KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi allah yang maha kuasa lagi maha bijaksana yang telah memberikan kita kesehatan serta
Sedikit
bekal ilmu pengetahuan sehingga kita
mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil,melalui proses belajar.
Shalawat
serta salam semoga senantiasa di curahkan kepada pemimpin para rasul
Muhammad SAW.Beserta keluarga dan para
sahabat beliau karena tanpa jasa beliau kita tidak akan pernah bisa mengenal
tentang adanya ilmu pendidikan.
Makalah
ini pada umumnya membahas tentang hubungan politik dengan lahirnya teologi islam, guna memberikan pemahaman yang
mendalam bagi kita selaku masyarakat islam agar mampu memahami agama islam secara
mendalam
Dalam
proses belajar tentang ,banyak halpemdidikan
islam yang dapat di petik dari pendidikan islam antara yang satu dengan yang
lainnya,baik dalam pendidikan di masyarakat,maupun cara bersosialisasi
dengan masyarakat,serta dapat meningkatkan
kerja sama dalam belajar mecari
pendidikan.Hal ini muncu dikarenakan dunia pada pendidikan sejalan dengan
kebutuhan hidup manusia yang bermacam-macam.
Selanjutnya
dalam isi makalah banyak di bahas tentang ilmu pendidikan islam yang menyangkut lahirnya teologi islam.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata
Pengantar...................................................................................................................... 2
Daftar
Isi................................................................................................................................. 3
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Perkembangan Politik Khulafaurrasyidin...............................................................
B.
Bintik-bintik Perpecahan Pada Tubuh
Umat Islam...............................................
Bab
II
Sejarah
A.
Fakta Sejarah.............................................................................................................
B.
Dampak Peristiwa Tahkim........................................................................................
C.
Persoalan Dosa Besar.................................................................................................
D.
Persoalan Politik Ke Persoalan
Teologi....................................................................
E.
Lahirnya Aliran Teologi............................................................................................
BAB
III PEMBAHASAN
A.
Persengketaan Ali Dengan Pihak
Oposisi................................................................
1. Perang
Jamal........................................................................................................
2. Perang
Siffin.........................................................................................................
B.
Kelahiran Aliran Teologi...........................................................................................
1. Khawarij...............................................................................................................
2. Murji’ah................................................................................................................
BAB
IV PENUTUP...............................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Perkembangan Politik
Khulafaurrasyidin
Rasulullah adalah pemimpin agama sekaligus pemimpin politik negara. Jadi, kebijakan agama dan
negara ditentukan sendiri oleh beliau, tanpa ada bantahan dari masyarakat, namun
ketika Rasulullah meninggal dunia, beliau tidak mengangkat seorang pengganti,
tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya. Karena itu di saqifah bani
sa’idah terdapat perslisihan antara sahabat muhajirin dan ansar, masing-masing
menghendaki supaya pengganti rasul dari pihaknya. Dalam tengah kesibukan itu,
Umar r.a membai’at Abubakar r.a. menjadi khalifah yang kemudian diikuti oleh
sahabat-sahabat lainnya.
Dalam kurun waktu kurang lebih
2 tahun menjabat khalifah, Abu
Bakar sakit
keras dan merasa bahwa ajalnya telah dekat, ia segera memutuskan untuk
mengangkat Umar bin Khatab menjadi khalifah dengan tujuan kejadian seperti di
saqifah bani sa’idah tidak terulang kembali, dan akhirnya Umar bin Khatabpun
menjabat khalifah.
Umar bin Khatab menduduki kursi
khalifah selama kurang lebih 4 tahun, dan ketika beliau merasa sakit parah
akibat percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Abu Lu’lu’ah, beliau didesak
secara terus menerus oleh sebagian sahabat untuk menentukan penggantinya,
akhirnya beliau menyuruh 6 orang sahabat yaitu Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi
Thalib, Zubair bin Awam, Sa’ad bin Waqqas, Abdurahman bin Alif dan Thalhah bin
Ubaidillah untuk bermusyawarah dalam menentukan pengganti beliau, dan akhirnya
walaupun tanpa mendapat restu dari Umar Utsman bin’Affan terpilih menjadi
khalifah.
Ketika Utsman menjabat khalifah,
paham nepotisme mulai diterapkan, terbukti dengan pengangkatan
saudara-saudaranya untuk menjabat gubernur di daerah kekuasaan islam, ini
dilakukan mungkin untuk menumbuhkan suasana egaliter dalam pemerintahan,
sehingga memudahkan Utsman dalam memberikan saran, kritik dan bahkan hukuman
kepada mereka. Apapun alasan Utsman, yang jelas dengan sikapnya itu menuai
banyak protes dari masyarakat, apalagi mengingat kebijakan politik Utsman dan
para pejabatnya yang tidak berpihak pada rakyat, walaupun sering diprotes,
aspirasi mereka tak pernah dihiraukan oleh Utsman, dan dengan sikap inilah yang
membuat mereka melakukan pemberontakan dan berhasil membunuh Utsman.
B. Bintik-bintik perpecahan pada
tubuh umat islam
Selanjutnya kematian Usman itu telah
menimbulkan malapetaka besar dalam tubuh umat islam, karena sejak itu pintu
bagi masuknya pengaruh hawa nafsu untuk berpecah-belah dan bergolong-golongan
serta berebut kekuasaan telah terbuka lebar. Sejak saat itu perang diantara
umat islam sering terjadi dan sulit dihentikan, bahkan menurut Abdullah bin
Salam bahwa dengan terjadinya pembunuhan terhadap Usman itu, kaum muslimin
telah membuka pintu bencana bagi mereka sendiri dan tidak akan tertutup lagi
hingga hari kiamat.
Setelah terjadi peristiwa tragis
yang menimpa khalifah Utsman, Ali bin Abi Thalib dipilih dan dibai’at sebagai
khalifah pengganti Utsman bin ‘Affan. Penunjukan ini mendapat legitimasi kuat
dan luas dari kalangan umat islam, terutama dari masyarakat lapisan bawah (gras
root). Mereka secara spontan dan berbondong-bondong mendatangi dan meminta
kesediaan Ali untuk ditunjuk menjadi khalifah .
Pada mulanya Ali menolak penunjukan
ini karena di antara massa yang hadir tidak terdapat seorangpun Ahl Syura atau
ahl badr. Padahal menurut Ali, pada saat itu siapa yang disetujui oleh Ahl
Syura atau ahl badr, maka dialah yang lebih berhak untuk menjabat
khalifah, namun desakan dari massa tersebut semakin kuat dan mereka bersikeras
agar Ali bersedia di bai’at sehingga Ali tidak punya pilihan lain kecuali
menerima bai’at tersebut.
BAB
II
SEJARAH
A.Fakta
Sejarah
Ketika Rasul Muhammad SAW. Wafat
(632 M), para sahabat disibukkan dengan pembahasan mengenai pengganti Rasul
sebagai kepala negara, Sehingga penguburan Nabi adalah permasalahan kedua. Dari hal ini lahir permasalahan
khilafah.
Perseteruan antara Ali Bin Abi Thalib dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan merupakan titik balik dari pergeseran permasalahan politik menjadi permasalahan Teologi Perseteruan tersebut, diselesaikan dalam perang Shifin yang dimenangkan oleh kelompok Muawiyah dengan jalan Tahkim atau Arbitrase Kelompok Ali di wakili Abu Musa al-Asy’ari sedangkan kelompok Muawiyah diwakili Amr Ibn al-’As. Peristiwa Tahkim tersebut, menguntungkan pihak Muawiyah, sebab penjatuhan Ali Bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang Sah dan Muawiyah sebagai gubernur Damaskus yang memberontak, hanya penjatuhan Ali yang disepakati oleh Amr Ibn As.
Perseteruan antara Ali Bin Abi Thalib dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan merupakan titik balik dari pergeseran permasalahan politik menjadi permasalahan Teologi Perseteruan tersebut, diselesaikan dalam perang Shifin yang dimenangkan oleh kelompok Muawiyah dengan jalan Tahkim atau Arbitrase Kelompok Ali di wakili Abu Musa al-Asy’ari sedangkan kelompok Muawiyah diwakili Amr Ibn al-’As. Peristiwa Tahkim tersebut, menguntungkan pihak Muawiyah, sebab penjatuhan Ali Bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang Sah dan Muawiyah sebagai gubernur Damaskus yang memberontak, hanya penjatuhan Ali yang disepakati oleh Amr Ibn As.
B.
Dampak Peristiwa Tahkim
Kubu Ali Bin Abi Thalib terpecah menjadi 3 golongan yakni:
1.
Golongan
Pendukung Ali Bin Abi Thalib, terkenal dengan nama Syiah
2.
Golongan
Yang menyatakan keluar dari kelompok Ali, terkenal dengan nama Khawarij
3.
Golongan
yang menjauhkan diri dari golongan Syi’ah dan golongan Khawarij, terkenal dengan
nama golongan Murjiah
Kaum Khawarij berpandangan bahwa Sikap
Ali yang menerima tipu muslihat dari Amr Bin As adalah salah, sebab putusan
hanya datang dari Allah SWT melalui hukum-hukumnya dalam al-Qur’an.
Menurut Khawarij “la Hukma illa lillah” (tidak ada hukum
selain dari Allah)
C.
Persoalan Dosa Besar
Kaum Khawarij berpandangan Ali Bin
Abi Thalib, Muawiyah, Amr Bin AS, Abu Musa Al-Asy’ari dan seluruh orang yang
menerima Arbitrase adalah berdosa besar dan Kafir dalam arti keluar dari Islam
dan harus di bunuh.
Pandangan ini bertolak pada S.
al-Maidah:44 yang menyatakan “Siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang
telah diturunkan oleh Allah SWT. Adalah kafir”
D.
Persoalan Politik Ke Persoalan Teologi
Persoalan Dosa besar seperti
pandangan kaum Khawarij di atas, selanjutnya bergeser menjadi permasalahan
Teologi.
Dalam perkembangan selanjutnya
persolan Dosa Besar (murtakib al-kabir) mempunyai pengaruh besar dalam
pertumbuhan aliran Teologi dalam Islam.
Permasalahan utamanya adalah “ bagaimanakah status orang yang berdosa besar, apakah mukmin ataukah kafir”
Permasalahan utamanya adalah “ bagaimanakah status orang yang berdosa besar, apakah mukmin ataukah kafir”
E.
Lahirnya Aliran Teologi
Dari persolan murtakib al-kabir
lahir beberapa aliran teologi.
Aliran tersebut adalah ;
a. Aliran Khawarij yang berpandangan
bahwa orang berbuat dosa besar adalah kafir dan wajib di bunuh
b.
Aliran Murji’ah yang berpendapat bahwa orang berdosa besar
tetap masih mukmin dan bukan kafir. Permasalahan dosa yang dilakukan
dikembalikan pada Allah SWT untuk mengampuni atau tidak.
c.
Aliran Mu’tazilah. Aliran ini berpendapat bahwa orang yang
berbuat dosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin. Namun mereka terletak
di antara dua posisi kafir dan mukmin. Dalam teologi mu’tazilah orang seperti
ini dikatakan “tanzilu baina manzilatain”
d. Aliran Qodariah. Aliran ini terkenal
dengan pemikiran Free Will dan Free act (kebebasan berkehendak dan berbuat)
e.
Aliran Jabariah. Aliran ini berkebalikan dengan pandangan
aliran Qodariah yang menyatakan manusia mempunyai kebebasan berkehendak dan
berbuat, sebaliknya aliran Jabariah berpandangan manusia dalam segala tingkah
lakunya bertindak atas dasar paksaan dari Allah. Paham ini selanjutnya terkenal
dengan predestination atau fatalism.
f.
Aliran Asy’ariah merupakan aliran teologi tradisional yang
di susun oleh Abu Hasan al-Asy’ari (935 M). Pada awalnya Abu Hasan al-Asy’ari
merupakan orang Mu’tazilah yang merasa tidak puas dengan teologi Mu’tazilah.
Dalam satu riwayat keluarnya Abu Musa al-Asy’ari dari Mu’tazilah dikarenakan ia
pernah bermimpi bahwa Mu’tazilah di cap Nabi Muhammad Sebagai ajaran yang sesat.
g.
Aliran Maturidiah. Aliran yang didirikan oleh Abu Mansur
Muhammad al-Maturidi (w.944 M).
Dalam perkembangan selanjutnya dua
aliran terakhir yakni Asyari’ah dan Maturidiah di kenal dengan nama aliran
Ahlus Sunah Wal Jamaah. Kedua aliran ini dibedakan dalam lapangan hukum Islam.
Aliran Asyariah lebih cenderung dengan pendekatan Imam Syafi’I, sedangkan
aliran Maturidiah cenderung pada pendekatan Imam Hanifah.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Persengketaan Ali dengan pihak
oposisi
A. Perang Jamal
Sebelum terjadi pertentangan,
mula-mula Ali mengirim surat kepada Muawiyahuntuk pembai’atannya, namun
Mu’awiyah membalasnya dengan sepucuk surat kosong. Oleh karena itu di Madinah, Mu’awiyah dipandang sebagai seorang
durhaka dan halal darahnya.Mu’awiyah sendiri telah cukup persiapan untuk
menyerang Ali dengan alasan menuntut bela atas darahnya Usman, karena dialah
yang lebih berhak atas itu.
Sementara itu, Thalhah, Zubair, dan
Aisyah bermaksud pula menyerang Ali. Mereka telah berangkat ke Basrah
mengatur tentara untuk melawan Ali dengan dalih yang tidak jauh beda dengan
Mu’awiyah. Rencana Thalhah, Zubair, dan Aisyah tersebut dapat diketahui Ali
melalui amir bashrah, yaitu Usman ibn Hanaif. Akhirnya Ali menunda niatnya yang
akan menyerang Syam dan berbelok ke Bashrah lebih dahulu karena kekuatannya
lebih kecil.
Pertama-tama Ali mengusahakan supaya
Aisyah dan pengikut-pengikutnya mengurungkan maksud mereka dan mengingatkan
sebagian dari mereka supaya mengangkat sumpah setia dan pembai’atan
kepadanya.Perundingan hampir berhasil, namun dipecahkan oleh kelompok
saba’iyah.Maka terjadilah pertempuran antara dua golongan kaum muslimin yang
terkenal dengan perang jamal (unta), karena pada saat itu siti Aisyah
menunggang unta.
Dari keterangan-keterangan diatas,
tampak bahwa Ali tidak menginginkan peperangan melawan Aisyah, Thalhah, dan
Zubair karena sasarannya adalah Syam, bukan Bashrah.Betapapun Ali menghindari
pertempuran melawan Aisyah tetapi peperangan terjadi, apalagi setelah dihasud
oleh pihak ketiga yaitu golongan saba’iyah.
B. Perang Siffin
Setelah selesai perang di Bashrah,
Ali mengirim tentaranya, Jarir bin Abdullah al-Ballaji ke Syam untuk
menemui Mu’awiyah agar bersedia membai’at Ali, namun berdasarkan nasihat Amru
bin ‘Ash, Mu’awiyah tidak boleh membai’at Ali sebelum Ali mengungkap kasus
kematian Usman, dan jika tidak terungkap, yang terjadi bukanlah bai’at
melainkan perang. Ali menganggap perang tidak dapat terelakan lagi.Akhirnya
terjadilah peperangan antara Ali dengan Muawiyah. Ketika Ali hampir memenangkan
pertempuran, kelompok Mu’awiyah yang dipimpin oleh Amru bin Ash mengangkat Al-Qur`an sebagai isyarat damai.
Ali sudah berkeyakinan bahwa hal itu
hanyalah tipuan saja. Namun sebagian pihaknya tidak mau meneruskan peperangan
dan mengancam akan membalikan senjatanya ke arah Ali jika meneruskan
peperangan, karena mereka melihat simbol perdamaian. Melihat suara pengikutnya
akan pecah akhirnya Ali terpaksa menghentikan peperangan.
Untuk menyelesaikan persengketaan
kelompok Ali dengan Mu’awiyah, maka diadakan tahkim (arbitrase) yang
dilakukan di sebuah daerah bernama shiffin.Dalam tahkim tersebut
diangkat dua orang, kelompok Ali diwakili oleh Abu Musa Al-asy’ari dan kelompok
Mu’awiyah diwakili oleh Amr bn Ash. Tradisi menyebutkan bahwa Abu Musa sebagai
yang tertua berdiri mengumumkan kepada orang ramai tentang putusan menjatuhkan
kedua pemuka yang bertentangan itu. Hal ini berbeda dengan apa yang Amru bin
‘Ash umumkan. Ia hanya menyetujui penjatuhan Ali yang telah diumumkan
al-Asy’ari, dan menolak penjatuhan Mu’awiyah.Bagaimanapun peristiwa tersebut
merugikan Ali dan menguntungkan bagi Mu’awiyah, sebab dengan tahkim ini
kedudukan Muawiyah naik menjadi khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan
kalau putusan ini ditolak oleh Ali dan tidak mau meletakkan jabatannya, sampai
ia terbunuh pada tahun 661 M. Persoalan-persoalan dalam lapangan politik
tersebut akhirnya membawa kepada persoalan-persoalan teologi. Timbullah
persoalan siapa yang kafir dan yang bukan kafir dalam arti siapa yang telah
keluar dari islamdan siapa yang masih tetap dalm islam.
2. Kelahiran Aliran Teologi
A. Khawarij
Sebagian dari pasukan Ali memandang
Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, dan oleh karena itu mereka meninggalkan
barisannya, golongan inilah yang terkenal dengan nama al-Khawarij. mereka
memandang bahwa Ali, Muawiyah. Amr bin Ash Abu musa al-asyari dan lain-lain
yang menerima tahkim adalah kafir. Karena Alquran mengatakan:
ﻣﻥﻠﻢﻴﺤﻛﻡﺒﻣﺎﺃﻨﺰﻞﺍﷲﻔﺄﻭﻟﺌﻚﻫﻢﺍﻟﻛﺎﻔﺮﻭﻦ
Dan inti keyakinan mereka adalah
bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari
islam atau tegasnya murtad dan oleh karena itu mereka wajib dibunuh.
B. Murji’ah
Sebagai respon dari golongan
khawarij, maka lahirlah murji’ah yang menyatakan bahwa orang-orang yang
melakukan tahkim tersebut masih mu’min, adapun soal dosa besar yang mereka
buat, itu ditunda penyelesainnya ke hari perhitungan kelak. Argumentasi mereka
dalam hal ini ialah bahwa orang islam yang berdosa besar tetap mengakui Allah
sebagai tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya, denga kata lain orang itu tetap
mengucapkan kedua syahadat yang menjadi dasar utama dari islam. Oleh karena
itu, orang yang berdosa besar tetap mukmin dan bukan kafir.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sini dapat disimpulkan bahwa
permasalahan yang pertamakali muncul dalam Agama Islam adalah bukan permasalan
teologi namun permasalahan politik
Dari permasalahan politik lahir persoalan Murtakib al-kabir (dosa besar) yang selanjutnya berdampak besar terhadap pertumbuhan aliran teologi.
Dari permasalahan politik lahir persoalan Murtakib al-kabir (dosa besar) yang selanjutnya berdampak besar terhadap pertumbuhan aliran teologi.
Dari pergeseran tersebut (politik ke
teologi) melahirkan beberapa aliran teologi seperti Khawarij, Murji’ah,
Mu’tazilah, Qodari’ah, Jabariah Dan Ahlussunah Wal Jama’ah (Asyari’ah dan
Maturidia’ah)
Pada masa
selanjutnya, keyakinan yang bermula dari tahkim tersebut merambat ke masalah
kehidupan yang lainya dan juga banyak bermunculan golongan-golongan baru,
seperti aliran qadariyah, jabariyyah, mu’tazilah dan ahlussunah wal
jamaa’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Fadlali,
Ahmad dkk, Sejarah Peradaban Islam,(Pustaka Asatruss: Jakarta, 2004),
cet.I
Hamka,
Sejarah umat Islam(edisi baru), (pustaka nasional pte ltd:Singapura,
1997), cet.II
Hanafi,
Ahmad, theology islam (ilmu kalam), (PT.Bulan Bintang:Jakarta, 1991),
cet.IX
Nata,
Abudin, Ilmu kalam, Filsafat dan Tasawuf, (PT.RajaGrafindo
Persada:Jakarta, 2001, Cet.V
Nasution,
Harun, TEOLOGI ISLAM:Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan UI-Press:Jakarta.
2002, Edisi II, cet.I
Ahmad
Hanafi M.A, THEOLOGY ISLAM (ILMU KALAM), PT.Bulan Bintang:Jakarta, 1991
cet.IX, hal.7-
Ahmad
Fadlali dkk, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Asatruss: Jakarta, 2004,
cet.I, hal.23
Ahmad
Fadlali dkk, Sejarah Peradaban Islam,cet.I hal. 34
Abudin
Nata, Ilmu kalam, Filsafat dan Tasawuf, PT.RajaGrafindo Persada:Jakarta
2001, Cet.V, hal.13
Ahmad
Fadlali dkk, Sejarah Peradaban Islam, cet.I, hal.42
Ahmad
Fadlali dkk, Sejarah Peradaban Islam, hal. 45
Hamka,
Sejarah umat Islam(edisi baru),PUSTAKA NASIONAL PTE LTD:Singapura;1997.
cet.II, hal.242-243
Ahmad
Fadlali dkk, Sejarah Peradaban Islam, cet.I, hal.46
Abudin
nata, Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf ,hal 16
Harun
Nasution, TEOLOGI ISLAM:Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, UI-Press:Jakarta,
2002, Edisi II, cet.I, hal.7-8
Harun
Nasution, TEOLOGI ISLAM:Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan,
hal.8-9
Harun
Nasution, TEOLOGI ISLAM:Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, hal.24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar