BAB
II
LOGIKA
PENGERTIAN LOGIKA DAN PERNYATAAN
Kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap
ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli merupakan hal yang sangat menentukan
reputasi mereka. Untuk mendapatkan hal tersebut, mereka akan berusaha untuk
mengaitkan suatu fakta atau data dengan fakta atau data lainnya melalui suatu
proses penalaran yang sahih atau valid. Sebagai akibatnya, logika merupakan
ilmu yang sangat penting dipelajari. Di dalam mata pelajaran matematika maupun
IPA, aplikasi logika seringkali ditemukan meskipun tidak secara formal disebut
sebagai belajar logika. Bagian ini akan membahas tentang logika yang didahului
dengan pengertian penalaran, diikuti dengan pernyataan, perakit-perakit
pembentuk: negasi, konjuksi, disjungsi, implikasi, dan biimpilkasi.
A.
PENGERTIAN LOGIKA
Ada
pernyatan menarik yang dikemukakan mantan Presiden AS Thomas Jefferson sebagaimana
dikutip Copi (1978) berikut ini: “In a rpublican nation, whose citizens are to
be led by reason and persuasion and not by force, the art of reasoning becames
of first importance” (p.vii). Pernyataan itu menunjukkan pentingnya logika,
penalaran dan argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu Negara sehingga
setiap warga Negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya
dengan kekuatan (otot) saja. Karenanya, seperti yang dinyatakan mantan Presiden
AS tadi, seni bernalar merupakan hal yang sangat penting. Di samping itu, Copi
(1978) juga mengutip pendapat Juliana Geran Pilon yang senada dengan ucapan
mantan Presiden AS tadi: “Civilized life depends upon the success of reason in
socil intercourse, the prevalence og logic over violence in interpersonal
conflict” (p.vii).
Dua
pernyataan di atas telah menunjukkan pentingnya penalaran (reasoning) dalam
percaturan politik dan pemerintahan di suatu Negara. Tidak hanya di bidang
ketatanegaraan maupun hokum saja kemampuan bernalar itu menjadi penting. Di
saat mempelajari matematika maupun ilmu-ilmu lainnya penalaran itu menjadi
sangat penting dan menentukan. Secara etimologis, logika berasal dari kata
Yunani ‘logos’ yang berarti kata, ucapan, pikiran secara utuh, atau bias juga
berarti ilmu pengetahuan (Kusumah, 1986). Dalam arti luas, logika adalah suatu
cabang ilmu yang mengakji penurunan-penurunan kesimpulan yang sahih (valid,
correct) dan yang tidak sahih (tidak valid, incorrect). Proses berpikir yang
terjadi di saat menurunkan atau menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
yang diketahui benar atau dianggap benar itu sering juga disebut dengan
penalaran (reasoning).
B.
PERNYATAAN
Dimulai sejak ia masih kecil, etiap manusia, sedikit
demi sedikit melengkapi perbendaharaan kata-katanya. Di saat berkomunikasi,
seseorang harus menyusun kata-kata yang dimiliki arti atau bermakna. Kalimat
adalah susunan kata-kata uyang memiliki arti yang dapat berupa pernyataan
(“Pintu itu tertutup”), pertanyaan (“Apakah pintu itu tertutup?”), perintah (“Tutup
pintu itu!”) ataupun permintaan (“Tolong pintunya ditutup”). Dari empat macam
kalimat tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai benar atau salah,
tetapi tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan, matematikawan
ataupun ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam kalimat tersebut
dalam kehidupan sehari-harinya, namun hanya pernyatan saja yang menjadi
perhatian mereka dalam mengembangkan ilmunya.
Setiap ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli
l;ainya akan beruasaha untukn mengahsilkan suatu pernyataan atau teori yang
benar. Suatu pernyatan (termasuk teori) tidak aka nada artinya jika tidak
bernilai benar. Karenanya, pembicaraan mengenai benar tidaknya suatu kalimat
yang memuat suatu teori telah menjai pembicaraan dan perdebatan para hli
filsafat dan logika dahulu kala. Beberapa nama yang patut diperhitungkan karena
telah berjasa untuk kita adala Plato (427 – 347
SM), Aristolteles (384 – 322 SM), Charles S Peirce (1839 – 1914) dan
Bertrand Russell (1872 – 1970). Paparan berikut akan membicarakan tentang
kebenaran, dalam arti, bilamana suatu pernyataan yang dimuat di dalam suatu
kalimat disebut benar dan bilamana disebut salah. Untuk menjelaskan tentang
criteria kebenaran ini perhatikan dua kalimat berikut.
a. Semua
manusia akan mati
b. Jumlah
besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o.
Pertanyaannya, dari dua kalimat tersebut manakah
yang bernilai benar dan manakah yang ebrnilai salah. Pertanyaan selanjutnya,
mengapa kalimat tersebut dikategorikan bernilai benar atau salah, dan bilamana
suatu kalimat dikategorikan sebagai kalimat yang bernilai benar atau salah.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Suriasumantri (1988) menyatakan bahwa ada tiga teori yang berkaitan dengan
criteria kebenaran ini, yaitu teori korespondensi, teori koherensi, dan teori
pragmatis. Namun sebagian buku hanya membicarakan dua teori saja, yaitu teori
korespondensi dan teori koherensi sehingga pembicaraan kita hanya berkaitan
denga dua teori tersebut.
1.
Teori Korespondensi
Teori
korespondensi (the correspondence theory of truth) menunjukkan bahwa suatu
kalimat akan bernilai benar jika hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan
tersebut sesuai atau cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Contohnya,
“Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur” merupakan suatu pernyataan yang
bernilai benar karena kenyataannya memang demikian, yaitu Surabaya memang benar
merupakan ibukota Propinsi Jawa Timur. Namun pernyataan “Tokyo adalah Ibukota
Singapura”, menurut teori akan bernilai salah karena hal-hal yang terkandung di
dalam pernyataan itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Teori-teori
Ilmu Pengetahuan Alam banyak didasarkan pada teori korespondensi ini. Dengan
demikian jelaskan bahwa teori-teori atau pernyataan-pernyataan Ilmu Pengetahuan
Alam akan dinilai benar jika pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan,
ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Sedangkan Matematika
yang tidak hanya mendasarkan pada kenyataan atau fakta semata-mata namun
mendasarkan pada rasio dan aksioma telah melahirkan teori koherensi yang akan
dibahas pada bagian berikut ini.
2.
Teori Koherensi
Teori koherensi menyatakan bahwa suatu kalimat akan
bernilai benar jika pernyataan yang terkandung di dalam kalimat itu bersifat koheren,
konsisten, atau tidak bertentangan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada pernyataan
pangkal yang dianggap benar. Pernyataan yang dianggap benaritu disebut aksioma
atau postulat.
Vance (19…) menyatakan ada enam aksioma yang berkait
dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+)
dan perkalian (´) berlaku sifat:
a.
Tertutup, a + b Î
Â
dan a ´
b Î
Â
b.
Asosiatif, a + (b + c) = (a + b) + c dan
a ´
(b ´
c) = (a ´
b) ´
c
c.
Komutatif, a + b = b + a dan a ´
b = b ´
a
d.
Distributive, a ´
(b + c) = (a ´
b) + (a ´
c) dan (b + c) ´ a = (b ´ a) + (c ´
a)
e.
Identitas, a + 0 = 0 + a = a dan a ´
1 = 1 ´
a = a
f.
Invers, a + (-a) = (-a) + a = 0 dan
Berdasarkan enam aksioma itu, teorema seperti –b +
(a + b) = a dapat dibuktikan dengan cara sebagai berikut:
-b
+ (a + b) = -b + (b + a) Aks
3 – Komutatif
= (-b + b) + a Aks 2 – Asosiatif
= 0 + a Aks
6 – Invers
= a Aks
5 – Identitas
Demikian juga pernyataan bahwa jumlah sudut-sudut
suatu segi-n adalah (n – 2) ´ 1800 akan bernilai benar
karena konsisten dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan
konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Dengan
demikian jelaslah bahwa bangunan matematika didasarkan pada rasio semata-mata,
kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi. Suatu hal yang sudah jelas
benarpun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah
yang benar.
Dari paparan di atas jelaslah bahwa pada dua
pernyataan berikut.
a.
Semua manusia mati
b.
Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga
adalah 1800.
Maka baik pernyataan a) maupun b) akan sama-sama
bernilai benar, namun dengan alas an yang berbeda. Pernyataan a) bernilai benar
karena pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan maupun menyimpulkan kenyataan
atau fakta yang sebenarnya. Sampai detik ini, belumpernah ada orang yang hidup
kekal dan abadi. Pernyataan a) tersebut akan bernilai salah jika sudah
ditemukan suatu alat atau obat yang sangat canggih sehingga aka nada orang yang
tidak bias mati lagi. Sedangkan pernyataan b) bernilai benar karena pernyataan
itu konsisten atau koheren ataupun tidak bertentangan dengan aksioma yang sudah
disepakati kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya
yang sudah terbukti. Itulah sekilas tentang teori korespondensi dan teori
koherensi yang memungkinkan kita untuk dapat menentukan benar tidaknya suatu
pernyataan.
Latihan
1.
Manakah diantara kalimat berikut yang
merupakan pernyataan?
a.
Pohon pinus merupakan pohon yang berakar
serabut.
b.
Tadi pagi Fahmi bertanya: “Pak Guru
kapan ulangan?”
c.
AIDs/HIV merupakan penyakit kelamin.
d.
X adalah hewan yang berkaki empat.
2.
Andi berbohong pada hari senin, selasa,
dan rabu, sedangkan pada hari-hari yang lain ia berkata benar. Teman karibnya,
si Badu berbohong pada hari kamis, jum’at, dan sabtu, sedangkan pada hari-hari
yang lainnya ia berkata benar. Pada suatu hari, Andi berkata “Kemarin adalah
hari di mana saya berbohong”. Badu lalu menimpali: “Kemarin adalah hari di mana
saya berbohong juga”.
a.
Pada hari-hari apakah mereka berdua
dapat menyatakan hal itu
b.
Jika mereka berdua sama-sama menyatkan
bahwa hari kemarin adalah hari di mana mereka berkata benar, pada hari-hari
apakah mereka berdua dapat menyatakan hal itu?
3.
Pada suatu rumah makan, ANDI seorang SOPIR
sedang duduk mengelilingi meja berbentuk persegi denagn tiga orang temannya.
Ketiga teman Andi tersebut bekerja sebagai KELASI, PILOT, dan MARKONIS.
Tentukankan pekerjaan Budi jika: Andi duduk disebelah kiri CHANDRA, BUDI duduk
di sebelah kanan kelasi, dan Dani yang duduk berhadapan dengan Chandra bukanlah
seorang pilot.
4.
Ada tiga orang siswa yaitu TONI, DIDI,
dan Hory. Ditentukan bahwa:
a.
Toni tidak pernah berbohong. Didi
kadang-kadang berbohong. Sedangkan Hory selalu berbohong.
b.
Mereka memakai kaos HIJAU, KUNING, dan
MERAH.
c.
Siswa yang memakai kaos kuning,
menyatakan bahwa siswa yang berkaos merah adalah Hory.
d.
Siswa yang memakai kaos merah,
menyatakan bahwa dirinya Didi.
e.
Siswa terakhir yang memakai kaos hijau,
menyatakan bahwa siswa yang berkaos merah adalah Toni.
Berdasarkan keterangan
di atas, tentukan warna kaos yang dipakai tiap siswa.
Logika merupakan salah
satu bidang ilmu yang mengkaji prinsip-prinsip penalaran yang betul dan
penarikan kesimpulan yang absah, baik yang bersifat deduktif maupun yang
bersifat induktif. Logika merumuskan hokum-hukum yang dapat digunakan sebagai
alat untuk menilai apakah hasil suatu pemikiran betul/abash. Hokum-hukum itu
akan dikenakan pada proses pemikiran itu sendiri. Kita dapat memperbaiki cara berpikir
dengan jalan mempelajari logika dalam rangka menertibkan cara berpikir.
A.
Pernyataan dan
Negasinya
Perhatikan
contoh-contoh kalimat berikut ini.
a.
Sebuah segi empat mempunyai empat sisi
b.
Ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat
adalah Mataram
c.
9 adalah suatu bilangan prima
d.
12 kurang dari 8
Kita dapat menetukan
nilai kebenaran (benar atau salah) dari kalimat-kalimat tersebut.
Kalimat-kalimat (a) dan (b) bernilai benar, sedangkan kalimat-kalimat (c) dan
(d) bernilai salah. Kalimat yang mempunyai nilai benar saja atau nilai salah
saja adalah kelimat yang menerangkan (kalimat deklaratif). Kalimat yang
menerangkan inilah yang disebut pernyataan.
Pernyataan adalah kalimat yang bernilai benar atau
bernilai salah, tetapi tidak sekaligus
bernilai kedua-duanya.
|
Kalimat yang tidak
dapat ditemukan nilai kenbenarannya tidak merupakan pernyataan. Contoh-contoh
berikut ini adalah kalimat yang bukan pernyataan.
a.
Apakah Siti berada dirumahmu? (kalimat
Tanya)
b.
Alangkah indahnya lukisan ini (kalimat
yang mengungkapkan suatu perasaan)
c.
Tutuplah pintu itu! (kalimat perintah)
d.
Semoga Anda lekas sembuh (kalimat
harapan)
Kalimat-kalimat
tersebut tidak bernilai benar dan juga tidak
bernilai salah. Kalimat-kalimat seperti ini tidak dibicarakan dalam buku
ini. Kalimat yang dibicarakan dalam buku ini adalah kalimat yang merupakan
pernyataan.
Selanjutnya untuk menyingkat penulisan maka suatu
pernyataan diberi lambing (symbol) dengan huruf alphabet kecil: a, b, c, … atau
lainnya. Sedangkan untuk nilai Benar dan Salah berturut-turut disingkat dengan
B dan S.
Contoh 1.
1.
“sebuah segi tiga mempunyai tiga sisi”
diberi lambang “a”.
2.
“9 adalah suatu bilangan prima” diberi
lambang “b”.
3.
“15 terbagi habis oleh 3” diberi lambang “p”.
Pada contoh ini, pernyataan a bernilai B (benar),
pernyataan b bernilai S (salah) dan pernyataan
p bernilai B (benar). Perhatikan pada contoh (2) tersebut, “b”
menyatakan “9 adalah suatu bilangan prima”, dan pernyataan “b” ini bernilai S.
sedangkan pernyataan “9 bukan suatu bilangan prima” bernilai B. Dikatakan bahwa
pernyataan “9 bukan suatu bilangan prima” merupakan negasi (sangkalan/ingkaran)
dari pernyataan “9 adalah suatu bilangan prima”. Selanjutnya “negasi dari b”
dilambangkan “~b”. pada contoh (3) di atas, “p” menyatakan “15 terbagi habis
oleh 3” maka ‘~p: menyatakan “15 tidak terbagi habis oleh 3”. Tampak bahwa “p”
bernilai B dan “~p” bernilai S.
Negasi suatu
pernyataan adalah suatu pernyataan yang bernilai salah apabila pernyataan semula
bernilai benar, dan bernilai benar apabila pernyataan semula bernilai benar.
|
Contoh 2.
1.
Apabila “a” menyatakan “Tembok itu
berwarna putih” maka “~a” adalah “Tembok itu tidak berwarna putih”. Dapat juga
dikatakan “Tidaklah benar tembok itu berwarna putih”.
2.
Jika “d” menyatakan “Ida suka mangga”
maka “~d” menyatakan “Ida tidak suka mangga”.
3.
Jika “p” melambangkan “Siti lebih tinggi
dari Ani” maka “~p: menyatakan “Siti tidak lebih tinggi daripada Ani”.
Pada conto (1) tersebut, pernyataan “Tembok itu berwarna
hitam” tidak merupakan ingkaran (negasi) dari “Tembok itu berwarna putih”.
Sebab apabila kenyataannya “Tembok itu berwarna hijau” maka dua pernyataan
tersebut bernilai salah. Demikian juga pada contoh (3), negasi dari “Siti lebih
tinggi dari Ani” bukan “Siti lebih rendah dari Ani”. Sebab jika kenyataannya
“Siti sama tinggi dengan Ani maka dua pernyataan terakhir tersebut semuanya
bernilai salah.
Pernyataan dan negasinya mempunyai nilai-nilai
kebenaran yang selalu berbeda, artinya jika pernyataannya bernilai B maka
negasinya bernilai S dan sebaliknya jika pernyataan bernilai S maka negasinya
bernilai B. hal ini dapat dibuat tabel sebagai berikut.
A
|
~a
|
~(~a)
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B.
Pernyataan Majemuk
Pernyataan majemuk
merupakan rangkaian dari dua pernyataan atau lebih dengan kata penghubung.
Pernyataan-pernyataan yang dirangkai masing-masing disebut pernyataan tunggal.
Kata penghubung yang dimaksud adalah “dan”, “atau”, “jika …. Maka …” dan “jika
dan hanya jika”. Lambing kata-kata penghubung tersebut dapat dilihat pada
daftar sebagai berikut.
Kata penghubung
|
Lambang
|
Dan
|
Ù
|
Atau
|
Ú
|
jika-maka
|
Þ
|
jika dan hanya jika
|
Û
|
1.
Konjungsi
Contoh: “7 adalah
bilangan prima dan genap”
Pernyataan ini
merupakan pernyataan majemuk karena pernyataan ini merupakan rangkaian dua
pernyataan, yaitu “7 dalah bilangan prima” dan “7 adalah bilangan genap”. Jika
pernyataan “7 adalah bilangan prima” diberi lambing “a” dan “7 adalah bilangan
genap” diberi lambing “b” maka pernyataan majemuk itu dilambangkan dengan “a Ù
b” (dibaca “a dan b”).
Pernyataan majemuk yang
hanya menggunakan kata penghubung “dan” (“Ù”) disebut
konjungsi. Nilai kebenaran dari suatu pernyatan majemuk tergantung dari nilai
kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya. Nilai kebenaran dari konjungsi
dua pernyataan ditentukan dengan aturan sebagai berikut.
Konjungsi
dua pernyataan a dan b (ditulis “a Ù b” dibaca “a
dan b”) bernilai B (benar) hanya apabila dua pernyataan a dan b masing-masing
bernilai B (benar) [dan untuk nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, “a Ù
b” bernilai S (salah)].
|
Dengan memperhatikan
bahwa “satu pernyataan mempunyai dua kemungkinana nilai (B atau S) maka aturan
tersebut dapat dinyatakan dalam tabel nilai kebenaran sebagai berikut.
Tabel 1. Nilai kebenaran dari konjungsi
A
|
B
|
a Ù
b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
Contoh 3.
1.
a = Jakarta adalah Ibu Kota Negara RI.
(B)
b
= Bandung terletak di pulau Jawa. (B)
a
Ù
b = Jakarta adalah Ibu Kota Negara RI dan Bandung terletak di pulau Jawa. (B)
2.
p = 7 adalah bilangan prima. (B)
q
= 7 adalah bilangan genap, (S)
p
Ù
q = 7 adalah bilangan prima dan 7 adalah bilangan genap. (S)
3.
m = 8 lebih dari 13. (S)
n
= matahari terbit dari timur. (B)
m
Ù
n = 8 lebih dari 13 dan matahari terbit dari timur. (S)
4.
c = seekor lembu berkaki seribu. (S)
d
= 13 habis dibagi 4. (S)
c
Ù
d = seekor lembu berkaki seribu dan 13 habis dibagi 4. (S)
Perhatikan bahwa nilai kebenaran dari konjungsi
ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya dan
tidak perlu memperhatikan ada tidaknya hubungan antara pernyataan-pernyataan
tunggalnya.
2.
Disjungsi
Pernyataan majemuk yang
hanya menggunakan kata penghubung “atau” (Ú) disebut
disjungsi. Jika a dan b masing-masing pernyataan tunggal maka disjungsi a dan b
ditulis “a Ú
b” dan dibaca “a atau b”.
Misalnya a =
Amin pergi ke pasar, dan b = Amin bermain bola.
a Ú b = amin pergi
ke pasar atau Amin bermain bola
Nilai kebenaran dari
disjungsi ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan
tunggalnya dengan aturan berikut ini.
Disjungsi
dua pernyataan a dan b (ditulis “a Ú b” dibaca “a
atau b”) bernilai S hanya apabila dua pernyataan a dan b masing-masing
bernilai S, [sedangkan untuk
nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, “a Ú b” bernilai
B].
|
Sesuai dengan adanya
dua kemungkinan bagi suatu pernyataan maka aturan tersebut dapat dinyatakan
dalam tabel nilai kebenaran sebagai berikut.
Tabel 2. Nilai kebenaran
dari disjungsi
A
|
b
|
a Ú
b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
Aturan atau tabel nilai
kebenaran tersebut dapat pula dikatakan sebagai berikut: Disjungsi dua
pernyataan bernilai B apabila sekurang-kurangnya satu dari
pernyataan-pernyataan tunggalnya bernilai B.
Contoh 4.
1.
a = Surabaya terletak di provinsi Jawa
Timur. (B)
b
= Satu minggu terdiri dari tujuh hari. (B)
a
Ú
b = Surabaya terletak di provinsi Jawa Timur atau Satu minggu terdiri dari
tujuh hari. (B)
2.
u = 5 adalah bilangan prima. (B)
w
= 18 terbagi habis oleh 8. (S)
u
Ú
w = 5 adalah bilangan prima atau 18 terbagi habis oleh 8. (B)
3.
k = sebuah segitiga mempunyai empat
sisi. (S)
l
= sebuah segiempat mempunyai lima diagonal. (S)
k
Ú
l = sebuah segitiga mempunyai empat sisi atau sebuah segiempat mempunyai lima
diagonal. (S)
3.
Negasi dari Konjunggsi dan
Disjungsi
Konjungsi dan Disjungsi
masing-masing merupakan suatu pernyataan. Sehingga negasi dari konjungsi dan
disjungsi mempunyai makna yang sama dengan negasi suatu pernyataan. Oleh karena
itu, nilai kebenaran dari negasi konjungsi dan disjungsi, harus berpandu pada
aturan tentang nilai kebenaran dari konjungsi dan disjungsi. Untuk menentukan
negasi dari konjungsi dua pernyataan perhatikan tabel nilai kebenaran berikut
ini.
Tabel 3. Nilai kebenaran negasi dari konjungsi
A
|
b
|
~a
|
~b
|
a
Ù
b
|
~(a
Ù
b)
|
~a
Ú
~b
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
Kolom
ke
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Penyusunan tabel nilai
kebenaran di atas dilakukan sebagai
berikut. Nilai kebenaran pada kolom ke-1, yaitu nilai kebenaran dari ~a
menggunakan ketentuan negasi suatu pernyataan. Apabila a bernilai B maka ~a
bernilai S dan sebaliknya. Demikian pula untuk nilai kebenaran pada kolom ke-2.
Nilai kebenaran pada kolom ke-3, yaitu nilai kebenaran a Ù
b diisi dengan menggunakan aturan nilai kebenaran konjungsi dua pernyataan a
dan b. nilai kebenaran pada kolom ke-4 adalah negasi dari kolom ke-3. Sedangkan
nilai kebenaran pada kolom ke-5 diturunkan dari kolom ke-1 dan ke-2 dengan menggunakan
aturan disjungsi.
Tampak dalam tabel di
atas bahwa urutan nilai kebenaran pada kolom ke-4 sama dengan urutan nilai
kebenaran pada kolom ke-5. Maka, dapat disimpulkan bahwa:
~ ( a Ù b ) = ~ a Ú
~ b
|
Negasi dari konjungsi dua pernyataan sama dengan
disjungsi dari negasi masing-masing pernyataan tunggalnya.
|
Contoh 5.
Tentukanlah negasi dari pernyataan-pernyataan berikut ini
1.
Amin pergi ke toko dan Amin membeli buku
(B)
2.
4 + 5 = 9 dan 9 adalah suatu bilangan
prima
3.
7 lebih dari 5 dan 6 adalah bilangan
komposit
Jawab:
1.
Amin tidak pergi ke toko atau Amin tidak membeli buku (S)
2.
4 + 5 ¹ 9 atau 9 bukan
suatu bilangan prima
3.
7 tidak lebih dari 5 atau 6 bukan
bilangan komposit
Selanjutnya kita akan
membicarakan negasi dari disjungsi dua pernyataan. Perhatikan contoh berikut
ini.
Misalnya,
a = 8 adalah suatu bilangan prima (S)
~a = 8 bukan suatu bilangan prima (B)
b = 20 terbagi habis oleh 4 (B)
~b = 20 tidak terbagi habis oleh 4 (S)
Maka,
a Ú b bernilai
B, maka ~(a Ú
b) bernilai salah
~a Ú ~b bernilai
B maka ~ (a Ú
b) ¹
~a Ú
~b
~a Ú ~b
bernilai S, dan nilai
kebenaran dari ~(a Ú b) sama dengan nilai kebenaran dari ~a Ù
~b
Kesimpulan ini secara
umum akan kita periksa dengan menyusun tabel nilai kebenarannya berikut.
Tabel 4. Nilai kebenaran negasi dari disjungsi.
a
|
b
|
~a
|
~b
|
a
Ú
b
|
~(a
Ú
b)
|
~a
Ù
~b
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
Penentuan nilai-nilai
kebenaran dalam tabel ini mirip penyusunan tabel 3, dimulai dari kolom ~a terus
ke kanan hingga kolom ~a Ù ~b. Tampak bahwa pada tabel 4 bahwa
urutan nilai-nilai kebenaran dari ~(a Ú b) sama dengan
urutan nilai-nilai kebenaran dari ~a Ù ~b.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa:
~(a
Ú
b) = ~a Ù
~b
|
Negasi dari disjungsi dua pernyataan sama dengan
konjungsi dari negasi pernyataan-pernyataan tunggalnya.
|
Contoh 6.
Tentukanlah negasi dari disjungsi berikut dan
tentukan nilai kebenaran dari negasi berikut
1.
Yogyakarta terletak di pulau Bali atau 4
+ 7 = 11
2.
8 membagi habis 36 atau 8 lebih besar
dari 13
3.
47 adalah salah satu bilangan prima atau
7 – 3 = 4
Jawab:
1.
Yogyakarta tidak terletak di pulau Bali
dan 4 + 7 ¹
11. (S)
2.
8 tidak membagi habis 36 dan 8 tidak
lebih besar dari 13. (B)
3.
47 bukan salah satu bilangan prima dan 7
– 3 ¹
4. (S)
4.
Implikasi dan Biimplikasi
Perhatikan contoh
berikut ini!
“Jika Ani lulus ujian maka Ani diajak bertamasya”.
Kalimat ini merupakan
pernyataan majemuk. Pernyataan-pernyataan tunggalnya adalah “Ani lulus ujian”
dan “Ani diajak bertamasya”. Kata penghubung adalah “jika…. maka….”. pernyataan
majemuk seperti ini disebut implikasi. Apabila pernyataan “Ani lulus ujian”
dilambangkan dengan “a” dan “Ani diajak bertamasya” dilambangkan dengan “b”, serta lambing untuk
kata penghubung “jika….maka….” adalah “Þ”, selanjutnya
pernyataan “jika Ani lulus ujian maka Ani diajak bertamasya” dilambangkan
dengan
“a
Þ
b”
(dibaca
“jika a maka b”)
Pada implikasi “a Þ
b”, pernyataan tunggal “a” disebut pendahulu (antesendent) dan pernyataan “b”
disebut pengikut (consequent). Nilai kebenaran suatu implikasi tergantung pada
nilai kebenaran dari pendahulu dan pengikutnya, yaitu mengikuti aturan sebagai
berikut.
Suatu implikasi bernilai S bahwa hanya apabila
pendahulunya bernilai B dan pengikutnya bernilai S. (untuk nilai-nilai
kebenaran pendahulu dan pengikutnya yang lain, implikasi itu bernilai B)
|
Apabila pendahulunya
diberi lambing “a” dan pengikutnya diberi lambang “b” maka nilai kebenaran
implikasi “a Þ
b” dapat dinyatakan dalam tabel nilai kebenaran seperti berikut ini.
Tabel
5. Nilai kebenaran implikasi
a
|
B
|
a
Þ
b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
Contoh 7.
1.
a = 9 adalah suatu bilangan kuadrat. (B)
b = 6 mempunyai dua factor prima.
(B)
a Þ b = jika 9
adalah suatu bilangan kuadrat maka 6 mempunyai dua factor prima. (B)
2.
a = 9 adalah suatu bilangan kuadrat. (B)
b = Tuti adalah presiden RI. (S)
a Þ b = jika 9
adalah suatu bilangan kuadrat maka Tuti adalah presiden RI. (S)
3.
p = matahari terbit dari barat. (S)
q = Indosesia merdeka pada tahun
1945. (B)
p Þ q = jika
matahari terbit dari barat maka Indonseia merdeka pada tahun 1945. (B)
4.
m = 5 lebih besar dari 9. (S)
n = 6 merupakan bilangan prima. (S)
m Þ n = jika 5
lebih besar dari 9 maka 6 merupakan bilangan prima. (S)
perhatikan lagi tabel 5 di atas. Pengikut “b” pada
baris ke 1 dan baris ke 3 masing-masing bernilai B dan nilai kebenaran dari implikasi “a Þ
b” bernilai B pula meskipun pendahulu “a” bernilai B maupun S. hal ini dapat
disimpulkan bahwa.
Apabila pengikut suatu implikasi bernilai B maka
implikasi itu bernilai B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari
pendahulunya.
|
Pada baris ke 3 dan ke 4 dari tabel 5 menyatakan
bahwa pendahulu “a” bernilai S
dan implikasi “a Þ
b” bernilai B pula meskipun pengikut “b” bernilai B maupun S. Hal ini dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Apabila pendahulu suatu implikasi bernilai S maka
implikasi itu bernilai B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari
pengikutnya.
|
5.
Negasi suatu implikasi
Perhtikan
implikasi berikut ini
“Jika
7 suatu bilangan prima maka 8 lebih besar dari 5”
Misalkan
, a = 7 suatu bilangan prima (B)
b = 8 lebih besar dari 5 (B)
maka,
implikasi “a Þ
b” bernilai B
~a = 7 bukan suatu bilangan prima (S)
~b = 8 tidak lebih besar dari 5 (S)
maka
implikasi “~a Þ
~b” (B)
Karena
“a Þ
b” dan “~a Þ
~b” masing-masing bernilai B maka “~a Þ ~b” bukan
negasi dari “a Þ b”.
Tabel 6. Untuk menentukan negasi dari
suatu implikasi perhatikan tabel nilai kebenaran berikut ini
a
|
b
|
~b
|
a Þ
b
|
~(a Þ
b)
|
a Ù
~b
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
Tampak
pada tabel bahwa urutan nilai kebenaran dari “~(a Þ
b)” sama dengan urutan nilai kebenaran dari “a Ù ~b”. hal ini
dapat dikatakan bahwa negasi dari suatu implikasi adalah suatu komjungsi dari
pendahulu dan negasi pengikut implikasi itu
~(a
Þ
b) = a Ù
~b
|
Contoh
9.
Tuliskanlah
negasi dari implikasi berikut.
1.
Jika siti tidak pergi ke Jakarta maka
siti ikut kena musibah
2.
Jika amin belajar giat maka amin akan
lulus ujian
3.
Jika guru rajin mengajar maka muridnya
akan pandai
6.
Konvers, Invers dan Kontraposisi dari
suatu implikasi
Perhatikan contoh
implikasi berikut ini!
“Jika matahari terbit
dari Barat maka Tutik lulus ujian”. Pendahulu implikasi ini adalah “matahari
terbit dari Barat” dan pengikut “Tutik lulus ujian”. Kita dapat membentuk
implikasi tersebut dengan menukarkan pendahulu dengan pengikutnya dan
sebaliknya, yaitu
“Jika Tutik lulus ujian
maka matahari terbit dari Barat”. Implikasi baru yang dibentuk dengan cara ini
disebut Konvers dari implikasi semula. Jadi, jika diketahui implikasi “a Þ b” maka
konversnya adalah “b Þ a”.
Konvers
dari “a Þ b” adalah “b Þ
a”
|
Contoh 10.
Tentukan konvers dari
implikasi dan nilai kebenaran dari konversnya dari
a.
“Pinus merupakan tumbuhan yang berakar
serabut maka kedelei tumbuhan yang monokotil”.
b.
“jika 7 membagi habis 15 maka 11 adalah
suatu bilangan prima”.
Jawab:
a.
Pinus merupakan tumbuhan yang berakar
serabut maka kedelei tumbuhan yang monokotil” adalah suatu implikais yang
bernilai S. Konvers dari implikasi itu adalah “Jika kedelei tumbuhan yang
monokotil maka Pinus merupakan tumbuhan yang berakar serabut”, dan bernilai B
b.
“jika 7 membagi habis 15 maka 11 adalah
suatu bilangan prima” adalah suatu implikais yang bernilai B. Konvers dari implikasi itu adalah “Jika 11
adalah suatu bilangan prima maka 7 membagi habis 15, dan bernilai S.
Suatu implikais, selain
dapat dibentuk konversnya, dapat pula dibentuk implikasi baru lainnya.
Perhatikan contoh implikasi berikut ini!
“Jika Ani dapat
megendarai sepeda maka Ani mendapat hadiah”.
Misalnya, a : Ani dapat mengendarai sepeda
b : Ani mendapat hadiah.
Negasi dari
pernyataan-pernyataan itu adalah
~a : Ani tidak dapat
mengendarai sepeda
~b : Ani tidak mendapat
hadiah.
Implikasi baru yang
ingin dibentuk “~a Þ ~b”, yaitu “ Jika Ani tidak dapat
mengendarai sepeda maka Ani tidak
mendapat hadiah “. Implikasi baru ini disebut Invers dari implikasi semula.
Invers
dari “a Þ b” adalah “~a
Þ
~b”
|
Contoh 11.
Tuliskan invers dari
implikasi-implikasi berikut ini dan tentukan nilai kebenaran dari
implikasi dan inversnya!
a.
Jika Denpasar terletak di pulau Jawa
maka Surabaya Ibu Kota provinsi Jawa Timur
b.
Jika 5 adalah suatu faktor prima dari 30
maka 30 adalah kelipatan dari 5.
Jawab:
a.
Nilai kebenaran dari implikasi itu
adalah B. Inversnya adalah “Jika Denpasar tidak terletak di pulau Jawa maka
Surabaya bukan Ibu Kota provinsi Jawa Timur” bernilai S.
b.
Nilai kebenaran dari implikasi itu
adalah B. Inversnya adalah “Jika 5 bukan faktor prima dari 30 maka 30 bukan
kelipatan dari 5” bernilai B.
Dari suatu implikasi,
selain dapat dibentuk konvers dan inversnya, dapat pula dibentuk implikasi baru
yang lain. Yaitu pendahulu dan pengikutnya dari implikasi yang diketahui
masing-masing dinegasikan dan selanjutnya ditukar tempatnya. Implikasi baru
yang terbentuk ini disebut Konrapositif dari implikasi yang diketahui.
Untuk memperjelas hal
ini, perhatikan contoh implikasi berikut ini.
“Jika Dita rajin
belajar maka Dita naik kelas. Misalkan, a : Dita rajin belajar, b : Dita naik
kelas.
Nagsi dari
pernyataan-pernyataan tersebut adalah
~a : Diat tidak rajin
belajar
~b : Dita tidak naik
kelas
Implikasi tersebut
dapat ditulis dengan lambing “a Þ b”, kontrapositif
dari implikasi ini adalah ~b Þ ~a, yaitu “Jika Dita naik kelas maka
Dita tidak rajin belajar”.
Kontrapositif dari “a Þ b” adalah ~b Þ ~a
|
Contoh 12.
Tentukan nilai
kebenaran dari implikasi-implikasi berikut ini. Tentukan pula kontrapositif dan
nilai kebenaran dari kontrapositif dari:
a.
Jika 6 suatu bilangan prima maka 15
terbagi habis oleh 6
b.
Jika Jakarta Ibu Kota RI maka Medan
terletak di Irian Jaya
Jawab:
a.
Implikasi itu bernilai B karena baik
pendahulu maupun pengikutnya, masing-masing bernilai S. Kontarpositifnya adalah
“jika 15 tidak terbagi habis oleh 6 maka 6 bukan suatu bilangan prima” dan
mempunyai nilai kebenaran B
b.
Implikais bernilai S karena pendahulu
bernilai B dan pengikutnya bernilai S. Kontrapositifnya adalah “jika Medan
tidak terletak di Irian Jaya maka Jakarta buka Ibu Kota RI dan mempunyai nilai
kebenaran S.
Dari contoh-contoh ini
tampak bahwa nilai kebenaran dari suatu implikasi selalu sama dengan nilai
kebenaran dari kontrapositif. Untuk menyakinkan simpulan ini, kita dapat
menyusun table nilai kebenarannya.
Tabel 7. Hasil
kebenaran dari kontrapositif dari implikasi
a
|
b
|
~a
|
~b
|
a
Þ
b
|
~b
Þ
~a
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
Tampak pada Tabel 7 ini
bahwa urutan nilai kebenaran dari implikasi “a Þ b”
kontrapositifnya, yaitu “ ~b Þ ~a”.
(a Þ
b) = (~b Þ
~a)
|
Nilai kebenaran dari suatu implikasi sama dengan
nilai kebenaran dari kontrapositifnya
|
Contoh 13.
Tentukan konvers,
invers, dan kontrapositif dari implikasi berikut ini!
a.
~p Þ q
b.
p Þ ~q
c.
~p Þ ~q
d.
a Þ ~(b Ù
c)
e.
~a Þ ~(b Ú
c)
Jawab:
|
Konvers
|
Invers
|
Kontrapositif
|
A
|
q
Þ
~p
|
p Þ ~q
|
~q
Þ
p
|
B
|
~q
Þ
p
|
~p Þ q
|
q
Þ
~p
|
C
|
~q
Þ
~p
|
p
Þ
q
|
q
Þ
p
|
D
|
~(b
Ù
c) Þ
a
|
~a
Þ
(b Ù
c)
|
(b
Ù
c) Þ
~a
|
E
|
~(b
Ú
c) Þ
~a
|
a
Þ
(b Ú
c)
|
(b
Ú
c) Þ
a
|
7.
Biimplikasi
Perhatikan
implikasi “a Þ
b” dan konversnya “b Þ a”. Dibentuk konjungsi antara implikasi
dan konversnya tersebut, yaitu “(a Þ b) Ù
(b Þ
a)”. Kita akan menetukan nilai kebenaran konjungsi ini jika diketahui
nilai-nilai kebenaran dari a dan b dengan menyusun table nilai kebenaran
sebagai berikut.
Tabel
8. Nilai kebenaran dari a dan b
a
|
b
|
a Þ
b
|
b Þ
a
|
(a Þ
b) Ù
(b Þ
a)
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
Memperhatikan
nilai-nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù (b Þ
a)” dan nilai-nilai kebenaran “a” dan “b” pada Tabel 8 kita dapat menyimpulkan
bahwa nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù (b Þ
a)” hanya B apabila nilai kebenaran “a” sama dengan nilai “b” , dan bernilai S
apabila nilai-nilai kebenaran “a” dan “b” berbeda.
Selanjutnya
konjungsi “(a Þ
b) Ù
(b Þ
a)” ditulis secara singkat menjadi “a Û b”. (dibaca “a
jika dan hanya jika b”)
dan
disebut biimplikasi dari a dan b.
(a Þ
b) Ù
(b Þ
a) = a Û
b
|
Oleh
karena itu, nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù
(b Þ
a)” sama dengan nilai kebenaran dari ”a Û b”, yaitu
Nilai
kebenaran dari “a Û b” adalah B, hanya apabila nilai
kebenaran dari a sama dengan nilai kebenaran dari b, [dan bernilai S, apabila
nilai kebenaran a berlainan dengan nilai kebenaran dengan b].
|
Nilai
kebenaran dari “a Û b” dapat disusun dalam table kebenaran
sebagai berikut.
Tabel 9. Nilai
kebenaran biimplikasi
a
|
B
|
a
Û
b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
Catatan:
“jika dan hanya jika” disingkat dengan “jhj”
Contoh
14.
Tentukan
nilai kebenaran dari biimplikasi berikut ini!
a.
8 + 7 = 15 jika dan hanya jika 15 >
2 + 8
b.
7 membagi habis 15 jika dan hanya jika 7
suatu bilangan prima
Jawab:
a.
B
b.
S
8.
Negasi dari suatu biimplikasi
Perhatikan
contoh biimplikasi “7 suatu bilangan prima jhj 7 membagi habis 42”. Biimplikasi
ini bernilai B karena dua pernyataan tunggalnya masing-masing bernilai B.
Apabila masing-masing pernyataan tunggal tersebut dinegasi dan dibentuk
biimplikasi baru, yaitu “7 bukan suatu bilangan prima jhj 7 tidak membagi habis
42” maka biimplikasi baru ini bernilai B pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
biimplikasi baru ini bukan negasi dari biimplikasi semula. Mengapa?
Jika
biimplikasi semula dinyatakan sebagai “a Û b” maka “~(a Û
b) buka “~a Û
~b”.
Apakah
negasi dari “a Û b”?
Biimplikasi
“a Û
b” adalah singkatan dari “(a Þ b) Ù (b Þ
a)” maka
~(a
Û
b) = ~[( a Þ
b) Ù
(b Þ
a)]
= ~(a Þ
b) Ú
~(b Þ
a) (negasi konjungsi)
= (a Ù
~b) Ú
(b Ù
~a) (negasi implikasi)
~(a
Û
b) = (a Ù
~b) Ú
(b Ù
~a)
|
Untuk
menyakinkan kebenaran dari penjabaran di atas, kita periksa dengan table
kebenaran berikut ini.
Tabel
10. Nilai kebenaran Negasi Biimplikasi
a
|
b
|
~a
|
~b
|
a
Û
b
|
a Ù
~b
|
b Ù ~a
|
~(a Û
b)
|
(a Ù
~b) Ú
(b Ù
~a)
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
Tampak pada Tabel 10
bahwa urutan nilai kebenaran dari ~(a Û b) sama dengan
urutan nilai kebenaran dari (a Ù ~b) Ú (b Ù
~a),
Contoh 15.
Tuliskan negasi dari
biimplikasi berikut ini.
a.
7 suatu bilangan prima jhj 7 membagi
habis 42
b.
Amin dibelikan sepeda jhj Amin tidak
nakal
Jawab:
a.
7 suatu bilangan prima dan 7 tidak
membagi habis 42, atau 7 membagi habis 42 dan 7 bukan bilangan prima.
b.
Amin dibelikan sepeda dan Amin nakal
atau Amin tidak nakal dan Amin tidak dibelikan sepeda.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di
atas, silahkan Anda kerjakan latihan berikut ini!
1.
Diketahui bahwa a = Siti sedang belajar,
dan b = Ani sedang memasak. Notasikan kalimat berikut dengan a dan b.
a.
Siti sedang belajar hanya apabila Ani
sedang memasak
b.
Jika Siti sedang belajar maka Ani tidak
sedang memasak
c.
Ani tidak sedang memasak apabila Siti
sedang belajar
d.
Siti tidak sedang belajar jhj Ani sedang
memasak
2.
Jika pernyataan-pernyataan a, b, dan c
berturut-turut mempunyai nilai kebenaran B, S, dan B, tentukan nilai kebenaran
dari pernyataan majemuk berikut ini!
a.
a Þ b
b.
a Þ (b Ù
c)
c.
b Þ ~c
d.
~a Þ b
e.
a Þ (b Ú
c)
f.
~(a Ù c) Þ
b
g.
~b Û (a Ù
c)
h.
(a Ú b) Û
c
Tentukan pula
pernyataan majemuk yang merupakan negasi dari pernyataan majemuk tersebut!
3.
Diketahui bahwa implikasi “p Þ
q” bernilai S. Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan berikut ini!
a.
~p Þ q
b.
p Þ ~q
c.
q Þ p
d.
(p Ù q) Þ
~q
e.
p Þ (p Ú
~q)
f.
~p Û q
g.
q Û (p Ù
~p)
h.
(p Ù q) Þ
q
4.
Tuliskan negasi, konvers, invers, dan
kontrapositif dari implikasi berikut ini dan tentukan nilai kebenaran
masing-masing?
a.
Apabila 10 suatu bilangan prima maka 10
membagi habis 30
b.
Segi empat adalah suatu persegi hanya
apabila diagonal segi empat itu sama panjang
c.
Jika sisi-sisi yang berdekatan dari
suatu segi empat sama panjang maka segi empat itu adalah belah ketupat.
5.
Buatlah table nilai kebenaran dari
pernyataan –pernyataan majemuk berikut ini!
a.
[(p Þ q) Ù
~q] Þ
~p
b.
[(p Þ q) Ù
~p] Þ
q
c.
[(p Þ q) Ù
(q Þ
r)] Þ
(p Þ
r)
ARGUMEN
A.
Tautologi
Perhatikan
contoh berikut ini!
”Adi
mempunyai sepeda atau Adi tidak mempunyai sepeda”. Pertanyaan majemuk ini
bernilai B (benar), untuk setiap nilai kebenaran dari pernyataan tunggalnya.
Misalnya,
a : ”Adi mempunyai sepeda”, bernilai B
b : ”Adi tidak mempunyai
sepeda”, bernilai S
maka, a Ú ~a bernilai B.
Begitu
pula apabila ”a” bernilai S maka ”~a” bernilai B sehingga ” a Ú ~a” bernilai B.
Pernyataan majemuk yang selalu bernilai B untuk setiap nilai kebenaran dari
pernyataan-pernyataan tunggalnya seperti itu disebut tautologi.
Contoh
”Jika
Siti naik kelas dan Siti tidak naik kelas maka Siti dibelikan sepeda”.
Misalnya,
p : Siti naik kelas
q : Siti tidak naik kelas
r : Siti dibelikan sepeda
pernyataan
majemuk tersebut dapat dinyatakan dengan lambang: (p Ù ~p) Þ q.
Untuk
menunjukan bahwa pernyataan majemuk ini suatu tautologi disusun tabel
kebenarannya.
Tabel
11. Nilai kebenaran (p Ù ~p) Þ q
P
|
Q
|
~p
|
p Ù ~p
|
(p Ù ~p) Þ q
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
Tampak
pada tabel 11 bahwa pada kolom terakhir nilai kebenaran selalu B, jadi pernyataan
tersebut merupakan suatu tautologi.
Tautologi adalah suatu
pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar, untuk setiap perangkat nilai
kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggal.
|
Berikut ini akan kita pelajari tautologi-tautologi
yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan argumen yang valid (absah).
B. Argumen Valid dan Invalid
Argumen
adalah rangkaian kalimat-kalimat. Semua kaliamat-kalimat tersebut kecuali yang
terakhir disebut hipotesa ( atau asumsi/premise). Kalimat terakhir disebut kesimpulan.
Secara umum, hipotesa dan kesimpulan dapat digambarkan
sebagai berikut :
p1
p2
p3
...
pn
-----------------
q } kesimpulan
(tanda q
dibaca ` jadi q `)
Suatu argumen dikatakan valid
apabila untuk sembarang pernyataan yang disubsitusikan kedalam hipotesa, jika semua
hipotesa tersebut benar, maka kesimpulan juga benar. Sebaliknya meskipun semua
hipotesa benar tetapi ada kesimpulan yang salah, maka argumen tersebut
dikatakan invalid.
Kalau suatu argumen dan
semua hipotesanya bernilai benar maka kebenaran nilai konklusi dikatakan
sebagai ”dinferensikan (diturunkan) dari kebenaran hipotesa”.
Untuk mengecek apakah
suatu argumen merupakan kalimat yang valid, dapat dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1.
Tentukan hipotesa dan kesimpulan kalimat.
2.
Buat tabel yang merupakan nilai kebenaran untuk semua
hipotesa dan kesimpulan.
3.
Carilah baris kritis, yaitu baris di mana semua hipotesa bernilai
benar.
4.
Dalam baris kritis tersebut, jika semua nilai bernilai
benar, maka argumen
itu valid. Jika diantara baris kritis
tersebut ada baris dengan nilai kesimpulan yang salah, maka argumen itu
invalid.
Contoh
Tentukan apakah argumen ini valid / invalid
a. p Ú ( q Ú r ) b. p → ( q Ú ~ r )
~ r q →
( p Ù r )
---------------- --------------------
p Ú q p → r
Penyelesaian
:
a.
Ada 2
hipotesa masing-masing p Ú ( q Ú r ) dan
~ r. Kesimpulannya adalah p Ú q. Tabel kebenaran hipotesa-hipotesa dan
kesimpulan adalah :
Baris ke
|
p
|
q
|
R
|
q Ú r
|
p Ú (q Ú r)
|
~ r
|
p Ú q
|
1
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
2
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
3
|
B
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
4
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
5
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
6
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
7
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
8
|
S
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
Baris
kritis adalah baris 2, 4, 6 (baris yang semua hipotesanya bernilai B. Pada
baris-baris tersebut kesimpulannya juga bernilai B. Maka argumen tersebut valid.
b.
Hipotesa
adalah p → ( q Ú ~ r ) dan q → ( p Ù r ). Konklusinya adalah p → r, tabel
kebenarannya adalah
Baris ke
|
p
|
q
|
R
|
~ r
|
q Ú ~r
|
p Ù r
|
p →(q Ú ~r)
|
q →(p Ù q)
|
p → r
|
1
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
2
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
F
|
B
|
S
|
S
|
3
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
T
|
S
|
B
|
B
|
4
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
5
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
6
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
7
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
8
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
B
|
Baris kritis adalah baris 1, 4, 7, dan 8. Pada
baris ke 4 (baris kritis) nilai konklusinya adalah S, maka argumen tersebut invalid.
Metode-Metode Inferensi
Metode Inferensi yaitu teknik untuk menurunkan
kesimpulan berdasarkan hipotesa yang ada, tanpa harus menggunakan tabel
kebenaran.
Ada delapan bentuk inferensi adalah:
No
|
Aturan
|
Bentuk Argumen
|
1
|
Modus Ponens
|
p → q
p
--------
q
|
2
|
Modus Tollens
|
p → q
~ q
--------
~ p
|
3
|
Penambahan Disjangtif
|
p q ------- ------- p Ú q p Ú q
|
4
|
Penyederhanaan Konjungtif
|
p
Ù q p
Ù q
------ ------
p q
|
5
|
Silogisme Disjungtif
|
p
Ú q p
Ú q
~ p ~ q
------- -------
q p
|
6
|
Silogisme Hipotesis
|
p → q
q → r
--------
p → r
|
7
|
Dilema
|
p
Ú q
p
→ r
q
→ r
---------
R
|
8
|
Konjungsi
|
P
q
-------
p Ù q
|
Contoh :
Pada suatu hari, anda hendak pergi ke kampus
dan baru sadar bahwa anda tidak memakai kacamata. Setelah mengingat-ingat, ada
beberapa fakta yang anda pastikan kebenarannya :
Jika kacamata ada di meja dapur, maka aku
pasti sudah melihatnya ketika sarapan pagi
a. Aku membaca koran di ruang
tamu atau aku membacanya di dapur
b. Jika aku membaca koran di
ruang tamu, maka pastilah kacamata kuletakkan di meja tamu
c. Aku tidak melihat
kacamataku pada waktu sarapan pagi
d. Jika aku membaca buku di
ranjang, maka kacamata kuletakkan di meja samping ranjang
e. Jika aku membaca korang di
dapur, maka kacamataku ada di meja dapur
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, tentukan di
mana letak kacamata tersebut !
Penyelesaian :
Untuk memudahkan pemahaman dan penggunaan
hukum-hukum inferensi, maka kalimat – kalimat tersebut lebih dahulu dinyatakan
dalam simbol-simbol logika misalnya :
p : Kacamata ada di meja dapur
q : Aku melihat kacamataku ketika sarapan pagi
r : Aku membaca koran di ruang tamu
s : Aku membaca koran di dapur
t : Kacamata kuletakkan di meja tamu
u : Aku membaca buku di ranjang
W : Kacamata kuletakan dimeja sampan ranjang
Dengan simbol-simbol tersebut maka fakta-fakta
di atas dapat ditulis sebagai berikut :
(a)
p → q
(b)
r Ú s
(c)
r → t
(d)
~ q
(e)
u → w
(f)
s → p
Inferensi yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
1.
p → q fakta
(a)
~ q fakta (d)
--------
~ p dengan
Modus Tollen
2.
s → p fakta
(f)
~ p kesimpulan dari 1
---------
~ s dengan Modus Tollen
3.
r Ú s fakta (b)
~ s kesimpulan 2
---------
r dengan Silogisme
Disjungtif
4.
r → t fakta (c)
r kesimpulan
3
---------
t dengan Modus Ponen
Kesimpulan : Kacamata ada di meja tamu
Perhatikan bahwa untuk mencapai kesimpulan
akhir, tidak semua fakta dipergunakan. Dalam contoh fakta (e) tidak digunakan.
Hal ini tidak menjadi masalah selama penurunan dilakukan dengan menggunakan
metode inferensi yang benar.
Latihan
1.
Pernyataan-pernyataan berikut ini, manakah yang merupakan
tautologi? Periksalah jawaban Anda dengan menyusun tabel nilai kebenaran dari
tiap-tiap pernyataan itu!
a.
(p Ù q) Þ p
b.
(p Ú q) Þ q
c.
[(~p Þ q) Ù ~q] Þ p
d.
[(~p Þ ~q) Ù ~q] Þ ~q
e.
[(p Þ ~q) Ù q] Þ ~p
2.
Argumen-argumen berikut ini valid atau tidak valid. Jika
argumen valid, tunjukkan jenis argumen manakah yang digunakan! Tunjukkanlah,
jika tidak valid!
a.
Jika sepatuku rusak maka saya diantar ke sekolah oleh
ibu. Ternyata sepedaku tidak rusak.
Jadi,
saya tidak diantar ke sekolah oleh ibu
b.
Jika saya tidak pergi ke sekolah maka saya membantu orang
tua. Saya tidak membantu orang tua.
Jadi,
saya pergi ke sekolah
c.
Jika hari ini turun hujan maka petani tidak panen
tembakau. Ternyata hari ini turun hujan.
Jadi,
petani tidak panen tembakau
d.
Dina pergi ke sekolah atau Dina pergi ke pasar. Ternyata
Dina tidak pergi ke pasar.
Jadi,
Dina pergi ke sekolah
e.
Jika Edi sakit maka Edi tidak bekerja
Jika Edi
tidak bekerja maka Edi tidak memperoleh gaji
Jadi,
jika Edi sakit maka Edi tidak memperoleh gaji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar