Kamis, 04 Juni 2015

PENGERTIAN LOGIKA MATEMATIKA



BAB II
LOGIKA

PENGERTIAN LOGIKA DAN PERNYATAAN
Kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli merupakan hal yang sangat menentukan reputasi mereka. Untuk mendapatkan hal tersebut, mereka akan berusaha untuk mengaitkan suatu fakta atau data dengan fakta atau data lainnya melalui suatu proses penalaran yang sahih atau valid. Sebagai akibatnya, logika merupakan ilmu yang sangat penting dipelajari. Di dalam mata pelajaran matematika maupun IPA, aplikasi logika seringkali ditemukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar logika. Bagian ini akan membahas tentang logika yang didahului dengan pengertian penalaran, diikuti dengan pernyataan, perakit-perakit pembentuk: negasi, konjuksi, disjungsi, implikasi, dan biimpilkasi.

A.      PENGERTIAN LOGIKA
Ada pernyatan menarik yang dikemukakan mantan Presiden AS Thomas Jefferson sebagaimana dikutip Copi (1978) berikut ini: “In a rpublican nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of reasoning becames of first importance” (p.vii). Pernyataan itu menunjukkan pentingnya logika, penalaran dan argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu Negara sehingga setiap warga Negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya dengan kekuatan (otot) saja. Karenanya, seperti yang dinyatakan mantan Presiden AS tadi, seni bernalar merupakan hal yang sangat penting. Di samping itu, Copi (1978) juga mengutip pendapat Juliana Geran Pilon yang senada dengan ucapan mantan Presiden AS tadi: “Civilized life depends upon the success of reason in socil intercourse, the prevalence og logic over violence in interpersonal conflict” (p.vii).
Dua pernyataan di atas telah menunjukkan pentingnya penalaran (reasoning) dalam percaturan politik dan pemerintahan di suatu Negara. Tidak hanya di bidang ketatanegaraan maupun hokum saja kemampuan bernalar itu menjadi penting. Di saat mempelajari matematika maupun ilmu-ilmu lainnya penalaran itu menjadi sangat penting dan menentukan. Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani ‘logos’ yang berarti kata, ucapan, pikiran secara utuh, atau bias juga berarti ilmu pengetahuan (Kusumah, 1986). Dalam arti luas, logika adalah suatu cabang ilmu yang mengakji penurunan-penurunan kesimpulan yang sahih (valid, correct) dan yang tidak sahih (tidak valid, incorrect). Proses berpikir yang terjadi di saat menurunkan atau menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang diketahui benar atau dianggap benar itu sering juga disebut dengan penalaran (reasoning).

B.       PERNYATAAN
Dimulai sejak ia masih kecil, etiap manusia, sedikit demi sedikit melengkapi perbendaharaan kata-katanya. Di saat berkomunikasi, seseorang harus menyusun kata-kata yang dimiliki arti atau bermakna. Kalimat adalah susunan kata-kata uyang memiliki arti yang dapat berupa pernyataan (“Pintu itu tertutup”), pertanyaan (“Apakah pintu itu tertutup?”), perintah (“Tutup pintu itu!”) ataupun permintaan (“Tolong pintunya ditutup”). Dari empat macam kalimat tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai benar atau salah, tetapi tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan, matematikawan ataupun ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam kalimat tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, namun hanya pernyatan saja yang menjadi perhatian mereka dalam mengembangkan ilmunya.
Setiap ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli l;ainya akan beruasaha untukn mengahsilkan suatu pernyataan atau teori yang benar. Suatu pernyatan (termasuk teori) tidak aka nada artinya jika tidak bernilai benar. Karenanya, pembicaraan mengenai benar tidaknya suatu kalimat yang memuat suatu teori telah menjai pembicaraan dan perdebatan para hli filsafat dan logika dahulu kala. Beberapa nama yang patut diperhitungkan karena telah berjasa untuk kita adala Plato (427 – 347  SM), Aristolteles (384 – 322 SM), Charles S Peirce (1839 – 1914) dan Bertrand Russell (1872 – 1970). Paparan berikut akan membicarakan tentang kebenaran, dalam arti, bilamana suatu pernyataan yang dimuat di dalam suatu kalimat disebut benar dan bilamana disebut salah. Untuk menjelaskan tentang criteria kebenaran ini perhatikan dua kalimat berikut.
a.    Semua manusia akan mati
b.    Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o.
Pertanyaannya, dari dua kalimat tersebut manakah yang bernilai benar dan manakah yang ebrnilai salah. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kalimat tersebut dikategorikan bernilai benar atau salah, dan bilamana suatu kalimat dikategorikan sebagai kalimat yang bernilai benar atau salah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Suriasumantri (1988) menyatakan  bahwa ada tiga teori yang berkaitan dengan criteria kebenaran ini, yaitu teori korespondensi, teori koherensi, dan teori pragmatis. Namun sebagian buku hanya membicarakan dua teori saja, yaitu teori korespondensi dan teori koherensi sehingga pembicaraan kita hanya berkaitan denga dua teori tersebut.
1.        Teori Korespondensi
Teori korespondensi (the correspondence theory of truth) menunjukkan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan tersebut sesuai atau cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Contohnya, “Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur” merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang demikian, yaitu Surabaya memang benar merupakan ibukota Propinsi Jawa Timur. Namun pernyataan “Tokyo adalah Ibukota Singapura”, menurut teori akan bernilai salah karena hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Teori-teori Ilmu Pengetahuan Alam banyak didasarkan pada teori korespondensi ini. Dengan demikian jelaskan bahwa teori-teori atau pernyataan-pernyataan Ilmu Pengetahuan Alam akan dinilai benar jika pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan, ataupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Sedangkan Matematika yang tidak hanya mendasarkan pada kenyataan atau fakta semata-mata namun mendasarkan pada rasio dan aksioma telah melahirkan teori koherensi yang akan dibahas pada bagian berikut ini.
2.        Teori Koherensi
Teori koherensi menyatakan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika pernyataan yang terkandung di dalam kalimat itu bersifat koheren, konsisten, atau tidak bertentangan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada pernyataan pangkal yang dianggap benar. Pernyataan yang dianggap benaritu disebut aksioma atau postulat.
Vance (19…) menyatakan ada enam aksioma yang berkait dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (´) berlaku sifat:
a.       Tertutup, a + b Î Â dan a ´ b Î Â
b.      Asosiatif, a + (b + c) = (a + b) + c dan a ´ (b ´ c) = (a ´ b) ´ c
c.       Komutatif, a + b = b + a dan a ´ b = b ´ a
d.      Distributive, a ´ (b + c) = (a ´ b) + (a ´ c) dan (b + c) ´ a = (b ´ a) + (c ´ a)
e.       Identitas, a + 0 = 0 + a = a dan a ´ 1 = 1 ´ a = a
f.       Invers, a + (-a) = (-a) + a = 0 dan
Berdasarkan enam aksioma itu, teorema seperti –b + (a + b) = a dapat dibuktikan dengan cara sebagai berikut:
-b + (a + b) = -b + (b + a)                    Aks 3 – Komutatif
                                          = (-b + b) + a                     Aks 2 – Asosiatif
                                          = 0 + a                               Aks 6 – Invers
                                         = a                                      Aks 5 – Identitas
Demikian juga pernyataan bahwa jumlah sudut-sudut suatu segi-n adalah (n – 2) ´ 1800 akan bernilai benar karena konsisten dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Dengan demikian jelaslah bahwa bangunan matematika didasarkan pada rasio semata-mata, kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi. Suatu hal yang sudah jelas benarpun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah yang benar.
Dari paparan di atas jelaslah bahwa pada dua pernyataan berikut.
a.       Semua manusia mati
b.      Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800.
Maka baik pernyataan a) maupun b) akan sama-sama bernilai benar, namun dengan alas an yang berbeda. Pernyataan a) bernilai benar karena pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan maupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Sampai detik ini, belumpernah ada orang yang hidup kekal dan abadi. Pernyataan a) tersebut akan bernilai salah jika sudah ditemukan suatu alat atau obat yang sangat canggih sehingga aka nada orang yang tidak bias mati lagi. Sedangkan pernyataan b) bernilai benar karena pernyataan itu konsisten atau koheren ataupun tidak bertentangan dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Itulah sekilas tentang teori korespondensi dan teori koherensi yang memungkinkan kita untuk dapat menentukan benar tidaknya suatu pernyataan.

Latihan
1.      Manakah diantara kalimat berikut yang merupakan pernyataan?
a.       Pohon pinus merupakan pohon yang berakar serabut.
b.      Tadi pagi Fahmi bertanya: “Pak Guru kapan ulangan?”
c.       AIDs/HIV merupakan penyakit kelamin.
d.      X adalah hewan yang berkaki empat.
2.      Andi berbohong pada hari senin, selasa, dan rabu, sedangkan pada hari-hari yang lain ia berkata benar. Teman karibnya, si Badu berbohong pada hari kamis, jum’at, dan sabtu, sedangkan pada hari-hari yang lainnya ia berkata benar. Pada suatu hari, Andi berkata “Kemarin adalah hari di mana saya berbohong”. Badu lalu menimpali: “Kemarin adalah hari di mana saya berbohong juga”.
a.       Pada hari-hari apakah mereka berdua dapat menyatakan hal itu
b.      Jika mereka berdua sama-sama menyatkan bahwa hari kemarin adalah hari di mana mereka berkata benar, pada hari-hari apakah mereka berdua dapat menyatakan hal itu?
3.      Pada suatu rumah makan, ANDI seorang SOPIR sedang duduk mengelilingi meja berbentuk persegi denagn tiga orang temannya. Ketiga teman Andi tersebut bekerja sebagai KELASI, PILOT, dan MARKONIS. Tentukankan pekerjaan Budi jika: Andi duduk disebelah kiri CHANDRA, BUDI duduk di sebelah kanan kelasi, dan Dani yang duduk berhadapan dengan Chandra bukanlah seorang pilot.
4.      Ada tiga orang siswa yaitu TONI, DIDI, dan Hory. Ditentukan bahwa:
a.       Toni tidak pernah berbohong. Didi kadang-kadang berbohong. Sedangkan Hory selalu berbohong.
b.      Mereka memakai kaos HIJAU, KUNING, dan MERAH.
c.       Siswa yang memakai kaos kuning, menyatakan bahwa siswa yang berkaos merah adalah Hory.
d.      Siswa yang memakai kaos merah, menyatakan bahwa dirinya Didi.
e.       Siswa terakhir yang memakai kaos hijau, menyatakan bahwa siswa yang berkaos merah adalah Toni.
Berdasarkan keterangan di atas, tentukan warna kaos yang dipakai tiap siswa.



Logika merupakan salah satu bidang ilmu yang mengkaji prinsip-prinsip penalaran yang betul dan penarikan kesimpulan yang absah, baik yang bersifat deduktif maupun yang bersifat induktif. Logika merumuskan hokum-hukum yang dapat digunakan sebagai alat untuk menilai apakah hasil suatu pemikiran betul/abash. Hokum-hukum itu akan dikenakan pada proses pemikiran itu sendiri. Kita dapat memperbaiki cara berpikir dengan jalan mempelajari logika dalam rangka menertibkan cara berpikir.

A.        Pernyataan dan Negasinya
Perhatikan contoh-contoh kalimat berikut ini.
a.       Sebuah segi empat mempunyai empat sisi
b.      Ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Mataram
c.       9 adalah suatu bilangan prima
d.      12 kurang dari 8
Kita dapat menetukan nilai kebenaran (benar atau salah) dari kalimat-kalimat tersebut. Kalimat-kalimat (a) dan (b) bernilai benar, sedangkan kalimat-kalimat (c) dan (d) bernilai salah. Kalimat yang mempunyai nilai benar saja atau nilai salah saja adalah kelimat yang menerangkan (kalimat deklaratif). Kalimat yang menerangkan inilah yang disebut pernyataan.
           
Pernyataan adalah kalimat yang bernilai benar atau bernilai salah, tetapi tidak sekaligus
bernilai kedua-duanya.

Kalimat yang tidak dapat ditemukan nilai kenbenarannya tidak merupakan pernyataan. Contoh-contoh berikut ini adalah kalimat yang bukan pernyataan.
a.       Apakah Siti berada dirumahmu? (kalimat Tanya)
b.      Alangkah indahnya lukisan ini (kalimat yang mengungkapkan suatu perasaan)
c.       Tutuplah pintu itu! (kalimat perintah)
d.      Semoga Anda lekas sembuh (kalimat harapan)
Kalimat-kalimat tersebut tidak bernilai benar dan juga tidak  bernilai salah. Kalimat-kalimat seperti ini tidak dibicarakan dalam buku ini. Kalimat yang dibicarakan dalam buku ini adalah kalimat yang merupakan pernyataan.
Selanjutnya untuk menyingkat penulisan maka suatu pernyataan diberi lambing (symbol) dengan huruf alphabet kecil: a, b, c, … atau lainnya. Sedangkan untuk nilai Benar dan Salah berturut-turut disingkat dengan B dan S.
Contoh 1.
1.         “sebuah segi tiga mempunyai tiga sisi” diberi lambang  “a”.
2.         “9 adalah suatu bilangan prima” diberi lambang “b”.
3.         “15 terbagi habis oleh 3” diberi lambang  “p”.

Pada contoh  ini, pernyataan a bernilai B (benar), pernyataan b bernilai S (salah) dan pernyataan  p bernilai B (benar). Perhatikan pada contoh (2) tersebut, “b” menyatakan “9 adalah suatu bilangan prima”, dan pernyataan “b” ini bernilai S. sedangkan pernyataan “9 bukan suatu bilangan prima” bernilai B. Dikatakan bahwa pernyataan “9 bukan suatu bilangan prima” merupakan negasi (sangkalan/ingkaran) dari pernyataan “9 adalah suatu bilangan prima”. Selanjutnya “negasi dari b” dilambangkan “~b”. pada contoh (3) di atas, “p” menyatakan “15 terbagi habis oleh 3” maka ‘~p: menyatakan “15 tidak terbagi habis oleh 3”. Tampak bahwa “p” bernilai B dan “~p” bernilai S.

Negasi suatu pernyataan adalah suatu pernyataan yang bernilai salah apabila pernyataan semula bernilai benar, dan bernilai benar apabila pernyataan semula bernilai benar.


Contoh 2.
1.         Apabila “a” menyatakan “Tembok itu berwarna putih” maka “~a” adalah “Tembok itu tidak berwarna putih”. Dapat juga dikatakan “Tidaklah benar tembok itu berwarna putih”.
2.         Jika “d” menyatakan “Ida suka mangga” maka “~d” menyatakan “Ida tidak suka mangga”.
3.         Jika “p” melambangkan “Siti lebih tinggi dari Ani” maka “~p: menyatakan “Siti tidak lebih tinggi daripada Ani”.

Pada conto (1)  tersebut, pernyataan “Tembok itu berwarna hitam” tidak merupakan ingkaran (negasi) dari “Tembok itu berwarna putih”. Sebab apabila kenyataannya “Tembok itu berwarna hijau” maka dua pernyataan tersebut bernilai salah. Demikian juga pada contoh (3), negasi dari “Siti lebih tinggi dari Ani” bukan “Siti lebih rendah dari Ani”. Sebab jika kenyataannya “Siti sama tinggi dengan Ani maka dua pernyataan terakhir tersebut semuanya bernilai salah.
Pernyataan dan negasinya mempunyai nilai-nilai kebenaran yang selalu berbeda, artinya jika pernyataannya bernilai B maka negasinya bernilai S dan sebaliknya jika pernyataan bernilai S maka negasinya bernilai B. hal ini dapat dibuat tabel sebagai berikut.
A
~a
~(~a)
B
S
B
S
B
S

B.        Pernyataan Majemuk
Pernyataan majemuk merupakan rangkaian dari dua pernyataan atau lebih dengan kata penghubung. Pernyataan-pernyataan yang dirangkai masing-masing disebut pernyataan tunggal. Kata penghubung yang dimaksud adalah “dan”, “atau”, “jika …. Maka …” dan “jika dan hanya jika”. Lambing kata-kata penghubung tersebut dapat dilihat pada daftar sebagai berikut.
Kata penghubung
Lambang
Dan
Ù
Atau
Ú
jika-maka
Þ
jika dan hanya jika
Û

1.         Konjungsi
Contoh: “7 adalah bilangan prima dan genap”
Pernyataan ini merupakan pernyataan majemuk karena pernyataan ini merupakan rangkaian dua pernyataan, yaitu “7 dalah bilangan prima” dan “7 adalah bilangan genap”. Jika pernyataan “7 adalah bilangan prima” diberi lambing “a” dan “7 adalah bilangan genap” diberi lambing “b” maka pernyataan majemuk itu dilambangkan dengan “a Ù b” (dibaca “a dan b”).
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung “dan” (“Ù”) disebut konjungsi. Nilai kebenaran dari suatu pernyatan majemuk tergantung dari nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya. Nilai kebenaran dari konjungsi dua pernyataan ditentukan dengan aturan sebagai berikut.
Konjungsi dua pernyataan a dan b (ditulis “a Ù b” dibaca “a dan b”) bernilai B (benar) hanya apabila dua pernyataan a dan b masing-masing bernilai B (benar) [dan untuk nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, “a Ù b” bernilai S (salah)].

Dengan memperhatikan bahwa “satu pernyataan mempunyai dua kemungkinana nilai (B atau S) maka aturan tersebut dapat dinyatakan dalam tabel nilai kebenaran sebagai berikut.
                             Tabel 1. Nilai kebenaran dari konjungsi
A
B
a Ù b
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
S

Contoh 3.
1.         a = Jakarta adalah Ibu Kota Negara RI. (B)
b = Bandung terletak di pulau Jawa. (B)
a Ù b = Jakarta adalah Ibu Kota Negara RI dan Bandung terletak di pulau Jawa. (B)
2.         p = 7 adalah bilangan prima. (B)
q = 7 adalah bilangan genap, (S)
p Ù q = 7 adalah bilangan prima dan 7 adalah bilangan genap. (S)
3.         m = 8 lebih dari 13. (S)
n = matahari terbit dari timur. (B)
m Ù n = 8 lebih dari 13 dan matahari terbit dari timur. (S)
4.         c = seekor lembu berkaki seribu. (S)
d = 13 habis dibagi 4. (S)
c Ù d = seekor lembu berkaki seribu dan 13 habis dibagi 4. (S)

Perhatikan  bahwa nilai kebenaran dari konjungsi ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya dan tidak perlu memperhatikan ada tidaknya hubungan antara pernyataan-pernyataan tunggalnya.

2.      Disjungsi
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata penghubung “atau” (Ú) disebut disjungsi. Jika a dan b masing-masing pernyataan tunggal maka disjungsi a dan b ditulis “a Ú b” dan dibaca “a atau b”.
Misalnya  a = Amin pergi ke pasar, dan b = Amin bermain bola.
      a Ú b = amin pergi ke pasar atau Amin bermain bola
Nilai kebenaran dari disjungsi ditentukan oleh nilai-nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya dengan aturan berikut ini.

Disjungsi dua pernyataan a dan b (ditulis “a Ú b” dibaca “a atau b”) bernilai S hanya apabila dua pernyataan a dan b masing-masing bernilai S, [sedangkan  untuk nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, “a Ú b” bernilai B].

Sesuai dengan adanya dua kemungkinan bagi suatu pernyataan maka aturan tersebut dapat dinyatakan dalam tabel nilai kebenaran sebagai berikut.
                                          Tabel 2. Nilai kebenaran dari disjungsi
A
b
a Ú b
B
B
B
B
S
B
S
B
B
S
S
S

Aturan atau tabel nilai kebenaran tersebut dapat pula dikatakan sebagai berikut: Disjungsi dua pernyataan bernilai B apabila sekurang-kurangnya satu dari pernyataan-pernyataan tunggalnya bernilai B.
Contoh 4.
1.         a = Surabaya terletak di provinsi Jawa Timur. (B)
b = Satu minggu terdiri dari tujuh hari. (B)
a Ú b = Surabaya terletak di provinsi Jawa Timur atau Satu minggu terdiri dari tujuh hari. (B)
2.         u = 5 adalah bilangan prima. (B)
w = 18 terbagi habis oleh 8. (S)
u Ú w = 5 adalah bilangan prima atau 18 terbagi habis oleh 8. (B)
3.         k = sebuah segitiga mempunyai empat sisi. (S)
l = sebuah segiempat mempunyai lima diagonal. (S)
k Ú l = sebuah segitiga mempunyai empat sisi atau sebuah segiempat mempunyai lima diagonal. (S)

3.         Negasi dari Konjunggsi dan Disjungsi
Konjungsi dan Disjungsi masing-masing merupakan suatu pernyataan. Sehingga negasi dari konjungsi dan disjungsi mempunyai makna yang sama dengan negasi suatu pernyataan. Oleh karena itu, nilai kebenaran dari negasi konjungsi dan disjungsi, harus berpandu pada aturan tentang nilai kebenaran dari konjungsi dan disjungsi. Untuk menentukan negasi dari konjungsi dua pernyataan perhatikan tabel nilai kebenaran berikut ini.




Tabel 3. Nilai kebenaran negasi dari konjungsi
A
b
~a
~b
a Ù b
~(a Ù b)
~a Ú ~b
B
B
S
S
B
S
S
B
S
S
B
S
B
B
S
B
B
S
S
B
B
S
S
B
B
S
B
B
Kolom ke
1
2
3
4
5

Penyusunan tabel nilai kebenaran  di atas dilakukan sebagai berikut. Nilai kebenaran pada kolom ke-1, yaitu nilai kebenaran dari ~a menggunakan ketentuan negasi suatu pernyataan. Apabila a bernilai B maka ~a bernilai S dan sebaliknya. Demikian pula untuk nilai kebenaran pada kolom ke-2. Nilai kebenaran pada kolom ke-3, yaitu nilai kebenaran a Ù b diisi dengan menggunakan aturan nilai kebenaran konjungsi dua pernyataan a dan b. nilai kebenaran pada kolom ke-4 adalah negasi dari kolom ke-3. Sedangkan nilai kebenaran pada kolom ke-5 diturunkan dari kolom ke-1 dan ke-2 dengan menggunakan aturan disjungsi.
Tampak dalam tabel di atas bahwa urutan nilai kebenaran pada kolom ke-4 sama dengan urutan nilai kebenaran pada kolom ke-5. Maka, dapat disimpulkan bahwa:

~ ( a Ù b ) = ~ a Ú ~ b


Negasi dari konjungsi dua pernyataan sama dengan disjungsi dari negasi masing-masing pernyataan tunggalnya.

Contoh 5.
Tentukanlah negasi dari pernyataan-pernyataan  berikut ini
1.         Amin pergi ke toko dan Amin membeli buku (B)
2.         4 + 5 = 9 dan 9 adalah suatu bilangan prima
3.      7 lebih dari 5 dan 6 adalah bilangan komposit
Jawab:
1.         Amin tidak pergi ke toko atau  Amin tidak membeli buku (S)
2.         4 + 5 ¹ 9 atau 9 bukan suatu bilangan prima
3.         7 tidak lebih dari 5 atau 6 bukan bilangan komposit

Selanjutnya kita akan membicarakan negasi dari disjungsi dua pernyataan. Perhatikan contoh berikut ini.
Misalnya,
a = 8 adalah suatu bilangan prima (S)
~a = 8 bukan suatu bilangan prima (B)
b = 20 terbagi habis oleh 4 (B)
~b = 20 tidak terbagi habis oleh 4 (S)
Maka,
a Ú b                bernilai B, maka ~(a Ú b) bernilai salah
~a Ú ~b           bernilai B maka ~ (a Ú b) ¹ ~a Ú ~b
~a Ú ~b           bernilai S, dan nilai kebenaran dari ~(a Ú b) sama dengan nilai kebenaran dari ~a Ù ~b
Kesimpulan ini secara umum akan kita periksa dengan menyusun tabel nilai kebenarannya berikut.
Tabel 4. Nilai kebenaran negasi dari disjungsi.
a
b
~a
~b
a Ú b
~(a Ú b)
~a Ù ~b
B
B
S
S
B
S
S
B
S
S
B
B
S
S
S
B
B
S
B
S
S
S
S
B
B
S
B
B

Penentuan nilai-nilai kebenaran dalam tabel ini mirip penyusunan tabel 3, dimulai dari kolom ~a terus ke kanan hingga kolom ~a Ù ~b. Tampak bahwa pada tabel 4 bahwa urutan nilai-nilai kebenaran dari ~(a Ú b) sama dengan urutan nilai-nilai kebenaran dari ~a Ù ~b. Sehingga  dapat disimpulkan bahwa:


~(a Ú b) = ~a Ù ~b


Negasi dari disjungsi dua pernyataan sama dengan konjungsi dari negasi pernyataan-pernyataan tunggalnya.

Contoh 6.
Tentukanlah negasi dari disjungsi berikut dan tentukan nilai kebenaran dari negasi berikut
1.         Yogyakarta terletak di pulau Bali atau 4 + 7 = 11
2.         8 membagi habis 36 atau 8 lebih besar dari 13
3.         47 adalah salah satu bilangan prima atau 7 – 3 = 4
Jawab:
1.         Yogyakarta tidak terletak di pulau Bali dan 4 + 7 ¹ 11. (S)
2.         8 tidak membagi habis 36 dan 8 tidak lebih besar dari 13. (B)
3.         47 bukan salah satu bilangan prima dan 7 – 3 ¹ 4. (S)

4.      Implikasi dan Biimplikasi
Perhatikan contoh berikut ini!
“Jika Ani lulus ujian maka Ani diajak bertamasya”.
Kalimat ini merupakan pernyataan majemuk. Pernyataan-pernyataan tunggalnya adalah “Ani lulus ujian” dan “Ani diajak bertamasya”. Kata penghubung adalah “jika…. maka….”. pernyataan majemuk seperti ini disebut implikasi. Apabila pernyataan “Ani lulus ujian” dilambangkan dengan “a” dan “Ani diajak bertamasya”  dilambangkan dengan “b”, serta lambing untuk kata penghubung “jika….maka….” adalah “Þ”, selanjutnya pernyataan “jika Ani lulus ujian maka Ani diajak bertamasya” dilambangkan dengan
“a Þ b”
(dibaca “jika a maka b”)

Pada implikasi “a Þ b”, pernyataan tunggal “a” disebut pendahulu (antesendent) dan pernyataan “b” disebut pengikut (consequent). Nilai kebenaran suatu implikasi tergantung pada nilai kebenaran dari pendahulu dan pengikutnya, yaitu mengikuti aturan sebagai berikut.

Suatu implikasi bernilai S bahwa hanya apabila pendahulunya bernilai B dan pengikutnya bernilai S. (untuk nilai-nilai kebenaran pendahulu dan pengikutnya yang lain, implikasi itu bernilai B)

Apabila pendahulunya diberi lambing “a” dan pengikutnya diberi lambang “b” maka nilai kebenaran implikasi “a Þ b” dapat dinyatakan dalam tabel nilai kebenaran seperti berikut ini.
Tabel 5. Nilai kebenaran implikasi
a
B
a Þ b
B
B
B
B
S
S
S
B
B
S
S
B

Contoh 7.
1.      a = 9 adalah suatu bilangan kuadrat. (B)
b = 6 mempunyai dua factor prima. (B)
a Þ b = jika 9 adalah suatu bilangan kuadrat maka 6 mempunyai dua factor prima. (B)
2.      a = 9 adalah suatu bilangan kuadrat. (B)
b = Tuti adalah presiden RI. (S)
a Þ b = jika 9 adalah suatu bilangan kuadrat maka Tuti adalah presiden RI. (S)
3.      p = matahari terbit dari barat. (S)
q = Indosesia merdeka pada tahun 1945. (B)
p Þ q = jika matahari terbit dari barat maka Indonseia merdeka pada tahun 1945. (B)
4.      m = 5 lebih besar dari 9. (S)
n = 6 merupakan bilangan prima. (S)
m Þ n = jika 5 lebih besar dari 9 maka 6 merupakan bilangan prima. (S)
perhatikan lagi tabel 5 di atas. Pengikut “b” pada baris ke 1 dan baris ke 3 masing-masing bernilai B  dan nilai kebenaran dari implikasi “a Þ b” bernilai B pula meskipun pendahulu “a” bernilai B maupun S. hal ini dapat disimpulkan bahwa.

Apabila pengikut suatu implikasi bernilai B maka implikasi itu bernilai B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari pendahulunya.

Pada baris ke 3 dan ke 4 dari tabel 5 menyatakan bahwa pendahulu  “a”  bernilai S  dan  implikasi “a Þ b” bernilai B pula meskipun pengikut “b” bernilai B maupun S. Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
Apabila pendahulu suatu implikasi bernilai S maka implikasi itu bernilai B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran dari pengikutnya.

5.      Negasi suatu implikasi
Perhtikan implikasi berikut ini
“Jika 7 suatu bilangan prima maka 8 lebih besar dari 5”
Misalkan , a = 7 suatu bilangan prima (B)
                  b = 8 lebih besar dari 5 (B)
maka, implikasi “a Þ b” bernilai B
      ~a = 7 bukan suatu bilangan prima (S)
      ~b = 8 tidak lebih besar dari 5 (S)
maka implikasi “~a Þ ~b”  (B)
Karena “a Þ b” dan “~a Þ ~b” masing-masing bernilai B maka “~a Þ ~b” bukan negasi dari “a Þ b”.
Tabel 6. Untuk menentukan negasi dari suatu implikasi perhatikan tabel nilai kebenaran berikut ini
a
b
~b
a Þ b
~(a Þ b)
a Ù ~b
B
B
S
B
S
S
B
S
B
S
B
B
S
B
S
B
S
S
S
S
B
B
S
S

Tampak pada tabel bahwa urutan nilai kebenaran dari “~(a Þ b)” sama dengan urutan nilai kebenaran dari “a Ù ~b”. hal ini dapat dikatakan bahwa negasi dari suatu implikasi adalah suatu komjungsi dari pendahulu dan negasi pengikut implikasi itu

~(a Þ b) = a Ù ~b


Contoh 9.
Tuliskanlah negasi dari implikasi berikut.
1.      Jika siti tidak pergi ke Jakarta maka siti ikut kena musibah
2.      Jika amin belajar giat maka amin akan lulus ujian
3.      Jika guru rajin mengajar maka muridnya akan pandai

6.      Konvers, Invers dan Kontraposisi dari suatu implikasi
Perhatikan contoh implikasi berikut ini!
“Jika matahari terbit dari Barat maka Tutik lulus ujian”. Pendahulu implikasi ini adalah “matahari terbit dari Barat” dan pengikut “Tutik lulus ujian”. Kita dapat membentuk implikasi tersebut dengan menukarkan pendahulu dengan pengikutnya dan sebaliknya, yaitu
“Jika Tutik lulus ujian maka matahari terbit dari Barat”. Implikasi baru yang dibentuk dengan cara ini disebut Konvers dari implikasi semula. Jadi, jika diketahui implikasi “a  Þ b” maka konversnya adalah “b Þ a”.


Konvers dari “a  Þ b” adalah “b Þ a”


Contoh 10.
Tentukan konvers dari implikasi dan nilai kebenaran dari konversnya dari
a.       “Pinus merupakan tumbuhan yang berakar serabut maka kedelei tumbuhan yang monokotil”.
b.      “jika 7 membagi habis 15 maka 11 adalah suatu bilangan prima”.
Jawab:
a.       Pinus merupakan tumbuhan yang berakar serabut maka kedelei tumbuhan yang monokotil” adalah suatu implikais yang bernilai S. Konvers dari implikasi itu adalah “Jika kedelei tumbuhan yang monokotil maka Pinus merupakan tumbuhan yang berakar serabut”, dan bernilai B
b.      “jika 7 membagi habis 15 maka 11 adalah suatu bilangan prima” adalah suatu implikais yang bernilai B.  Konvers dari implikasi itu adalah “Jika 11 adalah suatu bilangan prima maka 7 membagi habis 15, dan bernilai S.

Suatu implikais, selain dapat dibentuk konversnya, dapat pula dibentuk implikasi baru lainnya. Perhatikan contoh implikasi berikut ini!
“Jika Ani dapat megendarai sepeda maka Ani mendapat hadiah”.
Misalnya,   a : Ani dapat mengendarai sepeda
                  b : Ani mendapat hadiah.
Negasi dari pernyataan-pernyataan itu adalah
~a : Ani tidak dapat mengendarai sepeda
~b : Ani tidak mendapat hadiah.
Implikasi baru yang ingin dibentuk “~a Þ ~b”, yaitu “ Jika Ani tidak dapat mengendarai sepeda  maka Ani tidak mendapat hadiah “. Implikasi baru ini disebut Invers dari implikasi semula.


Invers dari “a  Þ b” adalah “~a Þ ~b”


Contoh 11.
Tuliskan invers dari implikasi-implikasi berikut ini dan tentukan nilai kebenaran dari implikasi  dan inversnya!
a.       Jika Denpasar terletak di pulau Jawa maka Surabaya Ibu Kota provinsi Jawa Timur
b.      Jika 5 adalah suatu faktor prima dari 30 maka 30 adalah kelipatan dari 5.
Jawab:
a.       Nilai kebenaran dari implikasi itu adalah B. Inversnya adalah “Jika Denpasar tidak terletak di pulau Jawa maka Surabaya bukan Ibu Kota provinsi Jawa Timur” bernilai S.
b.      Nilai kebenaran dari implikasi itu adalah B. Inversnya adalah “Jika 5 bukan faktor prima dari 30 maka 30 bukan kelipatan dari 5” bernilai B.

Dari suatu implikasi, selain dapat dibentuk konvers dan inversnya, dapat pula dibentuk implikasi baru yang lain. Yaitu pendahulu dan pengikutnya dari implikasi yang diketahui masing-masing dinegasikan dan selanjutnya ditukar tempatnya. Implikasi baru yang terbentuk ini disebut Konrapositif dari implikasi yang diketahui.
Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh implikasi berikut ini.
“Jika Dita rajin belajar maka Dita naik kelas. Misalkan, a : Dita rajin belajar, b : Dita naik kelas.
Nagsi dari pernyataan-pernyataan tersebut adalah
~a : Diat tidak rajin belajar
~b : Dita tidak naik kelas
Implikasi tersebut dapat ditulis dengan lambing “a Þ b”, kontrapositif dari implikasi ini adalah ~b Þ ~a, yaitu “Jika Dita naik kelas maka Dita tidak rajin belajar”.


Kontrapositif  dari “a Þ b”  adalah ~b Þ ~a


Contoh 12.
Tentukan nilai kebenaran dari implikasi-implikasi berikut ini. Tentukan pula kontrapositif dan nilai kebenaran dari kontrapositif dari:
a.       Jika 6 suatu bilangan prima maka 15 terbagi habis oleh 6
b.      Jika Jakarta Ibu Kota RI maka Medan terletak di Irian Jaya
Jawab:
a.       Implikasi itu bernilai B karena baik pendahulu maupun pengikutnya, masing-masing bernilai S. Kontarpositifnya adalah “jika 15 tidak terbagi habis oleh 6 maka 6 bukan suatu bilangan prima” dan mempunyai nilai kebenaran B
b.      Implikais bernilai S karena pendahulu bernilai B dan pengikutnya bernilai S. Kontrapositifnya adalah “jika Medan tidak terletak di Irian Jaya maka Jakarta buka Ibu Kota RI dan mempunyai nilai kebenaran S.

Dari contoh-contoh ini tampak bahwa nilai kebenaran dari suatu implikasi selalu sama dengan nilai kebenaran dari kontrapositif. Untuk menyakinkan simpulan ini, kita dapat menyusun table nilai kebenarannya.
Tabel 7. Hasil kebenaran dari kontrapositif dari implikasi
a
b
~a
~b
a Þ b
~b Þ ~a
B
B
S
S
B
B
B
S
S
B
S
S
S
B
B
S
B
B
S
S
B
B
B
B

Tampak pada Tabel 7 ini bahwa urutan nilai kebenaran dari implikasi “a Þ b” kontrapositifnya, yaitu “ ~b Þ ~a”.


(a Þ b) = (~b Þ ~a)


Nilai kebenaran dari suatu implikasi sama dengan nilai kebenaran dari kontrapositifnya

Contoh 13.
Tentukan konvers, invers, dan kontrapositif dari implikasi berikut ini!
a.       ~p Þ q
b.      p Þ ~q
c.       ~p Þ ~q
d.      a Þ ~(b Ù c)
e.       ~a Þ ~(b Ú c)




Jawab:

Konvers
Invers
Kontrapositif
A
q Þ ~p
p Þ ~q
~q Þ p
B
~q Þ p
~p Þ q
q Þ ~p
C
~q Þ ~p
p Þ q
q Þ p
D
~(b Ù c) Þ a
~a Þ (b Ù c)
(b Ù c) Þ ~a
E
~(b Ú c) Þ ~a
a Þ (b Ú c)
(b Ú c) Þ a

7.      Biimplikasi
Perhatikan implikasi “a Þ b” dan konversnya “b Þ a”. Dibentuk konjungsi antara implikasi dan konversnya tersebut, yaitu “(a Þ b) Ù (b Þ a)”. Kita akan menetukan nilai kebenaran konjungsi ini jika diketahui nilai-nilai kebenaran dari a dan b dengan menyusun table nilai kebenaran sebagai berikut.
Tabel 8. Nilai kebenaran dari a dan b
a
b
a Þ b
b Þ a
(a Þ b) Ù (b Þ a)
B
B
B
B
B
B
S
S
B
S
S
B
B
S
S
S
S
B
B
B

Memperhatikan nilai-nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù (b Þ a)” dan nilai-nilai kebenaran “a” dan “b” pada Tabel 8 kita dapat menyimpulkan bahwa nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù (b Þ a)” hanya B apabila nilai kebenaran “a” sama dengan nilai “b” , dan bernilai S apabila nilai-nilai kebenaran “a” dan “b” berbeda.

Selanjutnya konjungsi “(a Þ b) Ù (b Þ a)” ditulis secara singkat menjadi “a Û b”. (dibaca “a jika dan hanya jika b”)
dan disebut biimplikasi dari a dan b.

(a Þ b) Ù (b Þ a) = a Û b


Oleh karena itu, nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù (b Þ a)” sama dengan nilai kebenaran dari ”a Û b”, yaitu

Nilai kebenaran dari “a Û b” adalah B, hanya apabila nilai kebenaran dari a sama dengan nilai kebenaran dari b, [dan bernilai S, apabila nilai kebenaran a berlainan dengan nilai kebenaran dengan b].

Nilai kebenaran dari “a Û b” dapat disusun dalam table kebenaran sebagai berikut.
                              Tabel 9. Nilai kebenaran biimplikasi
a
B
a Û b
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
B

Catatan: “jika dan hanya jika” disingkat dengan “jhj”

Contoh 14.
Tentukan nilai kebenaran dari biimplikasi berikut ini!
a.       8 + 7 = 15 jika dan hanya jika 15 > 2 + 8
b.      7 membagi habis 15 jika dan hanya jika 7 suatu bilangan prima
Jawab:
a.       B
b.      S

8.      Negasi dari suatu biimplikasi
Perhatikan contoh biimplikasi “7 suatu bilangan prima jhj 7 membagi habis 42”. Biimplikasi ini bernilai B karena dua pernyataan tunggalnya masing-masing bernilai B. Apabila masing-masing pernyataan tunggal tersebut dinegasi dan dibentuk biimplikasi baru, yaitu “7 bukan suatu bilangan prima jhj 7 tidak membagi habis 42” maka biimplikasi baru ini bernilai B pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa biimplikasi baru ini bukan negasi dari biimplikasi semula. Mengapa?
Jika biimplikasi semula dinyatakan sebagai “a Û b” maka “~(a Û b) buka “~a Û ~b”.
Apakah negasi dari “a Û b”?
Biimplikasi “a Û b” adalah singkatan dari “(a Þ b) Ù (b Þ a)” maka
~(a Û b)   = ~[( a Þ b) Ù (b Þ a)]
                  = ~(a Þ b) Ú ~(b Þ a)           (negasi konjungsi)
                  = (a Ù ~b) Ú (b Ù ~a)              (negasi implikasi)


~(a Û b) = (a Ù ~b) Ú (b Ù ~a)

     
Untuk menyakinkan kebenaran dari penjabaran di atas, kita periksa dengan table kebenaran berikut ini.
Tabel 10. Nilai kebenaran Negasi Biimplikasi
a
b
~a
~b
a Û b
a Ù ~b
 b Ù ~a
~(a Û b)
(a Ù ~b) Ú (b Ù ~a)
B
B
S
S
B
S
S
S
S
B
S
S
B
S
B
S
B
B
S
B
B
S
S
S
B
B
B
S
S
B
B
B
S
S
S
S

Tampak pada Tabel 10 bahwa urutan nilai kebenaran dari ~(a Û b) sama dengan urutan nilai kebenaran dari (a Ù ~b) Ú (b Ù ~a),

Contoh 15.
Tuliskan negasi dari biimplikasi berikut ini.
a.       7 suatu bilangan prima jhj 7 membagi habis 42
b.      Amin dibelikan sepeda jhj Amin tidak nakal
Jawab:
a.       7 suatu bilangan prima dan 7 tidak membagi habis 42, atau 7 membagi habis 42 dan 7 bukan bilangan prima.
b.      Amin dibelikan sepeda dan Amin nakal atau Amin tidak nakal dan Amin tidak dibelikan sepeda.

Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silahkan Anda kerjakan latihan berikut ini!
1.      Diketahui bahwa a = Siti sedang belajar, dan b = Ani sedang memasak. Notasikan kalimat berikut dengan a dan b.
a.       Siti sedang belajar hanya apabila Ani sedang memasak
b.      Jika Siti sedang belajar maka Ani tidak sedang memasak
c.       Ani tidak sedang memasak apabila Siti sedang belajar
d.      Siti tidak sedang belajar jhj Ani sedang memasak
2.      Jika pernyataan-pernyataan a, b, dan c berturut-turut mempunyai nilai kebenaran B, S, dan B, tentukan nilai kebenaran dari pernyataan majemuk berikut ini!
a.       a Þ b
b.      a Þ (b Ù c)
c.       b Þ ~c
d.      ~a Þ b
e.       a Þ (b Ú c)
f.       ~(a Ù c) Þ b
g.      ~b Û (a Ù c)
h.      (a Ú b) Û c
Tentukan pula pernyataan majemuk yang merupakan negasi dari pernyataan majemuk tersebut!
3.      Diketahui bahwa implikasi “p Þ q” bernilai S. Tentukan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan berikut ini!
a.       ~p Þ q
b.      p Þ ~q
c.       q Þ p
d.      (p Ù q) Þ ~q
e.       p Þ (p Ú ~q)
f.       ~p Û q
g.      q Û (p Ù ~p)
h.      (p Ù q) Þ q
4.      Tuliskan negasi, konvers, invers, dan kontrapositif dari implikasi berikut ini dan tentukan nilai kebenaran masing-masing?
a.       Apabila 10 suatu bilangan prima maka 10 membagi habis 30
b.      Segi empat adalah suatu persegi hanya apabila diagonal segi empat itu sama panjang
c.       Jika sisi-sisi yang berdekatan dari suatu segi empat sama panjang maka segi empat itu adalah belah ketupat.
5.      Buatlah table nilai kebenaran dari pernyataan –pernyataan majemuk berikut ini!
a.       [(p Þ q) Ù ~q] Þ ~p
b.      [(p Þ q) Ù ~p] Þ q
c.       [(p Þ q) Ù (q Þ r)] Þ (p Þ r)

ARGUMEN
A.      Tautologi
Perhatikan contoh berikut ini!
”Adi mempunyai sepeda atau Adi tidak mempunyai sepeda”. Pertanyaan majemuk ini bernilai B (benar), untuk setiap nilai kebenaran dari pernyataan tunggalnya.
Misalnya, a : ”Adi mempunyai sepeda”, bernilai B
                 b : ”Adi tidak mempunyai sepeda”, bernilai S
maka, a Ú ~a bernilai B.
Begitu pula apabila ”a” bernilai S maka ”~a” bernilai B sehingga ” a Ú ~a” bernilai B. Pernyataan majemuk yang selalu bernilai B untuk setiap nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya seperti itu disebut tautologi.
Contoh
”Jika Siti naik kelas dan Siti tidak naik kelas maka Siti dibelikan sepeda”.
Misalnya, p : Siti naik kelas
                 q : Siti tidak naik kelas
                 r : Siti dibelikan sepeda
pernyataan majemuk tersebut dapat dinyatakan dengan lambang: (p Ù ~p) Þ q.
Untuk menunjukan bahwa pernyataan majemuk ini suatu tautologi disusun tabel kebenarannya.
Tabel 11. Nilai kebenaran (p Ù ~p) Þ q
P
Q
~p
p Ù ~p
(p Ù ~p) Þ q
B
B
S
S
B
B
S
S
S
B
S
B
B
S
B
S
S
B
S
B

Tampak pada tabel 11 bahwa pada kolom terakhir nilai kebenaran selalu B, jadi pernyataan tersebut merupakan suatu tautologi.

Tautologi adalah suatu pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar, untuk setiap perangkat nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggal.

Berikut ini akan kita pelajari tautologi-tautologi yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan argumen yang valid (absah).

B.      Argumen Valid dan Invalid


            Argumen adalah rangkaian kalimat-kalimat. Semua kaliamat-kalimat tersebut kecuali yang terakhir disebut hipotesa ( atau asumsi/premise). Kalimat terakhir disebut kesimpulan.
Secara umum, hipotesa dan kesimpulan dapat digambarkan sebagai berikut :
            p1
            p2
            p3
            ...
            pn
        -----------------
              q  } kesimpulan
(tanda    q  dibaca ` jadi q `)

Suatu argumen dikatakan valid apabila untuk sembarang pernyataan yang disubsitusikan kedalam hipotesa, jika semua hipotesa tersebut benar, maka kesimpulan juga benar. Sebaliknya meskipun semua hipotesa benar tetapi ada kesimpulan yang salah, maka argumen tersebut dikatakan invalid.
Kalau suatu argumen dan semua hipotesanya bernilai benar maka kebenaran nilai konklusi dikatakan sebagai ”dinferensikan (diturunkan) dari kebenaran hipotesa”.
Untuk mengecek apakah suatu argumen merupakan kalimat yang valid, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Tentukan hipotesa dan kesimpulan kalimat.
2.    Buat tabel yang merupakan nilai kebenaran untuk semua hipotesa dan kesimpulan.
3.    Carilah baris kritis, yaitu baris di mana semua hipotesa bernilai benar.
4.    Dalam baris kritis tersebut, jika semua nilai bernilai benar, maka argumen itu valid. Jika diantara baris kritis tersebut ada baris dengan nilai kesimpulan yang salah, maka argumen itu invalid.
Contoh
Tentukan apakah argumen ini valid / invalid

a.   p Ú ( q Ú r )                       b.  p → ( q Ú ~ r )
       ~ r                                         q → ( p Ù r )
    ----------------                          --------------------
        p Ú q                                         p → r
Penyelesaian :
a.    Ada 2 hipotesa masing-masing p Ú ( q Ú r ) dan ~ r. Kesimpulannya adalah p Ú q. Tabel kebenaran hipotesa-hipotesa dan kesimpulan adalah :
Baris ke
p
q
R
q Ú r
p Ú (q Ú r)
~ r
p Ú q
1
B
B
B
B
B
S
B
2
B
B
S
B
B
B
B
3
B
S
B
B
B
S
B
4
B
S
S
S
B
B
B
5
S
B
B
B
B
S
B
6
S
B
S
B
B
B
B
7
S
S
B
B
B
S
S
8
S
S
S
S
S
B
S

Baris kritis adalah baris 2, 4, 6 (baris yang semua hipotesanya bernilai B. Pada baris-baris tersebut kesimpulannya juga bernilai B. Maka argumen tersebut valid.
b.    Hipotesa adalah p → ( q Ú ~ r ) dan q → ( p Ù r ). Konklusinya adalah p → r, tabel kebenarannya adalah
Baris ke
p
q
R
~ r
q Ú ~r
p Ù r
p →(q Ú ~r)
q →(p Ù q)
p → r
1
B
B
B
S
B
B
B
B
B
2
B
B
S
B
B
F
B
S
S
3
B
S
B
S
S
T
S
B
B
4
B
S
S
B
B
S
B
B
S
5
S
B
B
S
B
S
B
S
B
6
S
B
S
B
B
S
B
S
B
7
S
S
B
S
S
S
B
B
B
8
S
S
S
B
B
S
B
B
B

Baris kritis adalah baris 1, 4, 7, dan 8. Pada baris ke 4 (baris kritis) nilai konklusinya adalah S, maka argumen tersebut invalid.

Metode-Metode Inferensi

Metode Inferensi yaitu teknik untuk menurunkan kesimpulan berdasarkan hipotesa yang ada, tanpa harus menggunakan tabel kebenaran.
Ada delapan bentuk inferensi adalah:
No
Aturan
Bentuk Argumen
1
Modus Ponens
p → q
p
--------
q
2
Modus Tollens
p → q
~ q
--------
~ p
3
Penambahan Disjangtif
               p                      q           -------               -------           p Ú q                p Ú q
4
Penyederhanaan Konjungtif
           p Ù q                p Ù q
           ------                 ------
              p                      q
5
Silogisme Disjungtif
           p Ú q                p Ú q
             ~ p                   ~ q
           -------               -------
               q                      p
6
Silogisme Hipotesis
            p → q
            q → r
                                                 --------
            p → r

7
Dilema
           p Ú q
           p → r
           q → r
            ---------
                R
8
Konjungsi
                       P
                       q
                    -------
                    p Ù q

Contoh :
Pada suatu hari, anda hendak pergi ke kampus dan baru sadar bahwa anda tidak memakai kacamata. Setelah mengingat-ingat, ada beberapa fakta yang anda pastikan kebenarannya :
Jika kacamata ada di meja dapur, maka aku pasti sudah melihatnya ketika sarapan pagi
a.     Aku membaca koran di ruang tamu atau aku membacanya di dapur
b.     Jika aku membaca koran di ruang tamu, maka pastilah kacamata kuletakkan di meja tamu
c.     Aku tidak melihat kacamataku pada waktu sarapan pagi
d.     Jika aku membaca buku di ranjang, maka kacamata kuletakkan di meja samping ranjang
e.     Jika aku membaca korang di dapur, maka kacamataku ada di meja dapur
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, tentukan di mana letak kacamata tersebut !
Penyelesaian :
Untuk memudahkan pemahaman dan penggunaan hukum-hukum inferensi, maka kalimat – kalimat tersebut lebih dahulu dinyatakan dalam simbol-simbol logika misalnya :
p : Kacamata ada di meja dapur
q : Aku melihat kacamataku ketika sarapan pagi
r : Aku membaca koran di ruang tamu
s : Aku membaca koran di dapur
t : Kacamata kuletakkan di meja tamu
u : Aku membaca buku di ranjang
W : Kacamata kuletakan dimeja sampan ranjang
Dengan simbol-simbol tersebut maka fakta-fakta di atas dapat ditulis sebagai berikut :
(a)         p → q
(b)         r Ú s
(c)         r → t
(d)         ~ q
(e)         u → w
(f)          s → p
Inferensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1.     p → q                  fakta (a)
       ~ q                       fakta (d)
       --------
        ~ p          dengan Modus Tollen

2.     s → p                   fakta (f)
       ~ p                       kesimpulan dari 1
      ---------
        ~ s                      dengan Modus Tollen

3.     r Ú s                     fakta (b)
        ~ s                      kesimpulan 2
      ---------
           r                       dengan Silogisme Disjungtif

4.    r → t                     fakta (c)
         r                         kesimpulan 3
      ---------
          t                        dengan Modus Ponen

Kesimpulan : Kacamata ada di meja tamu

Perhatikan bahwa untuk mencapai kesimpulan akhir, tidak semua fakta dipergunakan. Dalam contoh fakta (e) tidak digunakan. Hal ini tidak menjadi masalah selama penurunan dilakukan dengan menggunakan metode inferensi yang benar.

Latihan
1.    Pernyataan-pernyataan berikut ini, manakah yang merupakan tautologi? Periksalah jawaban Anda dengan menyusun tabel nilai kebenaran dari tiap-tiap pernyataan itu!
a.    (p Ù q) Þ p
b.    (p Ú q) Þ q
c.    [(~p Þ q) Ù ~q] Þ p
d.    [(~p Þ ~q) Ù ~q] Þ ~q
e.    [(p Þ ~q) Ù q] Þ ~p
2.    Argumen-argumen berikut ini valid atau tidak valid. Jika argumen valid, tunjukkan jenis argumen manakah yang digunakan! Tunjukkanlah, jika tidak valid!
a.    Jika sepatuku rusak maka saya diantar ke sekolah oleh ibu. Ternyata sepedaku tidak rusak.
Jadi, saya tidak diantar ke sekolah oleh ibu
b.    Jika saya tidak pergi ke sekolah maka saya membantu orang tua. Saya tidak membantu orang tua.
Jadi, saya pergi ke sekolah
c.    Jika hari ini turun hujan maka petani tidak panen tembakau. Ternyata hari ini turun hujan.
Jadi, petani tidak panen tembakau
d.    Dina pergi ke sekolah atau Dina pergi ke pasar. Ternyata Dina tidak pergi ke pasar.
Jadi, Dina pergi ke sekolah
e.    Jika Edi sakit maka Edi tidak bekerja
Jika Edi tidak bekerja maka Edi tidak memperoleh gaji
Jadi, jika Edi sakit maka Edi tidak memperoleh gaji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar