam
mengalokasikan para generasi bangsa untuk menjunjung tinggi akhlakul karimah lewat
lembaga dan wewenang yang mereka pegang agar tercipta bangsa dan negara yang
bermartabat.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad
Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami, Bandung: Pustaka Setia, 2006
Mahrus, modul Akidah,
Jakarta : 2012
Marzuki,
Prinsip Dasar Akhlak
Mulia, Yogyakarta: Wahana Press, 2009
Heri
Gunawan, Kurikulum dan pembelajaran PAI, Bandung: Alfabeta, 2012
S. Nasution, Kurikulum
Dan pengajaran, Jakarta: Bina Aksara, 1984
Zainal Aqib, Profesionalisme
Guru Dalam Pembelajaran, Surabaya: Insan Cendikia,
2002
Zaki Mubarok Latif, dkk, Akidah Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001
M. Quraish Shihab, Wawawsan Al Qur’an, Bandung: Mizan, 1996
[2] Muhammad Rabbi Muhammad
Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami (Bandung: Pustaka Setia, 2006 ) hlm.85
2002), hlm. 41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar