Minggu, 07 Juni 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN HINDU- BUDDHA DI INDONESIA



SEJARAH PERKEMBANGAN HINDU- BUDDHA DI INDONESIA

A. Penyebaran Agama Hindu-Buddha di Nusantara

Teori tentang Proses Penyebaran Agama Hindu

Hingga saat ini para ahli sejarah masih berbeda pendapat mengenai proses penyebaran agama Hindu di Nusantara. Lalu, apa saja teori itu?

Teori Sudra

Sesuai dengan namanya, teori ini menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Nusantara dibawa oleh orang-orang India berkasta Sudra

Teori Waisya

Menurut teori ini kelompok yang berperan besar dalam penyebaran agama Hindu adalah golongan Waisya. Teori yang dikemukakan oleh Prof. N.J. Krom.

Teori Ksatria

Menurut teori ini kelompok yang berperan besar dalam penyebaran agama Hindu di Nusantara adalah golongan Ksatria. Proses penyebaran agama tersebut dilakukan dengan cara pendudukan (kolonisasi). Teori yang dikemukakan oleh Prof.Dr. Ir. J.L. Mouens.
Teori Brahmana

Menurut teori ini, faktor utama penyebaran agama Hindu di Nusantara adalah dari kaum Brahmana. Teori yang dikemukakan oleh J.C.van Leur.

Dari keempat teori ini, teori penyebaran agama Hindu di Nusantara oleh kaum brahmana adalah yang paling masuk akal. Ada dua alasan yang memperkuat teori ini. Pertama, hanya kaum brahmana yang mengerti kitab weda. Kedua, hanya kaum brahmana yang mengerti tulisan sanskerta dan bahasa Pallawa.

Penyebaran Agama Buddha

Melihat bukti-bukti antropologi yang ada, agama Buddha diperkirakan masuk ke Nusantara sejak abad ke-2 Masehi. Hal tersebut dapat dinyatakan dengan penemuan patung Buddha dari perunggu di Jember dan Sulawesi Selatan.

Patung-patung itu menunjukkan gaya seni Amarawati. Gaya seni ini berkembang sekitar abad ke-1 Masehi di India Selatan.



Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                       2 - 9


Ilmu Pengetahuan Sosial 2



Salah satu catatan awal mengenai keberadaan Agama Buddha di Nusantara berasal dari laporan seorang pengelana Cina bernama Fa Hien pada awal abad ke-5 Masehi. Dalam laporan tersebut, Fa Hien menceritakan bahwa selama bermukim di Jawa, ia mencatat adanya komunitas Buddha yang tidak begitu besar di antara penduduk pribumi.

Dalam sebuah catatan lain diceritakan mengenai seorang Biksu Buddha bernama Gunawarman, putera dari seorang Raja Kashmir di India, yang datang ke negeri Cho-Po untuk menyebarkan agama Buddha Hinayana. Menurut tafsiran sejarah, negeri Cho-Po mungkin terletak di Jawa atau Sumatra. Dalam usahanya untuk menyebarkan Agama Buddha, Gunawarman didukung oleh ibu suri negeri tersebut. Hasilnya, Agama Buddha berkembang pesat di negeri tersebut. Gunawarman merupakan penyiar Agama Buddha yang disebut dharma dhuta.

B. Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha

Kutai

Bukti pertama adanya pengaruh Hindu di Nusantara diperoleh di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Bukti itu berupa tujuh buah prasasti berbentuk yupa, yang digunakan sebagai tiang tempat menambatkan hewan kurban. Yupa ditulis dalam huruf pallawa dan bahasa Sanskerta. Dari bentuk huruf yang dipakai, para ahli memperkirakan bahwa prasasti itu dibuat kira-kira pada abad ke-5 Masehi.
Dari prasasti tersebut diperoleh informasi mengenai adanya sebuah kerajaan Hindu bernama Kutai di hulu sungai Mahakam. Disebutkan bahwa pendiri kerajaan itu bernama Kudungga, yang dari namanya bisa dipastikan bukanlah sebuah nama Hindu, namun asli Nusantara. Pengaruh Hindu mulai terlihat jelas pada penggantinya yang mengambil nama India Aswawarman yang berasal dari kata Vamsakarta atau pembentuk keluarga (dinasti).

Prasasti-prasasti itu sendiri dibuat untuk memuliakan Raja Kutai yang ketiga, Mulawarman, yang dianggap sebagai orang yang sangat mulia dan baik budinya. Hal itu terlihat dalam isi salah satu prasasti yang menyebutkan bahwa raja tersebut telah memberikan sumbangan berupa 20.000 ekor sapi kepada para brahmana.










Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 10


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Tarumanegara

Kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat dan kedua di Nusantara ialah Tarumanegara. Kerajaan yang terletak di antara sungai Cisadane dan sungai Citarum ini diperkirakan muncul pada abad ke-5 M. Bukti-bukti tentang kerajaan ini diperoleh dari catatan para pengelana Cina, seperti kisah Fa-shien mengenai sebuah kerajaan yang bernama To-lo-mo (Tarumanegara) yang ditemuinya ketika ia singgah di Jawa. Berita Cina lainnya dari para pemerintahan dinasti Tang dan Sung menyebutkan bahwa kerajaan tersebut beberapa kali mengirimkan utusannya ke Cina.

Selain itu, terdapat pula bukti-bukti berupa tujuh buah prasasti yang menceritakan keberadaan kerajaan tersebut. Lima diantara prasasai-prasasti tersebut ditemukan di daerah Bogor dan dikenal sebagai prasasti Ciarateun, Kebun Kopi, Jambu, Pasir Awi, dan Muara Cianten, sedangkan dua lainnya ditemukan di Jakarta dan Lebak, masing-masing disebut prasasti Tugu dan Muncul.

Kalingga

Dalam sebuah berita Cina yang berasal dari seorang biksu Buddha bernama I-Tsing, pada pertengahan abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama Holing atau Kalingga di daerah Jawa Tengah. Kerajaan Kalingga diperintah oleh seorang ratu bernama Sima. Pemerintahannya sangat keras, namun adil dan bijaksana.

Ada sebuah cerita mengenai ketertiban dan ketenteraman ditegakkan dalam kerajan tersebut. Salah satu perintah sang ratu ialah larangan kepada rakyatnya untuk menyentuh dan mengambil barang yang tercecer di jalan. Orang yang melanggar perintah itu diancam dengan hukuman mati. Rupanya, ketaatan rakyat Kalingga terhadap ratunya tidak dipercayai oleh raja dari kerajaan Ta-Shih (sebutan Cina untuk kaum Muslim Arab dan Persia). Sang raja kemudian memerintahkan kepada anak buahnya untuk meletakkan sebuah kantong emas di jalanan. Selama tiga tahun kantong tersebut dibiarkan begitu saja di jalanan, karena tidak seorangpun berani melanggar perintah sang ratu. Suatu ketika secara tidak sengaja putera mahkota menginjak kantong tersebut sehingga isinya berhamburan. Hal tersebut membuat marah Ratu Sima, sehingga beliau merintahkan agar anaknya dihukum pancung. Para penasehatnya berhasil membujuk sang ratu agar tidak melaksanakan niatnya itu. Sebagai gantinya jari putera mahkota yang menyentuh kantong emas dipotong.
Melayu

Melayu merupakan salah satu kerajaan terkuat di Nusantara. Banyak ahli sejarah yang memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di daerah Sungai Batanghari, Jambi. Hal ini ditafsirkan karena banyaknya peninggalan



Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 11


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

kuno seperti candi dan arca yang ditemukan di sana. Keberadaan kerajaan tersebut lebih banyak diketahui dari sumber-sumber Cina.

Pada masa pemerintahan dinasti Tang dilaporkan bahwa pada tahun 644 dan 645 utusan dari negeri Moloyeu (Melayu) membawa hasil bumi. Pengelana Cina I-Tsing kemudian melaporkan bahwa pada abad ke-7 kerajaan tersebut ditaklukkan oleh Sriwijaya. Setelah itu, selama beberapa abad tidak ada laporan sedikit pun mengenai kerajaan tersebut.

Nama melayu baru muncul kembali pada abad ke-12 ketika kerajaan Singasari melancarkan ekspedisi. Pemelayu. Melayu mengalami masa kejayaan pada pemerintahan raja Adityawarman, seorang kerabat dari dinasti yang berkuasa di Majapahit. Menurut catatan pada arca Manjusti di candi Jago, Jawa Timur, menyebutkan bahwa Adityawarman membantu Gajah Mada menaklukkan Pulau Bali. Setelah itu, nama kerajaan tersebut tenggelam lagi.

Sriwijaya

Kata Sriwijaya pertama kali dijumpai di dalam Prasasti Kota Kapur dari pulau Bangka. Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan di Sumatera Selatan yang berpusat di Palembang. Berita-berita Cina banyak mengungkapkan keberadaan kerajaan ini. Sebagai contoh, dalam catatan perjalanannya pada tahun 671, seorang biksu Budhha bernama I-tsing menceritakan bahwa ketika ia pergi dari Kanton ke India, ia singgah terlebih dahulu di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar tatabahasa Sanskerta.
Mengenai kerajaan Sriwijaya, I-tsing mengatakan bahwa Sriwijaya merupakan kota berbenteng yang dikelilingi tembok. Kota ini merupakan pusat agama Buddha, yang ditempati kira-kira seribu biksu di bawah bimbingan Sakyakitiri. Selain berita dari Cina, keberadaan kerajaan Sriwijaya juga diperkuat oleh penemuan beberapa prasasti yang semuanya ditulis dengan Pallawa dalam bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti itu adalah prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur, dan Karang Berahi.

Pada tahun 775, Sriwijaya mendirikan pangkalan di daerah Ligor, Semenanjung Malaya. Kekuasaan kerajaan itu meliputi selat Malaka, Selat Karimata, selat Sunda, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Pantai Timur, Sumatera Utara, Pantai Barat Kalimantan, dan Semenanjung Malaka. Pada masa jayanya Sriwijaya memiliki peranan besar dalam pengembang perdagangan, ilmu pengetahuan, dan agama.







Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 12


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran sekitar abad ke-10. Hal ini terutama diakibatkan oleh timbulnya permusuhan dengan kerajaan Colamandala dari India Selatan. Pada tahun 1017 dan 1025, armada laut Rayendracoladewa di bawah pimpinan Raja Colamandala menyerang pelabuhan-pelabuhan di Selat Malaka yang berada dibawah kekuasaan Sriwijaya. Akibat serangan ini, banyak kapal Sriwjaya yang hancur tenggelam. Bahkan raja Sriwijaya, Sri Sanggramawijayatunggawarman berhasil ditawan musuh.

Kerajaan Sriwijaya makin melemah pada abad ke-13, saat banyak wilayah lepas dari pengaruh kekuasaannya. Wilayahnya dibagian utara semenanjung Malaya diambil alih oleh Raja Siam. Sementara bagian tenggara Sumatera direbut oleh raja Kertanegara dari Shingasari. Sejak itu, satu per satu raja bawahan Sriwijaya melepaskan diri dari pengaruh kerajaan tersebut. Kerajaan Sriwijaya lenyap setelah ditaklukkan kerajaan Majapahit pada abad ke-14.

Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berada di wilayah aliran Sungai Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari prasasti Canggal. Prasasti Berangka tahun 732 M ini menyebutkan bahwa kerajaan itu pada awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah kematiannya, tampuk kekuasaan dipegang oleh keponakannya, Sanjaya. Pada masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai Panangkaran, berdiri pula sebuah dinasti baru di Jawa Tengah, yaitu dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Perkembangan kekuasaan dinasti tersebut di bagian Selatan Jawa Tengah menggeser kedudukan dinasti Sanjaya yang beragama Hindu hingga ke bagian tengah Jawa Tengah. Akhirnya, untuk memperkuat kedudukan masing-masing, kedua dinasti tersebut sepakat bergabung. Caranya adalah melalui pernikahan antara Raja Putri Pramuwhardani dari pihak Syailendra dengan Rakai Pikatan dari saingannya.
Kerajaan Mataram kuno terkenal keunggulannya dalam pembangunan candi Agama Buhda dan Hindu. Candi yang diperuntukkan bagi Agama Buddha antara lain candi Borobudur yang dibangun oleh Samaratungga dari dinasti Syailendra. Candi Hindu yang dibangun antara lain candi Rara Jongrang di Prambanan yang dibangun oleh Raja Pikatan.

Pada zaman pemerintahan Raja Rakai Wawa terjadi banyak kekacauan di daeran-daerah yang berada di bawah Kerajaan Mataram Kuno, sementara ancaman dari luar mengintainya. Keadaan menjadi semakin buruk setelah kematian sang raja akibat perebutan kekuasaan di kalangan istana. Akhirnya, pengganti Raja Wawa yang bernama Mpu Sindok mengambil keputusan untuk




Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 13


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Di sana ia membangun sebuah dinasti baru yang bernama Isyana.

Wangsa Warmadewa

Keluarga Raja Warmadewa muncul pertama kali pada tahun 914. Hal itu diketahui dalam prasasti dari Sanur yang dikeluarkan oleh Sri Kesariwarmadewa yang memiliki kraton di Singhawdala. Salah seorang keturunan Kesariwarmadewa adalah Candrabhayasingha Warmadewa yang pada tahun 962 membangun sebuah pemandian telaga dari sumber yang ada di desa Manukraya. Pemandian itu adalah thirta empul yang sekarang letaknya di dekat Tampak siring.

Sejak tahun 989, Bali diperintah oleh sang ratu luhur Sri Gunapriyadharmapatni dan suaminya Sri Dharmodayana Warmadewa atau Udayana. Gunapriyadharmapatni (Mahendrata) adalah anak Makutawang-sawardhana dari Jawa Timur.

Udayana dan Mahendrata memiliki anak sulung bernama Airlangga, yang kemudian menjadi raja menggantikan Dharmawangsa di Jawa Timur. Mereka juga memiliki putera yang disebut Anak Wangsu yang kemudian memerintah di Bali dan bergelar Sri Dharmawangsawardana. Anak Wangsu tidak memiliki keturunan, sehingga dengan meninggalnya Anak Wangsu, pemerintahan Wangsa Warmadewa berakhir pula.

Medang Kamulan
Kerajaan Medang Kamulan terletak di muara Sungai Brantas di Jawa Timur. Kerajaan ini dibangun oleh Mpu Sindok yang sebelumnya memerintah kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Di tempat barunya ini Mpu Sindok mendirikan sebuah dinasti yang bernama Isyana.

Pada masa pemerintahan Dharmawangsa (991-1016), Medang berusaha menguasai jalur perdagangan laut di wilayah Selat Malaka. Hal tersebut menyebabkan benturan dengan kerajaan Sriwijaya. Akibatnya fatal bagi Dharmawangsa sendiri. Dalam upayanya untuk mengalahkan Dharmawangsa, Sriwijaya menjalin hubungan dengan negara bawahan Medang Kamulan, yaitu kerajaan Wura-Wuri. Menurut prasasti Pucangan (1016), pasukan Wura-Wuri menyerang istana Dharmawangsa ketika ia sedang menikahkan puterinya dengan Airlangga. Dalam peristiwa itu, Raja Dharmawangsa terbunuh, sementara menantunya berhasil lolos. Prasasti ini juga menceritakan pengembaraan Airlangga yang hidup selama beberapa waktu dengan para pertapa. Pada tahun 1019, para pendeta Siwa, Brahma, dan Buddha menobatkannya sebagai raja dengan gelar Sri Lakeswara Dharmawangsa



Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 14


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Airlangga. Dengan dukungan para pemuka agama tersebut, Airlangga berhasil mengambil alih kekuasaan. Dia kemudian memindakan pusat kekuasaan dari Waton Mas ke Kahuripan.

Pada akhir pemerintahannya, Airlangga mengalami kesulitan untuk menentukan penggantinya karena sang pewaris, Maharantri I Hino Wijayatunggadewi menolak naik tahta dan memilih menjadi seorang pertapa. Akhirnya dengan bantuan Mpu Bharada, Airlangga membagi dua kerajaannya menjadi Jenggala dan Panjalu (Kediri).

Berdasarkan prasasti Calcuta silsilah raja Medang adalah sebagai berikut:























Kediri

Keputusan Airlangga untuk membagi 2 kerajaannya menghasilkan pembentukan 2 kerajaan, Jenggala dan Panjalu (Kediri).

Dalam perkembangannya, kedua kerajaan tersebut selalu berselisih. Hal ini diakibatkan oleh ambisi Mapanji Garasakan untuk menguasai seluruh wilayah bekas kerajaan Medang. Pada masa pemerintahan penggantinya yang bernama Mapanji Alanjung, Panjalu berhasil mendesak Jenggala. Akibatnya, Alanjung mengungsi ke Marsma Lor.

Setelah itu, sejarah Jenggala tidak diketahui lagi. Sebagai gantinya, 60 tahun kemudian munculah kerajaan Kediri. Pada tahun 1116, Kediri diperintah oleh Sri Kameswara (1116-1135). Kemudian ia digantikan oleh Jayabaya. Jayabaya memerintah antara tahun 1135 hingga 1157. ia memakai lambang Garudamukha untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan sah Airlangga.




Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 15


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Pada awal pemerintahannya, Jayabaya mengeluarkan prasasti Hantang. Isinya memuat tulisan berbunyi, “Panggalu Jayati atau Panjalu Menang” artinya, dibawah pemerintahannya Panjalu (Kediri) berhasil menaklukkan Jenggala. Dengan demikian, Kediri berhasil menyatukan kembali wilayah bekas Medang yang terbagi. Sebagai tanda kemenangannya, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Baratayudha, sebuah kakawin yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Seperti yang telah kita ketahui, Baratayudha adalah sebuah kisah tentang perebutan tahta Hastinapura antara keluarga Pandawa dan Kurawa. Jayabaya kemudian berturut-turut digantikan oleh Suweswaran (1159-1169), Ayyeswara (1169-1181), dan Maharaja Gandra (1181-1182).

Riwayat kerajaan Kediri berakhir pada masa pemerintahan Kertajaya. Pada tahun 1222 dengan dukungan kaum Brahmana, Ken Arok melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Kediri. Dalam suatu pertempuran di desa Genter, Kertajaya dan pasukannya berhasil dikalahkan.

Singasari

Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok setelah dia berhasil mengalahkan Kediri. Dia kemudian mengambil gelar Sri Rangga Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi dan membangun sebuah dinasti baru yang disebut dinasti Rajasa. Riwayat Ken Arok sendiri tidak banyak diketahui karena namanya tidak dikenal dalam prasasti. Dalam kitab Pararaton dan Negarakertagama, ia dikatakan berasal dari sebuah keluarga biasa dari desa Pungkur. Pada masa mudanya ia hidup sebagai penyamun sehingga menjadi buronan. Melalui bantuan seorang pendeta bernama Danghyang Lohgawe, ia kemudian berhasil bekerja pada akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Tertarik oleh isteri sang akuwu yang cantik bernama Ken Dedes, Ken Arok kemudian membunuh Tunggul Ametung dengan sebilah keris buatan Mpu Gandring. Setelah itu, ia menikahi Ken Dedes, yang saat itu sedang mengandung.
Cerita selanjutnya merupakan kisah tragedi. Anusapati, anak yang dikandung Ken Dedes dari Tunggul Ametung, mengetahui tragedi yang menimpa ayahnya. Ia kemudian membunuh ayah tirinya itu dengan keris yang telah membunuh ayah kandungnya dan mengambil alih tahta kerajaan.

Pemerintahan Anusapati berlangsung selama 21 tahun (1227-1248). Masa pemerintahannya tidak banyak diketahui selain dia gemar menyabung ayam, dia dibunuh oleh Tohjaya, seorang anak Ken Arok dari istri lainnya yang bernama Ken Umang. Pada gilirannya, Tohjaya kemudian dibunuh oleh anak Anusapati yang bernama Ranggawuni.





Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 16


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Ranggawuni naik tahta pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana. Ia merupakan raja Singasari pertama yang namanya diabadikan dalam prasasti

Narasingharmuti.

Dalam kakawin Negarakertagama disebutkan bahwa Wisnuwardana menobatkan anaknya yang bernama Kertanegara menjadi raja pada tahun 1254. Kertanegara merupakan raja terbesar Singasari. Selama pemerintahannya, ia berhasil memperluas wilayahnya hingga meliputi wilayah Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Nusantara bagian timur. Salah satu ekspedisi penaklukannya dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu yang dikirimkan pada tahun 1275 untuk menaklukkan Melayu.

Sementara itu, perluasan pengaruh Kemaharajaan Cina-Mongol di bawah Khubilai Khan menimbulkan tantangan terhadap kekuasaan Kertanegara. Ketika sang kaisar mengirimkan utusan yang menuntut agar Singasari tunduk kepada Cina, Kertanegara melukai wajah sang utusan yang bernama Mengki. Khubilai Khan murka dan mengirimkan pasukan untuk menyerang Jawa pada tahun 1292.









Gb. 2.1: Candi Singosari

Akan tetapi, keruntuhan Kertanegara ternyata datang dari jurusan lain. Seorang keturunan Raja-raja Kediri bernama Jayakatwang memberontak terhadap kekuasaan Singasari untuk memulihkan kembali kejayaan Kediri yang diruntuhkan oleh leluhur Kertanegara. Dalam suatu serangan, pasukan Jayakatwang berhasil membunuh Kertanegara meskipun menantunya yang bernama Raden Wijaya berhasil lolos. Kematian Kertanegara membuat Singhasari runtuh.
















Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 17


Ilmu Pengetahuan Sosial 2



































)






Majapahit

Pendiri Majapahit ialah Raden Wijaya. Raden Wijaya merupakan menantu Kertanegara yang berhasil meloloskan diri ke Madura setelah kematian mertuanya. Dengan bantuan penguasa Madura bernama Arya Wiraraja, ia menawarkan diri untuk bekerja sama dengan Jayakatwang di Kediri. Penguasa baru tersebut menerima tawaran tersebut dengan senang hati. Jayakatwang kemudian memberikan daerah hutan Tarik(sekarang Trowulan) kepada Raden Wijaya.

Raden Wijaya diam-diam memperkuat diri sambil menunggu saat yang tepat untuk membalas dendam. Kesempatan itu datang ketika pada awal tahun 1293 tentara Cina- Mongol yang dikirim untuk menghukum Kertanegara tiba di Pulau Jawa. Ketidaktahuan tentara Khublai Khan mengenai perubahan politik di Jawa membuat mereka termakan tipu muslihat yang dilakukan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Dalam suatu serangan mendadak, gabungan tentara Mongol dan Raden wijaya berhasil membunuh Jayakatwang.



Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 18


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Setelah berhasil mengalahkan Kediri, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Mongol dan memaksa mereka lari meninggalkan Pulau Jawa. Kekalahan tentara Khublai Khan memuluskan jalan bagi Raden Wijaya untuk menjadi penguasa di Pulau Jawa. Ia dinobatkan menjadi Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jaya Wardhana pada 12 November 1293.

Para pengikut Kertarajasa yang berjasa dalam mendirikan Majapahit kemudian diangkat menjadi pejabat tinggi kerajaan. Di antara mereka terdapat tokoh-tokoh, yaitu Arya Wiraraja, Pu Tambi (Nambi), dan Ronggo Lawe. Pengangkatan tersebut menimbulkan rasa tidak puas bagi sebagian orang yang merasa dirinya lebih berhak dan lebih pantas bagi jabatan yang lebih tinggi. Hal ini diperparah oleh intrik yang dilakukan oleh Mahapati, ia berusaha memperkuat kedudukannya sendiri di Istana. Timbullah serangkaian pemberontakan seperti yang dilakukan Ronggo Lawe pada tahun 1295 serta Pu Sora dan Juru Demung antara tahun 1298-1300. Di tengah-tengah kekacauan ini, Raden Wijaya wafat pada tahun 1309.

Pengganti Raden Wijaya adalah Jayanegara yang bergelar Sri Jayanegara. Pemerintahannya juga dirongrong oleh berbagai pemberontakan yang merupakan kelanjutan dari apa yang terjadi pada masa pemerintahan ayahnya. Pemberontakan Nambi tahun 1316 dapat dipadamkan oleh Mahapati. Nambi dan keluarganya dibunuh, kemudian menyusul pemberontakan Semi pada tahun 1318 dan Kuti 1319. Setelah peristiwa itu, raja Jayanegara sadar kalau Mahapati ternyata tukang fitnah. Akhirnya, ia ditangkap dan dihukum mati.
Ketika terjadi pemberontakan Kuti inilah muncul nama Gajah Mada. Ia adalah anggota pasukan pengawal raja yang berhasil menyelamatkan raja dalam peristiwa Bedander, ketika Jayanegara terpaksa mengungsi. Sebagai imbalannya, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan dan selanjutnya di Daha.

Pada 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tanca, seorang tabib istana. Peristiwa ini dikenal dengan Patanca. Setelah kematian Jayanegara sempat terjadi kemelut karena puteri mahkota yang bernama Gayatri memilih menjadi pertapa. Tahta kerajaan kemudian diwakilkan kepada puterinya, Tribhuwanatunggadewi (Bhre Kahuripan). Selama pemerintahan ratu tersebut kemelut politik masih muncul. Hal tersebut terlihat dengan adanya pemberontakan Sadeng pada tahun 1331. Pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai balasan atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Mangkubumi (perdana menteri).







Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 19


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Pada saat dilantik, Gajah Mada mengucapkan suatu sumpah terkenal yang disebut sebagai Sumpah Palapa. Dalam sumpahnya itu, Gajah Mada bertekat untuk tidak berhenti beristirahat sampai seluruh Nusantara dipersatukan di bawah panji Majapahit. Tribhuanatunggadewi menduduki tahta selama 22 tahun dan kemudian menyerahkan tahta Majapahit kepada puteranya Hayam Wuruk. Hayam Wuruk menjadi raja dengan gelar Sri Rajasanegara. Selama pemerintahannya yang berlangsung selama 39 tahun, ia didampingi oleh Gajah Mada sebagai patihnya.

Di bawah duet Sri Rajasanegara dan Gajah Mada, persatuan Nusantara perlahan-lahan dapat diwujudkan meskipun sempat diwarnai keributan dengan adanya peristiwa Bubat. Peristiwa yang menewaskan Maharaja Sunda Pajajaran yang bernama Sri Bhaduga dan Dyah Pitaloka, puterinya yang menjadi calon permaisuri Hayam Wuruk. Peristiwa ini meretakkan Hayam Wuruk dan Gajah Mada.

Hayam Wuruk sangat memperhatikan kehidupan agama. Ia berusaha mempersatukan 3 aliran agama, yaitu Buddha, Siwa, dan Wisnu. Kerukunan hidup beragama di Majapahit dilukiskan oleh Mpu Tantular dalam bukunya Sutasoma dengan kalimat “Bhineka Tunggal Eka”, yang artinya berbeda-beda tetapi satu atau keanekaragaman dalam kesatuan. Beberapa pujangga besar yang hidup pada masa tersebut, adalah Mpu Prapanca dengan karyanya kitab Negarakertagama dan Mpu Tantular dengan karyanya Arjuna Wiwaha.
Kematian Gajah Mada pada tahun 1364, yang disusul oleh wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389 menyebabkan kemunduran besar bagi Majapahit. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lagi pemimpin sekaliber mereka yang memimpin kerajaan. Penguasa kerajaan Majapahit selanjutnya seperti Wikramawardhana, dan Suhita tidak mampu secara tegas menindak pembangkangan Bhre Wirabhumi dari Blambangan. Akibatnya, timbul sengketa berlarut-larut yang kemudian pecahnya perang Paregreg.

Keruntuhan Majapahit ditandai oleh serangan pasukan Ranawijaya terhadap Kertabhumi (Bhre Kahuripan). Majapahit direbut oleh musuh. Ranawijaya kemudian memaklumkan dirinya sebagai raja dan mengambil gelar Sri Maha-raja Wilwatiktapura Janggala Kediri Prabunatha. Ia merupakan raja terakhir Majapahit. Perang saudara yang berkepanjangan yang mengakibatkan Majapahit menjadi lemah.

Selain itu, faktor ekonomi juga ikut mempercepat keruntuhan Majapahit. Pada abad ke-15, Malaka muncul menjadi sebuah pelabuhan dan kerajaan maritim




Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 20


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

yang penting di Asia Tenggara. Banyak dari kerajaan-kerajaan kecil yang berada di bawah pengaruh Majapahit yang melepaskan diri dari kekuasaannya dan berdagang dengan Malaka. Majapahit kemudian ditaklukkan oleh Demak.

C. Pengaruh dan Warisan Kebudayaan Hindu-Buddha

Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha

Perkembangan Hindu Buddha di Nusantara tidak sekedar membawa perubahan dalam bidang keagamaan saja melainkan juga berpengaruh pada kehidupan politik, sosial, dan budaya.

Perubahan dalam Bidang Politik

Pengaruh Hindu-Buddha yang paling nyata di bidang politik yang paling nyata adalah diperkenalkannya sistem kerajaan. Sebelumnya, kedudukan pemimpin dalam masyarakat Nusantara ialah orang yang dituakan oleh sesamanya. Sesuai dengan sistem kerajaan yang berlaku di India, kedudukan pemimpin dalam masyarakat berubah menjadi mutlak dan turun temurun berdasarkan hak waris(atau dinasti) yang sesuai dengan peraturan hukum kasta.

Perubahan dalam Bidang Sosial

Sejalan dengan pengaruh agama Hindu-Buddha, masyarakat Nusantara terbagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan aturan kasta. Akan tetapi, sistem kasta yang berlaku di Nusantara tidaklah seketat di negara asalnya.

Perubahan dalam Bidang Kebudayaan
Pengaruh Hindu-Buddha di bidang kebudayaan terutama berkaitan dengan penyelenggaraan upacara keagamaan, seperti upacara sesajen, pembuatan relief, dan candi serta penggunaan bahasa sanskerta.

Warisan Kebudayaan Hindu-Buddha Arsitektur

Arsitektur warisan kebudayaan Hindu-Buddha dapat dilihat dari stupa dan candi. Awalnya stupa dikenal sebagai kuburan kubah atau bukit makam yang sederhana, kemudian bentuk arsitektur ini menjadi sebagai bangunan suci bagi umat Buddha. Pada perkembangannya bentuk kubah pada stupa tetap dilestarikan namun dengan maksud berbeda, yakni sengai lambang nirwana. Stupa lalu menjadi tempat penyimpanan relik yang dikelilingi oelh teras berdinding. Gerbangnya terdapat di empat penjuru mata angin, biasanya dihiasi dengan gambar-gambar timbul (relief).








Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 21


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Adapun candi merupakan bangunan peninggalan masa lalu yang digunakan untuk memuliakan orang yang telah meninggal, khusus bagi para raja dan orang-orang terkemuka. Namun menurut Sukmono (1973: 81) yang dikubur didalamnya bukan mayat atau abu jenazah melainkan bermacam-macam benda seperti potongan berbagai jenis logam dan batu-batu akik, yang disertai dengan saji-sajian. Benda-benda tersebut dinamakan dengan pipih, dan dianggap sebagai lambang zat-zat jasmaniah dari sang raja yang telah bersatu kembali dengan dewa penitisnya.

Dilihat dari asal-usulnya, kata candi berasal dari salah satu nama untuk Durga sebagai Dewi Maut, yaitu candika. Sehingga tidak mengherankan bila candi dihubungkan dengan orang yang sudah meninggal. Bentuk candi di masing-masing daerah memiliki perbedaan.

Berikut ini perbedaan umum bentuk candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur






























Dilihat dari coraknya candi juga berbeda di tiap daerah. Hal tersebut menyebabkan pengelompokan candi berdasarkan daerah penemuan. Pengelompokan itu bisa dilihat dari keterangan berikut ini.

       Kelompok candi di Jawa Tengah di bagian Utara umumnya tidak beraturan dan lebih merupakan gugusan candi yang masing-masing berdiri sendiri.

       kelompok candi di Jawa Tengah bagian Selatan berdiri ditengah dan candi-candi perwaranya berbaris teratur di sekelilingnya.



Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 22


Ilmu Pengetahuan Sosial 2


       Kelompok candi di Jawa Timur induknya terletak di bagian belakang halaman candi, sementara candi perwara dan bangunan-bangunan lainnya terletak di depan.

Beberapa candi di Jawa Tengah Utara adalah Candi Gunung Wukir di dekat Magelang, berhubungan dengan prasasti Canggal tahun 732 M dan Candi Gedong Songo di lereng Gunung Ungaran.

Adapun beberapa candi di Jawa Tengah Selatan adalah Candi Kalasan dekat Yogyakarta didirikan pada tahun 778, Candi Sari yang terletak di dekat Candi Kalasan, Candi Borobudur dekat Magelang yang memiliki puncak stupa yang sangat besar dan arca-arca yang sangat banyak berjumlah 505, Candi Mendut di sebelah Timur Candi Borobudur, dan Candi Sewu di dekat desa Prambanan yang terdiri atas 2 buah candi induk dikelilingi oleh ± 250 buah candi perwara yang tersusun dalam 4 baris.

Sementara itu, candi di Jawa Timur adalah Candi Kidal (candi Anusapati), Candi Jago (candi Wisnuwardhana), Candi Singosari (candi Kertanegara) dekat Malang, Candi Jawi dekat Prigen, Candi Panataran di Blitar.

Seni Sastra

Seni sastra peninggalan Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha ialah tampak dalam penulisan prasasti, kitab, dan kakawin. Prasasti biasanya ditulis untuk memberikan informasi sehubungan dengan adanya peringatan, perintah, atau keberadaan suatu kerajaan. Pada masa kerajaan Kutai, informasi itu di pahatkan pada Yupa (tugu batu).
Kitab adalah sebuah karangan tentang kisah, catatan, atau laporan suatu peristiwa. Pada masa Hindu-Buddha, kitab ditulis dalam lembaran daun lontar. Isi kitab berupa rangkaian puisi yang terdiri atas beberapa bait, ditulis dalam bahasa yang indah. Ungkapan dalam puisi itu disebut kakawin. Beberapa kitab yang ditulis misalnya, Mahabharata, Arjuna Wiwaha, Negarakertagama, dan Sutasoma.

Seni Rupa/Ukir

Karya seni rupa banyak dijumpai dalam bentuk relief yang dipahatkan pada dinding candi, biasanya berupa gambar dan hiasan serta ada yang merupakan rangkaian cerita atau kisah orang-orang tertentu. Relief-relief itu antara lain dapat ditemui dalam berbagai candi seperti Borobudur, Prambanan, dan Panataran.





Paket 2 Sejarah Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia                                     2 - 23


Ilmu Pengetahuan Sosial 2

Misalnya, candi-candi di Jawa Tengah terdapat hiasan gambar pohon. Kebanyakan dari pohon-pohon itu melambangkan Kalpataru atau Parayata, yaitu pohon yang dapat memberi segala apa yang diinginkan dan diminta oleh manusia, sedangkan berbagai bentuk relief yang melukiskan rangkaian cerita, biasanya diambil dari kitab-kitab kesusasteraan, seperti Ramayana dan dari kitab keagamaan seperti Karmawibhangga, Kunjakarna, dan lain-lain.






Daftar Pustaka



Badrika, I Waya. 2000. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hadiwijono, Harun. 1987. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Poesponegoro, Marwati Djoened. dan Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional Indonesia 2. Jakarta: Balai Pustaka.

Siswoyo, Supartono W. 2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta:

Universitas Trisakti.

Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jilid 2. Yogyakarta: Kanisius.

Sudarmanto.Y.B. 1996. Jejak-Jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar