Kamis, 04 Juni 2015

PENGERTIAN MORAL DAN BUDI PEKERTI




                                         BAB        II
                                  PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN    PENDIDIKAN MORAL DAN BUDI PEKERTI           
Dari segi Etimologis kata Moral berasal dari bahasa latin yakni”Mores” Yang berasal dari suku kata mos. Mores Berarti Adat , Istiadat, Kelakuan, tabiat , watak dan akhalak.Dalam perkembangannya kemudian, Mores diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, susila. Oleh karena itu moral dapat diartikan ajaran kesusilaan. Kesusilaan berasal dari kata ke-susila-an.orang yang susila adalah Orang yang baik budi bahasanya. Kesusilaan berartikeso panan, sopan santun,    keadaban.
Terkadang oarang menyamaratakan dengan etika. Etika mempunyai makna kata yang lebih dalam daripada Moral. Perkataan moral sudah berarti mendangkal yakni kelakuan lahir seseorang. Sedangkan etika lebih luas dari pada itu. Moral yang biasanya sebagai ajaran tentang baik bburuknya pebuatan . moral akan berbanding lurus dengan perbuatan, sehingga tidak jarang ketika kita kemudian membahasakan perbuatan yang jelek sesoang maka orang tersebut akan dinilai sebagai orang yang tidak bemoral.
Istilah mengenai pendidikan moral tidak selalu menunjukan defenisi yang sam dari setiap Negara. Konsep akan pendidikan moral ini seharusnya memasuki kegiatan pengajaran baik dalam lingkungan sekolah maupun diluar sekolah yang bertujuan untuk mendidik anak menjadi mahluk manusia yang lebih baik. Pendidikan moral jika coba untuk dibeerikan pengertian maka akan meliputi pengajaan nilai- nilai civics, pengajaran nilai- nilai kemanusiaan secara umum. Pendidikan moal memberikan pandangan luas kepada anak untuk memandang dunia yang gambaannya luas kedepan. Pendidikan moral memandang mahluk manusia secaa universal dalam suasan damai dengan dirinya dan dengan yang       lain.
Pendidikan moal menyangkut pembinaan sikap dan tingkah laku moral yang baik atau budi peketi yang baik. Hakikat dai pengertian budi pekerti adalah suatu tabiat/sikap dari bentuk sesuatu jiwa yang benar- benar terserap dan dari situlah timbul berbagai perbuatan dengan cara spontan dan mudah, tanpa di buat- buat dan tanpa membutuhkan pemikiran atau   angan-angan.
Apabila ada tabiat dati timbul kelakuan-kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal pikiran maka tabiat yang sedemikian itulah yang dinamakan budi pekerti yang baik. Sebaliknya apabila yang timbul dari padanya kelakuan- kelakuan yang buruk . maka tabiat yang sedemikian itulah yang dinamakan budi peketi yang buruk pula.

B. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN MORAL DAN BUDI PEKERTI YANG DIHADAPI            SEKOLAH
problematika pendidikan budi pekerti yang perlu mendapat perhatian. Ketika anak-anak dianggap sudah tidak lagi santun. Hidup dan kehidupan masyarakat diwarnai dengan fitnah, ketidakjujuran bahkan kekerasan. Hal ini mengindikasikan penghayatan terhadap nilai-nilai moral sebagai penuntun sikap dan perilaku mulai luntur. Pendidikan yang dilaksanakan selama ini disadari belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan anak didik menuju manusia yang utuh. Nampaknya sekolah kurang mampu membantu siswa untuk bersikap dan berperilaku yang lebih manusiawi. Pendidikan belum memberikan kontribusi terhadap terbentuknya rasa tanggungjawab, pengamalan sopan santun, dan menghargai orang lain sebagai sesama manusia dan makhluk Tuhan. Sekolah cenderung memberi penekanan pada pendidikan kognitif yang mengarah kepada kepandaian akal, bukan kecerdasan budi. Beberapa sekolah malah hanya mengarahkan siswanya semata-mata untuk mengejar Nilai Ujian Akhir yang tinggi. Ada sekolah pada semester terakhir hanya mengajarkan matapelajaran yang akan di-UN-kan saja. Dalam konteks ini, telah terjadi pendangkalan makna pendidikan yang semakin parah, ialah keberhasilan pendidikan di sekolah hanya diukur dengan perolehan Nilai            Ujian   Akhir.
Diakui atau tidak, pendidikan kita telah gagal membentuk akhlak mulia. Pendidikan moral hanya dalam ucapan dan konsep, tetapi tidak dalam realita. Akibatnya orang yang mengaku terdidik, bermoral hanya dalam perkataan, tetapi tidak dalam perbuatannya. Perilakunya justeru kurang atau bahkan tidak bermoral. Dahulu, para guru kita mampu mengintegrasikan dengan baik pendidikan budi pekerti itu dalam kegiatan pembelajaran. Oleh sebab itu muatan pendidikan moral dalam dongeng, menulis halus, bahasa daerah, kesenian daerah, menyanyi,  menari, drama, dan lain sebagainya, masih sangat membekas dalam sanubari anak didik. Persoalannya, ketika kita memberlakukan kurikulum dengan padat muatan dan pesan, sedang kemampuan para guru cenderung lebih dominan menguasai bahan ajar akademik, nampaknya upaya mengintegralkan pendidikan budi pekerti dalam materi pembelajaran akan sangat sulit dan kecil kemungkinannya berhasil. Melihat struktur program kurikulum yang sudah tidak mungkin diberi muatan pendidikan budi pekerti. Dengan melihat permasalahan tersebut  ada dua alternatif solusi yang bisa ditawarkan, ialah melalui pendekatan idealistik dan melalui pendekatan praktis.Inti dari pendekatan idealistik ialah keteladanan. Melalui keteladanan yang diberikan oleh para pendidik, siswa dengan sendirinya belajar budi pekerti. Sebab hakekat “ing ngarsa sung tuladha” sebagai konsep trilogi kepemimpinan pendidikan adalah menjadi teladan bukan sekedar memberi contoh.                                          
Pendekatan praktis dalam pendidikan budi pekerti dapat ditempuh dengan menjadikan pendidikan budi pekerti sebagai matapelajaran tersendiri yang dicantumkan dalam struktur program kurikulum. Konsep pendekatan praktis didasari oleh landasan berpikir bahwa tidak mungkin seorang anak akan mau dan mampu melakukan sesuatu jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang hal yang akan dilakukan itu.
Pengetahuan tentang kejujuran, disiplin, menghargai orang lain, kasih sayang, ramah tamah, penghormatan, cinta tanah air, dan lain-lain, sudah agak jauh dari benak anak didik. Agar anak memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai luhur tersebut maka harus diajarkan dalam bentuk ilmu    pengetahuan.
Namun memilih pendekatan praktis sebagai cara menanamkan kembali nilai-nilai budi pekerti luhur bukan tanpa resiko. Pengalaman guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP) dapat dijadikan referensi. Ketika didapati “anak nakal” di sekolah, maka guru BP-lah yang dianggap paling bertanggungjawab. Bukan tidak mungkin apabila Budi Pekerti dijadikan mata pelajaran, jika terjadi kemerosotan moral anak didik, maka guru budi pekerti-lah yang dianggap paling        bertanggungjawab.
Seharusnya, mengembalikan keluarga sebagai pusat pendidikan budi pekerti utama merupakan alternatif yang paling tepat dipilih. Untuk itu menjadikan orangtua sebagai pendidik budi pekerti adalah hal yang tidak boleh ditawar. Kembalikan fungsi pendidikan keluarga sebagaimana seharusnya, ialah tempat interaksi pengembangan kecerdasan budi, mengasah akhlak dan membangun peradaban. Dari keluargalah sesungguhnya pendidikan budi pekerti harus             disemaikan.

C. SOLUSI UNTUK PENDIDIKAN MORAL DAN BUDI PEKERTI DISEKOLAH
 1 .Kurikulum Pendidikan   Disekolah
Kurikulum yang berlaku di sekolah pada saat sekarang adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum yang memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengembangkan karakteristik sekolah disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah dan lingkungan sekitarnya. Kurikulum yang berkaitan erat dengan pembinaan akhlak siswa adalah kurikulum Pendidikan Agama Islam ( PAI ), karena dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam terdapat bidang akhlak. Pada tingkat sekolah menengah atas kompetensi yang diharapkan untuk siswa dalam bidang akhlak Sehingga dapat      terwujud moral dan             budi pekerti yang baik oleh     siswa.
2.Kompetensi Guru
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab VI pasal 28 ayat 3 dinyatakan bahwa guru minimal memiliki empat kompetensi (a) kompetensi paedagogis/intelektual (b) kompetensi kepribadian (c) kompetensi profesional (e) kompetensi sosial. Kompetensi keguruan meliputi kompetensi kepribadian,         kompetensi social dan kompetensi      profesional.
Melalui Kompetensi yang wajib untuk dimiliki oleh seorang guru maka guru sebagai orang yang memegang peranan yang sangat penting dalam struktur pendidikan disekolah hendaknya mampu menciptakan Pengembangan kompetensi yang dimilikinya yang diarahkan kepada perbaikan dan pemahaman budi pekerti dan moral.
3.  Karakteristik Pembelajaran                  
Pembelajaran merupakan proses untuk “meramu” sarana dan prasarana pendidikan untuk mencapai kualitas yang diharapkan. Kualitas lulusan pendidikan sangat ditentukan oleh seberapa intensif guru itu mampu mengelola atau mengolah segala komponen pendidikan melalui proses pembelajaran. Meskipun sarananya lengkap tetapi guru tidak mampu mengolah sarana melalui proses pemebelajaran, maka kualitas pendidikan akan terasa “hambar “ (meminjam istilah masakan). Ibarat makanan, guru adalah juru masak (koki), yang senantiasa memiliki kemampuan meramu bumbu sehingga makanan terasa lezat.
Pembelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing. Artinya karakteristik pembelajaran di jenjang SD tidak sama dengan karakteristik pembelajaraan di jenjang SMP, begitu juga, karakteristik pembelajaran di SMP juga berbeda dengan karakteristik pembelajaran di SMA. Sehingga memang jelas bahwa pembelajaran dan pembeian contoh sikap dan budi pekerti kepada siswa merupakan hal yang sangat urgent untuk kemudian kembali mengembangkan dan perbaikan budi pekerti dan moral   siswa.
4.Manajemen Sekolah         
Manajemen sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mengamalkan ajaran agama secara baik karena ketersediaan tempat dan perlengkapan yang memadahi untuk pelaksanaan ibadah. Selain itu sekolah juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan kemampuannya dalam melakukan kegiatan kerohanian Islam. Penciptaan suasana yang kondusif bagi pengembangan pemahaman terhadap akhlak mulia juga dilaksanakan melalui program pembiasaan berprilaku sesuai dengan akhlak mulia. Kepala sekolah dan guru serta pegawai lainnya dalam berkata dan berperilaku dapat dijadikan sebagai teladan termasuk di dalamnya dalam hal berpakaian. Demikian juga sekolah juga mengusahakan secara intensif pembinaan akhlak mulia di luar jam pelajaran melalui ceramah dari para guru sebelum jam pelajaran pertama dimulai maupun pada kesempatan kuliah tujuh menit (Kultum) pada          setiap   hari      jum’at  pagi            misalnya.
5.Pengaruh    Lingkungan   Sekolah
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka disamping keluarga sekolah memiliki fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak. Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakat si anak yang nantinya dapat berguna bagi anak bagi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara.







                                                     BAB III
                                                      PENUTUP

            A. KESIMPULAN
            Kesimpulan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Peran aktif orang tua atau keluarga sangat dituntut dalam upaya menanggulangi kemerosotan moral dan budi pekerti anak.
2.       Sekolah telah mencoba memasukkan materi moral dan budi pekerti ini secara terpadu (integrated) ke dalam setiap mata pelajaran. Namun, tentu saja hal ini masih belum efektif dan belum maksimal, mengingat tidak semua guru mampu mengaplikasikannya.
3.       Pemerintah belum maksimal menangani dan menanggulangi kemerosotan moral dan budi luhur pekerti anak. Hal ini diakibatkan oleh kondisi atau ekonomi negara saat ini.
4.      Era globalisasi dengan ciri teknologi yang terus berkembang pesat turut memberi andil terjadinya kemerosotan moral dan budi pekerti anak.

B.KERITIK  dan  SARAN
Pemerintah diharapkan lebih serius menangani kemerosotan moral dan budi pekerti anak, tidak hanya sebatas menetapkan kebijakan. Hal ini dapat dilakukan dengan  mengalokasikan anggaran pelatihan bagi para guru dalam melakukan integrasi materi moral dan budi pekerti ke dalam setiap mata pelajaran, serta memasukan kembali materi moral dan budi pekerti menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.


                                  




DAFTAR PUSTAKA                       

Kasmawati ANDI. 2004 Dasar dan konsep pendidikan moral.Universitas Negeri Makassar
Purwanto Ngalim,2009. Ilmu pendidikan teoritis dan praksis.bandung , Remaja rosadakaryaBandung




Tidak ada komentar:

Posting Komentar