A.
DEFINISI AKHLAK
Ada
dua pendekatan untuk
mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan
linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan).
Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun
yang menurut loghat diartikan: budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau
tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang
berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan
makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai
media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan
antara makhluk dengan makhluk.
Secara
terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan
pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran,
yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang
terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi
budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang
termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.
Sedangkan
secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan
dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali
akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan
mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain
mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang
dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul
dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Pertama,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang,
sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa
pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang
bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga,
bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak
adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang
bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan
manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
Keempat,
bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya,
bukan main-main atau karena bersandiwara
Kelima,
sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik)
adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah,
bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Disini
kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu
akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih
kepada yang bersifat praktis.
Jika sifat
yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut
rasio dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan
jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut
dinamakan dengan akhlak yang buruk.
Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya
keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan
keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua
unsur tadi harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu.
Secara istilah, beberapa definisi dari akhlak adalah sebagai berikut :
Menurut
Imam Abu Hamid Al-Gazali, akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan
Menurut
Ibn Maskawaih,
akhlak adalah keadaan seseorang yang
mendorongnya melakukan suatu perbuatan tanpa didahului oleh pertimbangan
Menurut
Abdul Karim Zaidan,
akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan
sorot dan timbangannya seorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk,
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya .
B.
TUJUAN AKHLAK
Tujuan
mendasar Rasulullah sejak kenabian secara tegas dijelaskan dan al-Qur’an
senantiasa mengabadikan Akhlak Rasulullah dalam ayat:
Artinya: Sesungguhnya
kamu memiliki Akhlak mulia ”
Hal ini
menunjukkan peran penting Akhlak dalam islam. Ukuran Akhlak dalam Islam adalah:
Keimanan, Ketakwaan yang dibangun dari empat pondasi, yakni :
1.Niat
yang baik
2.Hati yang bersih terhadap segala hal
3.Baik
dalam perkataan dengan semua masyarakat baik kawan maupun
lawan
4.Perilaku yang baik terhadap seluruh makhluq
Al-Imam
al-Gholayain berkata, Jadilah
kalian orang yang mau membantu orang lain, pasti orang lain pun akan membantu
padamu. Gemarlah berbuat baik pada orang lain, sudah tentu orang lain juga
gemar berbuat baik kepadamu. Tolong menolong adalah salah satu persoalan yang
harus dilakukan oleh setiap orang secara timbal balik. sedikit sekali rasanya,
orang yang tidak menginginkan kamu mendapatkan kebagiaan, dan sedikit
pula orang yang tidak mau memberikan bantuan kepadamu, jika mereka
telah mengetahui, bahwa kamu merasa senang apabila melihat orang lain bahagia
dan kalian cepat-cepat memberikan pertolongan kepada orang lain, kecuali orang
yang bejat akhlaknya dan rendah pendidikannya. orang-orang seperti ini, termasuk
orang yang tidak tahu cara membalas budi kepada orang lain, yang telah berbuat
baik untuknya. karenanya, masyarakat tidak akan sudi membantu atau menolong
orang-orang seperti itu dan tidak akan memandang sebagai orang yang patut
dihormati.
Sering kali golongan orang-orang yang tidak tahu cara balas jasa dan budi baik
orang lain, itu datang karena terdorong oleh kebejatan akhlaknya, hingga
tega membalas kebaikan dengan kejahatan, menukarkan sesuatu yang hina miliknya
dengan sesuatu yang baik milik orang lain. Barang siapa yang melakukan perangai
yang buruk seperti itu, maka dia termasuk orang yang harus selalu diwaspadai,
termasuk dalam peringatan:
" Berhati-hatilah
terhadap kejahatan orang-orang yang telah menerima kebaikan".
Tatakrama/akhlak
bertumpu pada dua pondasi antara lain :
1. Tatakrama individu yang berkaitan
dengan hak individu seperti tatakrama makan, minum, berpakaian, tidur,
bepergian, ketika sehat maupun sakit dan lainnya yang memiliki aturan khusus
dan sangat personal. Seluruh aturan tersebut bertujuan untuk membawa manusia
pada kebahagiaan dan menjauhkan dari kesulitan serta berbagai penyakit
masyarakat.
2. Tatakrama sosial yang berkaitan
dengan hak social manusia seperti tatakrama berhubungan dengan ibu dan Bapak,
istri dan anak, kerabat, guru dan murid, teman dan tetangga serta seluruh
lapisan masyarakat.
Penerapan tatakrama ini menjadi jaminan keamanan,
melindungi ketenteraman, kebahagiaan dan keselamatan semua manusia. Pada
kenyataannya, agama merupakan seluruh aturan yang berdasarkan akhlak /
tatakrama terbaik. Ajaran islam seluruhnya bersandar pada pondasi keutamaan
akhlak.
Adapun yang menjadi sasaran bidik akhlak adalah prilaku manusia, yang ini
berarti terkait dengan persoalan lahiriah, namun begitu karena prilaku ini
terkait dengan persoalan batiniah. Maka akhlak pun mengarahkan perhatiannya
pada persoalan batin.
C.
DASAR-DASAR AKHLAK
Ada tiga materi pengetahuan dalam ajaran Islam, ketiga
materi yang sangat asasi tersebut biasa disebut dengan rukun agama, yaitu :
· Islam/Syariah
· Iman/Akidah
· Ihsan/Akhlak
dan Tasawuf
Pengetahuan tentang Islam biasa disebut Syariah/Ibadah,
kemudian tentang keimanan/akidah yaitu pengetahuan yang membicarakan tentang
keyakinan, kepercayaan atau keimanan seseorang kepada Allah SWT, dan yang
terakhir adalah membicarakan tentang bagaimana seseorang bersikap secara jiwa
maupun fisik di hadapan kebesaran Allah SWT. Secara umum materi ini masuk
kategori akhlak atau ihsan.
Maksud dari dasar-dasar akhlak disini sesuatu yang
menjadi penentu standar ukuran baik atau buruk atas prilaku seseorang, dan
sesuatu itu adalah al-Qur`an, hadits, dan prilaku-prilaku yang telah
dicontohkan dari hamba-hamba Allah yang shalihin.
Maka bahwasannya orang-orang yang mempunyai ilmu yang
tinggi tentu sepatutnya harus dilandasi oleh akhlak yang mulia, yang mana hal
ini seperti keterangan dalam al-Qur’an yang menerangkan para Nabi yang
mempunyai ilmu tinggi. Sabda Allah SWT dalam al-Qur`an surat Shaad :
Artinya : dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq
dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang
tinggi. Sesungguhnya
Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang
Tinggi Yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat”. (Shaad :
45-46)
D.
MANUSIA ADALAH MAKHLUK YANG PERLU
HIDUP BERMASYARAKAT
Hendaklah
diketahui, bahwa manusia adalah makhluk yang memerlukan hidup bermasyarakat
dengan sesamanya. Karena seseorang itu tidak mungkin dengan sendirinya, tanpa
bantuan orang lain dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan
untuk kelangsungan hidupnya, kesenang-senangannya dan kebutuhan yang diperlukan
oleh mentalnya.
Cobalah
merenung sejenak tentang roti dan pakaian, engkau pasti mengerti, bahwa
keduanya itu tidak dengan begitu saja sampai kepadamu, tetapi keduanya telah
melalui proses panjang yang harus dikerjakan oleh banyak orang. Sesungguhnya
roti tidaklah sampai kepadamu, kecuali setelah melalui proses penanaman biji
gandum, yang tentu saja dikerjakan oleh para petani, lalu dipanen, kemudian
diselep menjadi tepung. Setelah itu baru diproses menjadi roti. Begitu halnya
dengan baju yang terbuat dari katun, tidaklah baju itu langsung ada dan dapat
dipakai, kecuali harus menanam biji-biji kapas terlebih dahulu,
mengumpulkannya, memintalnya, lalu menenunnya, sehingga menjadi lembaran kain.
Setelah itu dipotong dan dijahit menjadi baju. Jika roti dan baju yang
sederhana itu demikian panjang proses pembuatannya, maka bagaimana halnya
dengan barang-barang kebutuhan hidup lainnya. Dengan demikian, maka engkau
harus bergaul dan bermasyarakat dengan sesama umat manusia yang berlainan dan
berbeda adat kebiasaan, kesopanan, dan pangkatnya.
Dengan Akhlaklah manusia sebagai makhluk Allah SWT bisa
dibedakan dengan makhluk Allah SWT yang lain, oleh karenanya Baginda Nabi
Muhammad SAW dalam suatu sabdanya mengatakan bahwa beliau diutus menjadi Rasul
adalah untuk menyempurnakan Akhlak :
Artinya: Bahwasannya aku diutus Allah untuk
menyempurnakan keluhuran Akhlak (budi pekerti)". (H.R. Ahmad).
Karena manusia adalah makhluk biososial yang tidak bisa
terlepas dari manusia lainnya, yang
dengan
sendirinya ia akan melebur dalam satu kehidupan bersama. Maka apapun yang
dibuatnya akan mempengaruhi terhadap perkembangan tiap individu didalamnya.
Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan
dalam diri harus dijadikan sebagai standar untuk mengukur perasaan orang lain.
Untuk mencubit orang lain umpamanya, cubit dahulu diri sendiri, bila terasa
sakit, maka orang lainpun akan merasakan sakit juga. Seorang pujangga Arab pernah
mengatakan :
Dengan demikian ketika seseorang telah mengetahuai apa yang dirasakan orang
lain, maka secara otomatis perasaan tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya
pada selainnya. Dan hal ini mejadikan tingkah laku/akhlak seseorang terbagi
menjadi dua, yakni Akhlak yang baik (terpuji) dan Akhlak yang
tidak baik (tercela).
E. PEMBAGIAN AKHLAK
1. Akhlak Terpuji
Akhlak yang terpuji tentulah akan membuat keadaan
disekitarnya menjadi tentram yang mana menjadi asas menuju kebahagiaan. Islam
mengajarkan bahwa manusia yang paling baik adalah manusia yang paling banyak
mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Menurut hadits yang
diriwayatkan oleh Qadla'ie dari jabir, Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : Sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak
manfaatnya (kebaikannya) kepada manusia lainnya.
Kesadaran untuk berbuat baik sebanyak mungkin kepada oang lain ini melahirkan
sikap dasar untuk mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam
hubungannya antar manusia, baik pribadi maupun masyarakat lingkungannya. Pada
hakikatnya orang yang berbuat baik atau jahat terhadap orang lain adalah untuk
dirinya sendiri. Mengapa orang lain senang berbuat baik kepada kita, karena
kita telah berbuat baik kepadanya, Allah SWT berfirman:
Artinya: jika
kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri".(QS. al-Isrâ' :
7).
Dengan
mengetahui sesuatu yang bernilai baik, maka kita akan mudah mengetahui yang
buruk. Akhlak yang baik atau terpuji itu ada beberapa macam bentuknya, antara
lain:
® al-Rahmân, yaitu belas kasihan
dan lemah lembut
® al-‘Afwu, yaitu pemaaf
dan mau bermusyawarah.
® al-Amânah, yaitu
terpercaya dan mampu menepati janji.
® Anisatun, yaitu manis
muka dan tidak sombong.
® Khusyu' dan Tadharru’,
yaitu tekun , tidak lalai, dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt.
® al-Hayâ', yaitu sifat
malu.
® al-Ikhwân dan al-Ishlâh, yaitu
persaudaraan atau perdamaian.
® al-Shâlihat, yaitu berbuat
baik atau beramal shaleh.
® al-Shabru,yaitu sabar.
Khususnya sabar dalam tiga hal. Yang pertama sabar dalam beribadah dan
beramal. Kedua sabar untuk tidak melakukan maksiat. Ketiga sabar
ketika tertimpa musibah dan malapetaka.
® al-Ta’âwun, yaitu tolong menolong.
Demikian sebagian
akhlak terpuji yang tercantum dalam Al-Qur’an. Sebenarnya masih banyak lagi
sifat baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits.
2.
Akhlak Tercela
Akhlak tercela/buruk secara khusus menjadi musuh islam yang utama, dan tentunya
juga bagi semua orang. Karena itu dalam Islam sendiri telah dinyatakan oleh
baginda Rasulullah SAW bahwasannya beliau diutus hanya untuk menyempurnakan
akhlak.
Karena misi Islam pertama-tama adalah untuk membimbing manusia berakhlak mulia,
maka setiap pelanggaran akhlak akan mendapat sanksi atau siksa dari Tuhan.
Dengan kata lain, setiap perbuatan buruk akan berakibat kesengsaraan bagi si
pembuat sendiri dan bagi masyarakatnya. Banyak ceritera yang diterangkan Allah
SWT dalam kitab suci al-Qur'ân tentang binasanya/celakanya orang dahulu, yaitu
akibat dari kemaksiatan atau keburukan akhlak mereka. Ceritera seperti ini
tentu dimaksudkan untuk dijadikan 'ibrah yang perlu diperhatikan oleh
orang-orang yang dating kemudian.
Di dalam surah
ar-Rûm ayat 41 Allah SWT berfirman:
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".(QS.
ar-Rûm: 41)
Firman-Nya dalam surah
al-Humazah ayat 1 :
Arinya: kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat
lagi pencela", (QS. al-Humazah :1)
Rasulullah SAW
pernah mengatakan dalam sabdanya :
Artinya: bahwasannya telah binasa mereka yang sebelum kamu, karena
apabila orang-orang bangsawan mereka mencuri, mereka tidak diapa-apakan (tidak
diambil tindakan untuk dihukum), tetapi apabila mencuri orang-orang yang lemah,
barulah mereka diambil tindakan". (H.R. Bukhari).
Jadi akhlak yang buruk sebenarnya bukan saja berakibat buruk kepada si pelaku
sendiri, tetapi juga akan merusak keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat.
Sebagai contoh, salah satu sifat yang tercela/buruk "dusta". Sifat
ini akan membawa kerusakan bagi pribadi orang yang berdusta dan juga pada
masyarakatnya.
Berikut merupakan macam – macam
akhlak tercela (madzmumah), yaitu :
® al-Nanî’ah, yaitu sifat egois atau hanya
mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan orang lain.
® al-Bukhlu, yaitu kikir.
® al-Buthân, yaitu suka berdusta.
® al-Khiyânat, yaitu tidak
menepati janji.
® al-Jubn, yaitu pengecut.
® al-Ghîbah, yaitu menggunjing atau mengumpat atau
menceritakan kejelekan orang lain kepada orang lain.
® al-Hasd, yaitu dengki.
Dengki atau hasud adalah perbuatan seseorang berefek negative (bahkan
merusak) terhadap orang lain.
® al-Ifsâd, yaitu berbuat kerusakan. Seseorang
mempunyai sifat merusak biasanya untuk mencapai kepentingan pribadinya dan
tidak menghiraukan akibatnya.
® al-Isyrâf, yaitu berlebih – lebihan.
® al-Zhulmu, yaitu berbuat aniaya.
® al-Fawâhisyi, yaitu berbuat
dosa bersar.
Dan masih
banyak lagi akhlak tercela yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits.
Kita sebaiknya berusaha sekuat tenaga untuk memiliki akhlak yang terpuji dan
menjauhi akhlak yang tercela sehingga bisa seiring dan sejalan dengan keimanan
dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Kita pun lalu bisa menjadi insan kamil
atau manusia seutuhnya.
Sehubungan dengan pembagian akhlak,
kita juga harus mengetahui tentang pengetahuan yang berhubungan dengan akhlak
(ilmu akhlak), juga korelasi-korelasinya.
F. PENGERTIAN ANTARA ETIKA, MORAL,
SUSILA DAN AKHLAK
1. Pengertian Etika
Secara
bahasa etika berasal dari bahasa Yunani; ethos; yang berarti adat istiadat (
kebiasaan ), kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dari pengertian kebahasaan ini
terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, etika adalah bagian dari filsafat yang
mengajarkan tentang keluhuran budi (baik/buruk) Menurut istilah etika adalah
ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya
diperbuat. Konsep etika bersifat humanistis dan anthropocentris, karena
didasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada perbuatan manusia. Dengan
kata lain etika adalah aturan yang dihasilkan oleh akal manusia. Dari definisi
etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan
empat hal sebagai berikut :
® Dilihat dari segi objek
pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Membahas tentang baik dan buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia.
® Dilihat dari segi sumbernya, etika
bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika
tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas,dapat
berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya.
® Dilihat dari segi fungsinya, etika
berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik,
buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih
berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia.
® Dilihat dari segi sifatnya, etika
bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Kesimpulannya:
Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan
manusia untuk dikatan baik atau buruk. Perbuatan baik atau buruk dapat
dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir.
Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh
akal manusia.
2. Pengertian Moral
Dari segi
bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti
adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah
penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Dari segi istilah, moral
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah, baik atau buruk. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa
moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas
manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Acuan moral
adalah system nilai yang hidup dan diberlakukan dalam masyarakat.
3. Pengertian Susila
Dari segi
bahasa, berasal dari bahasa Sanskerta, Su: artinya baik, dan sila: artinya
prinsip, dasar, atau aturan Susila atau kesusilaan diartikan sebagai aturan
hidup yang lebih sopan,baik dan beradab. Kesusilaan merupakan upaya membimbing,
memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma/nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat.Kesusilaan menggambarkan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai
yang dipandang baik. Kesusilaan dalam pengertian yang berkembang di masyarakat
mengacu kepada makna membimbing, memandu, mengarahkan, dan membiasakan
seseorang atau sekelompok orang untuk hidup sesuai dengan norma atau
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
4. Perngertian Akhlak
Kata
akhlak merupakan jamak dari bahasa arab al-khalq ‘Fisik’ dan al-khuluq adalah dua
kata yang sering dipakai bersaman. Seperti redaksi bahasa arab ini, fulaan
husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya “si fulan baik lahirnya juga
batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata “al-khalq” adalah bentuk
lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya.
Akhlak
adalah pembahasan tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya
apakah perbuatan tersebut tegolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang
buruk atau berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkahlaku, kemudian memberikan
hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik
atau buruk.
G. HUBUNGAN ANTARA ETIKA, MORAL, SUSILA
DAN AKHLAK
Ada
beberapa persamaan antara Etika, Moral, Susila dan Akhlak sebagai berikut:
Þ Etika, Moral, Susila dan Akhlak
mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan
perangkai yang baik.
Þ Etika, Moral, Susila dan Akhlak
merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harakat
kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas Etika, Moral, Susila dan
Akhlak seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas
kemanusiaannya.
Þ Etika, Moral, Susila dan Akhlak
seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang
bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang
dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan potensi positif tersebut diperlukan
pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus menerus,
berkesinambungan, dengan tingkat konsistensi yang tinggi.
H. PERSAMAAN ANTARA ETIKA, MORAL,
SUSILA DAN AKHLAK
Persamaan
keempatnya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum atau nilai
dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau buruk.
Secara
rinci persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal:
Objek
: yaitu perbuatan manusia .
Ukuran : yaitu baik dan buruk .
Tujuan
: membentuk kepribadian manusia
Selain ada
persamaan antara etika, moral, susila dan akhlak sebagaimana diuraikan di
atas terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing
dari keempat istilah tersebut. Berikut ini adalah uraian mengenai segi-segi
perbedaan yang dimaksud;
·
Sumber atau acuan:
- Etika
sumber acuannya adalah akal
- Moral
sumbernya norma atau adat istiadat
- Susila
sumbernya nilai
- Akhlak
sumbernya al-Qur`an dan Hadits.
·
Sifat Pemikiran:
- Etika
bersifat teoritis
- Moral,
Susila dan Akhlak bersifat praktis
·
Pandangan mengenai tingkah laku:
- Etika
memandang tingka laku manusia secara umum
I.
AKHLAK SEBAGAI KEPRIBADIAN HIDUP
KEBAHAGIAAN
Akhlaq terpuji dan tercela serta tanggung jawab ( hak dan
kewajiban ) bagi setiap pribadi menurut kedudukannya masing-masing adalah
merupakan dasar yang pokok yang sangat kokoh dan kuat dalm pembentukan
kepribadian.
Betapa
pentingnya unsur kepribadian itu dalam usaha pembinaan bangsa dan masyarakat,.
Maka dari itu pembentukan kepribadian menjadi keharusan yang tidak dapat
diabaikan. Manusia yang berpribadi, yang sempurna kepribadiannya adalah manusia
utama.
Hakeketnya
bahwa kepribadian menjadi unsur mutlak bagi pembinaan masyarakat dan Negara.
Hal ini telah disadari oleh umum, dibuktikan pula dalam sejarah, sehingga hal
kepribadian benar-benar hal yang penting bagi kehidupan manusia.
Ingatlah
ketika Rosulullah SAW. pada suatu hari menolak bujukan kaum Quraisy untuk
melepaskan tugasnya mensyiarkan agama islam, dengan jawaban beliau yang sangat
terkenal :
"meskipun
matahari diletakkan ditangan kananku,dan bulan ditangan kiriku, aku tidak akan
berhenti dari tugasku ini".
Juga
dengan sahabat Bilal yang dengan hati tabah dan tawakkal menderita mendapat
siksaan dari kaum Quraisy dalam memegang teguh keyakinan imannya kepada Allah
dan Rosulnya, justru karena ia mempunyai kepribadian yang sangat besar.
Pada suatu
waktu khalifah Umar memerintahkan kepada isterinya untuk menyerahkan kembali
hadiah yang baru diterimanya, berupa intan permata diserahkan ke Baitulmal,
semua itu menunjukkan dan membuktikan bahwa islam telah meletakkan dasar-dasar
kepribadian yang luhur dan mulia, kuat dan sentosa.
Maka
pembinaan masyarakat islam tidak mungkin dapat dipisahkan dari pembinaan
kepribadian yang dijiwai dengan mutiara hikmah dari ajaran-ajaran agama islam.
Rasulullah SAW diutus oleh Tuhan untuk membentuk pribadi
Muslim yang tunduk pada peraturan-peraturan Tuhan yang suci, yang betul-betul
berbakti kepada agama, ibu pertiwi , masyarakat, nusa dan bangsa, semata-mata
mencari keridhaan Allah, memiliki jiwa tauhid yang mendalam .
Disebut
dalam suatu ayat :
Artinya : “ Katakanlah olehmu hai Muhammad, sesungguhnya
saya ini adalah manusia seperti kamu, hanya saja aku diberi wahyu oleh Tuhan
Yang Maha Esa “. (Q.S Al – Kahfi: 110 )
Disebut juga dalam Al – Qur’an :
Artinya: Tidaklah
Aku menjadikan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepadaKu”. ( Q.S.
Adzariyat : 56 )
Disebut
juga dalm Al-Qur’an :
Artinya: Wahai
diri yang tenteram, kembalilah kepada tuhanmu dengan ridha dan diridhai, maka
masuklah engkau kedalam golongan hambaKu, dan masuklah ke surgaKu “ ( Q.S.
Al-Fajr : 27-30).
Begitu juga dengan kebahagian, maka yang dikehendaki
disini adalah kebahagiaan yang bersifat hakiki, yakni tidaklah cukup jika
aktivitas tertinggi manusia itu dijalankan dengan sembarangan cara saja.
Manusia dapat disebut bahagia jika ia menjalankan aktivitasnya dengan baik,
yaitu menjalankan aktivitasnya menurut "keutamaan". Hanya pemikiran
yang disertai keutamaan yang dapat membuat manusia menjadi bahagia. Keutamaan
juga tidak hanya menyangkut rasio, tetapi juga menyangkut manusia seluruhnya.
Manusia bukan saja merupakan makhluk intelektual, tetapi juga makhluk yang
mempunyai perasaan, keinginan, nafsu dan sebagainya. Sebab itu, sebagaimana
dikatakan Aristoteles, pada manusia itu terdapat dua keutamaan, yaitu keutamaan
intelektual dan keutamaan moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar