Kamis, 04 Juni 2015

DEFINISI AKHLAK



A.      DEFINISI AKHLAK
Ada   dua   pendekatan   untuk   mendefenisikan   akhlak,   yaitu   pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak   berasal dari bahasa arab yakni  khuluqun    yang menurut loghat diartikan:   budi  pekerti, perangai,   tingkah   laku   atau   tabiat.   Kalimat   tersebut   mengandung   segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.
Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara
Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.
Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang buruk.
            Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu.
       Secara istilah, beberapa definisi dari akhlak adalah sebagai berikut :
Menurut Imam Abu Hamid Al-Gazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan
Menurut Ibn Maskawaih, akhlak adalah keadaan seseorang yang mendorongnya melakukan suatu perbuatan tanpa didahului oleh pertimbangan
Menurut Abdul Karim Zaidan, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorot dan timbangannya seorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya .

B.       TUJUAN AKHLAK
Tujuan mendasar Rasulullah sejak kenabian secara tegas dijelaskan dan al-Qur’an senantiasa mengabadikan Akhlak Rasulullah dalam ayat:
Artinya: Sesungguhnya kamu memiliki Akhlak mulia ”
Hal ini menunjukkan peran penting Akhlak dalam islam. Ukuran Akhlak dalam Islam adalah: Keimanan, Ketakwaan yang dibangun dari empat pondasi, yakni :
1.Niat yang baik
            2.Hati yang bersih terhadap segala hal
3.Baik dalam perkataan dengan semua masyarakat baik kawan maupun
   lawan
            4.Perilaku yang baik terhadap seluruh makhluq
Al-Imam al-Gholayain berkata, Jadilah kalian orang yang mau membantu orang lain, pasti orang lain pun akan membantu padamu. Gemarlah berbuat baik pada orang lain, sudah tentu orang lain juga gemar berbuat baik kepadamu. Tolong menolong adalah salah satu persoalan yang harus dilakukan oleh setiap orang secara timbal balik. sedikit sekali rasanya, orang yang  tidak menginginkan kamu mendapatkan kebagiaan, dan sedikit pula orang  yang tidak  mau memberikan bantuan kepadamu, jika mereka telah mengetahui, bahwa kamu merasa senang apabila melihat orang lain bahagia dan kalian cepat-cepat memberikan pertolongan kepada orang lain, kecuali orang yang  bejat akhlaknya dan rendah pendidikannya. orang-orang seperti ini, termasuk orang yang tidak tahu cara membalas budi kepada orang lain, yang telah berbuat baik untuknya. karenanya, masyarakat tidak akan sudi membantu atau menolong orang-orang seperti itu dan tidak akan memandang sebagai orang yang patut dihormati.   
            Sering kali golongan orang-orang yang tidak tahu cara balas jasa dan budi baik orang lain, itu datang karena  terdorong oleh kebejatan akhlaknya, hingga tega membalas kebaikan dengan kejahatan, menukarkan sesuatu yang hina miliknya dengan sesuatu yang baik milik orang lain. Barang siapa yang melakukan perangai yang buruk seperti itu, maka dia termasuk orang yang harus selalu diwaspadai, termasuk dalam peringatan:
            " Berhati-hatilah terhadap kejahatan orang-orang yang telah menerima kebaikan".
Tatakrama/akhlak bertumpu pada dua pondasi antara lain :
1.      Tatakrama individu yang berkaitan dengan hak individu seperti tatakrama makan, minum, berpakaian, tidur, bepergian, ketika sehat maupun sakit dan lainnya yang memiliki aturan khusus dan sangat personal. Seluruh aturan tersebut bertujuan untuk membawa manusia pada kebahagiaan dan menjauhkan dari kesulitan serta berbagai penyakit masyarakat.
2.      Tatakrama sosial yang berkaitan dengan hak social manusia seperti tatakrama berhubungan dengan ibu dan Bapak, istri dan anak, kerabat, guru dan murid,  teman dan tetangga serta seluruh lapisan masyarakat.
            Penerapan tatakrama ini menjadi jaminan keamanan, melindungi ketenteraman, kebahagiaan dan keselamatan semua manusia. Pada kenyataannya, agama merupakan seluruh aturan yang berdasarkan akhlak / tatakrama terbaik. Ajaran islam seluruhnya bersandar pada pondasi keutamaan akhlak.
            Adapun yang menjadi sasaran bidik akhlak adalah prilaku manusia, yang ini berarti terkait dengan persoalan lahiriah, namun begitu karena prilaku ini terkait dengan persoalan batiniah. Maka akhlak pun mengarahkan perhatiannya pada persoalan batin.

C.      DASAR-DASAR AKHLAK
Ada tiga materi pengetahuan dalam ajaran Islam, ketiga materi yang sangat asasi tersebut biasa disebut dengan rukun agama, yaitu :
·         Islam/Syariah
·         Iman/Akidah
·         Ihsan/Akhlak dan Tasawuf
Pengetahuan tentang Islam biasa disebut Syariah/Ibadah, kemudian tentang keimanan/akidah yaitu pengetahuan yang membicarakan tentang keyakinan, kepercayaan atau keimanan seseorang kepada Allah SWT, dan yang terakhir adalah membicarakan tentang bagaimana seseorang bersikap secara jiwa maupun fisik di hadapan kebesaran Allah SWT. Secara umum materi ini masuk kategori akhlak atau ihsan.
Maksud dari dasar-dasar akhlak disini sesuatu yang menjadi penentu standar ukuran baik atau buruk atas prilaku seseorang, dan sesuatu itu adalah al-Qur`an, hadits, dan prilaku-prilaku yang telah dicontohkan dari hamba-hamba Allah yang shalihin.
Maka bahwasannya orang-orang yang mempunyai ilmu yang tinggi tentu sepatutnya harus dilandasi oleh akhlak yang mulia, yang mana hal ini seperti keterangan dalam al-Qur’an yang menerangkan para Nabi yang mempunyai ilmu tinggi. Sabda Allah SWT dalam al-Qur`an surat Shaad :
Artinya : dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang Tinggi Yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (Shaad : 45-46)

D.      MANUSIA ADALAH MAKHLUK YANG PERLU HIDUP BERMASYARAKAT
Hendaklah diketahui, bahwa manusia adalah makhluk yang memerlukan hidup bermasyarakat dengan sesamanya. Karena seseorang itu tidak mungkin dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya, kesenang-senangannya dan kebutuhan yang diperlukan oleh mentalnya.
Cobalah merenung sejenak tentang roti dan pakaian, engkau pasti mengerti, bahwa keduanya itu tidak dengan begitu saja sampai kepadamu, tetapi keduanya telah melalui proses panjang yang harus dikerjakan oleh banyak orang. Sesungguhnya roti tidaklah sampai kepadamu, kecuali setelah melalui proses penanaman biji gandum, yang tentu saja dikerjakan oleh para petani, lalu dipanen, kemudian diselep menjadi tepung. Setelah itu baru diproses menjadi roti. Begitu halnya dengan baju yang terbuat dari katun, tidaklah baju itu langsung ada dan dapat dipakai, kecuali harus menanam biji-biji kapas terlebih dahulu, mengumpulkannya, memintalnya, lalu menenunnya, sehingga menjadi lembaran kain. Setelah itu dipotong dan dijahit menjadi baju. Jika roti dan baju yang sederhana itu demikian panjang proses pembuatannya, maka bagaimana halnya dengan barang-barang kebutuhan hidup lainnya. Dengan demikian, maka engkau harus bergaul dan bermasyarakat dengan sesama umat manusia yang berlainan dan berbeda adat kebiasaan, kesopanan, dan pangkatnya.
Dengan Akhlaklah manusia sebagai makhluk Allah SWT bisa dibedakan dengan makhluk Allah SWT yang lain, oleh karenanya Baginda Nabi Muhammad SAW dalam suatu sabdanya mengatakan bahwa beliau diutus menjadi Rasul adalah untuk menyempurnakan Akhlak :
Artinya: Bahwasannya aku diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran Akhlak (budi pekerti)". (H.R. Ahmad).
Karena manusia adalah makhluk biososial yang tidak bisa terlepas dari manusia lainnya, yang dengan sendirinya ia akan melebur dalam satu kehidupan bersama. Maka apapun yang dibuatnya akan mempengaruhi terhadap perkembangan tiap individu didalamnya. Karena manusia saling membutuhkan sesamanya, Islam mengajarkan bahwa perasaan dalam diri harus dijadikan sebagai standar untuk mengukur perasaan orang lain. Untuk mencubit orang lain umpamanya, cubit dahulu diri sendiri, bila terasa sakit, maka orang lainpun akan merasakan sakit juga. Seorang pujangga Arab pernah mengatakan :
" Jadikanlah dirimu itu sebagai timbangan antara dirimu dengan orang lain''.    
            Dengan demikian ketika seseorang telah mengetahuai apa yang dirasakan orang lain, maka secara otomatis perasaan tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya pada selainnya. Dan hal ini mejadikan tingkah laku/akhlak seseorang terbagi menjadi dua, yakni Akhlak yang baik (terpuji)  dan Akhlak yang tidak baik (tercela).

E.     PEMBAGIAN AKHLAK
1.    Akhlak Terpuji
Akhlak yang terpuji tentulah akan membuat keadaan disekitarnya menjadi tentram yang mana menjadi asas menuju kebahagiaan. Islam mengajarkan bahwa manusia yang paling baik adalah manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Qadla'ie dari jabir, Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : Sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada manusia lainnya.
            Kesadaran untuk berbuat baik sebanyak mungkin kepada oang lain ini melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam hubungannya antar manusia, baik pribadi maupun masyarakat lingkungannya. Pada hakikatnya orang yang berbuat baik atau jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya sendiri. Mengapa orang lain senang berbuat baik kepada kita, karena kita telah berbuat baik kepadanya, Allah SWT berfirman:
Artinya: jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri".(QS. al-Isrâ' : 7).  

                        Dengan mengetahui sesuatu yang bernilai baik, maka kita akan mudah mengetahui yang buruk. Akhlak yang baik atau terpuji itu ada beberapa macam bentuknya, antara lain:
®  al-Rahmân, yaitu belas kasihan dan lemah lembut
®  al-‘Afwu, yaitu pemaaf dan mau bermusyawarah.
®  al-Amânah, yaitu terpercaya dan mampu menepati janji.
®  Anisatun, yaitu manis muka dan tidak sombong.
®  Khusyu' dan Tadharru’, yaitu tekun , tidak lalai, dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt.
®  al-Hayâ', yaitu sifat malu.
®  al-Ikhwân dan al-Ishlâh, yaitu persaudaraan atau perdamaian.
®  al-Shâlihat, yaitu berbuat baik atau beramal shaleh.
®  al-Shabru,yaitu sabar. Khususnya sabar dalam tiga hal. Yang pertama sabar dalam beribadah dan beramal. Kedua sabar untuk tidak melakukan maksiat. Ketiga sabar ketika tertimpa musibah dan malapetaka.
®  al-Ta’âwun, yaitu tolong menolong.
        Demikian sebagian akhlak terpuji yang tercantum dalam Al-Qur’an. Sebenarnya masih banyak lagi sifat baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits.
2.      Akhlak Tercela
                        Akhlak tercela/buruk secara khusus menjadi musuh islam yang utama, dan tentunya juga bagi semua orang. Karena itu dalam Islam sendiri telah dinyatakan oleh baginda Rasulullah SAW bahwasannya beliau diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak.
                        Karena misi Islam pertama-tama adalah untuk membimbing manusia berakhlak mulia, maka setiap pelanggaran akhlak akan mendapat sanksi atau siksa dari Tuhan. Dengan kata lain, setiap perbuatan buruk akan berakibat kesengsaraan bagi si pembuat sendiri dan bagi masyarakatnya. Banyak ceritera yang diterangkan Allah SWT dalam kitab suci al-Qur'ân tentang binasanya/celakanya orang dahulu, yaitu akibat dari kemaksiatan atau keburukan akhlak mereka. Ceritera seperti ini tentu dimaksudkan untuk dijadikan 'ibrah yang perlu diperhatikan oleh orang-orang yang dating kemudian.
        Di dalam surah ar-Rûm ayat 41 Allah SWT berfirman:
        Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".(QS. ar-Rûm: 41)
        Firman-Nya  dalam surah al-Humazah ayat 1 :
Arinya: kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela", (QS. al-Humazah :1)
        Rasulullah SAW pernah mengatakan dalam sabdanya :
        Artinya:  bahwasannya telah binasa mereka yang sebelum kamu, karena apabila orang-orang bangsawan mereka mencuri, mereka tidak diapa-apakan (tidak diambil tindakan untuk dihukum), tetapi apabila mencuri orang-orang yang lemah, barulah mereka diambil tindakan". (H.R. Bukhari).
        Jadi akhlak yang buruk sebenarnya bukan saja berakibat buruk kepada si pelaku sendiri, tetapi juga akan merusak keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat. Sebagai contoh, salah satu sifat yang tercela/buruk "dusta". Sifat ini akan membawa kerusakan bagi pribadi orang yang berdusta dan juga pada masyarakatnya.
      Berikut merupakan macam – macam akhlak tercela (madzmumah), yaitu :
® al-Nanî’ah, yaitu sifat egois atau hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan orang lain.
® al-Bukhlu, yaitu kikir.
® al-Buthân, yaitu suka berdusta.
® al-Khiyânat, yaitu tidak menepati janji.
® al-Jubn, yaitu pengecut.
® al-Ghîbah, yaitu menggunjing atau mengumpat atau menceritakan kejelekan orang lain kepada orang lain.
® al-Hasd, yaitu dengki.
      Dengki atau hasud adalah perbuatan seseorang berefek negative (bahkan merusak) terhadap orang lain.
® al-Ifsâd, yaitu berbuat kerusakan. Seseorang mempunyai sifat merusak biasanya untuk mencapai kepentingan pribadinya dan tidak menghiraukan akibatnya.
® al-Isyrâf, yaitu berlebih – lebihan.
® al-Zhulmu, yaitu berbuat aniaya.
® al-Fawâhisyi, yaitu berbuat dosa bersar.
Dan masih banyak lagi akhlak tercela yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits.
            Kita sebaiknya berusaha sekuat tenaga untuk memiliki akhlak yang terpuji dan menjauhi akhlak yang tercela sehingga bisa seiring dan sejalan dengan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Kita pun lalu bisa menjadi insan kamil atau manusia seutuhnya.
            Sehubungan dengan pembagian akhlak, kita juga harus mengetahui tentang pengetahuan yang berhubungan dengan akhlak (ilmu akhlak), juga korelasi-korelasinya.

F.     PENGERTIAN ANTARA ETIKA, MORAL, SUSILA DAN AKHLAK
1.      Pengertian Etika
Secara bahasa etika berasal dari bahasa Yunani; ethos; yang berarti adat istiadat ( kebiasaan ), kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan tentang keluhuran budi (baik/buruk) Menurut istilah etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Konsep etika bersifat humanistis dan anthropocentris, karena didasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada perbuatan manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan yang dihasilkan oleh akal manusia. Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut :
®    Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Membahas tentang baik dan buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia.
®    Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas,dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya.
®    Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia.
®    Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Kesimpulannya: Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
2.      Pengertian Moral
Dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Dari segi istilah, moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Acuan moral adalah system nilai yang hidup dan diberlakukan dalam masyarakat.
3.      Pengertian Susila
Dari segi bahasa, berasal dari bahasa Sanskerta, Su: artinya baik, dan sila: artinya prinsip, dasar, atau aturan Susila atau kesusilaan diartikan sebagai aturan hidup yang lebih sopan,baik dan beradab. Kesusilaan merupakan upaya membimbing, memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma/nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.Kesusilaan menggambarkan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik. Kesusilaan dalam pengertian yang berkembang di masyarakat mengacu kepada makna membimbing, memandu, mengarahkan, dan membiasakan seseorang atau sekelompok orang untuk hidup sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
4.      Perngertian Akhlak
Kata akhlak merupakan jamak dari bahasa arab al-khalq ‘Fisik’ dan al-khuluq adalah dua kata yang sering dipakai bersaman. Seperti redaksi bahasa arab ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya “si fulan baik lahirnya juga batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata “al-khalq” adalah bentuk lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya.
Akhlak adalah pembahasan tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tegolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk atau berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkahlaku, kemudian memberikan hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.

G.    HUBUNGAN ANTARA ETIKA, MORAL, SUSILA DAN AKHLAK
Ada beberapa persamaan antara Etika, Moral, Susila dan Akhlak sebagai berikut:
Þ    Etika, Moral, Susila dan Akhlak mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangkai yang baik.
Þ    Etika, Moral, Susila dan Akhlak merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas Etika, Moral, Susila dan Akhlak seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
Þ    Etika, Moral, Susila dan Akhlak seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus menerus, berkesinambungan, dengan tingkat konsistensi yang tinggi.

H.    PERSAMAAN ANTARA ETIKA, MORAL, SUSILA DAN AKHLAK
Persamaan keempatnya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau buruk.
Secara rinci persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal:
Objek              : yaitu perbuatan manusia .
Ukuran            : yaitu baik dan buruk .
Tujuan             : membentuk kepribadian manusia
Selain ada persamaan antara  etika, moral, susila dan akhlak sebagaimana diuraikan di atas terdapat pula beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing dari keempat istilah tersebut. Berikut ini adalah uraian mengenai segi-segi perbedaan yang dimaksud;
·         Sumber atau acuan:
- Etika sumber acuannya adalah akal
- Moral sumbernya norma atau adat istiadat
- Susila sumbernya nilai
- Akhlak sumbernya al-Qur`an dan Hadits.
·         Sifat Pemikiran:
- Etika bersifat teoritis
- Moral, Susila dan Akhlak bersifat praktis
·         Pandangan mengenai tingkah laku:
- Etika memandang tingka laku manusia secara umum
- Moral, Susila dan Akhlak memandang tingkah laku manusia secara lokal atau khusus.
I.       AKHLAK SEBAGAI KEPRIBADIAN HIDUP KEBAHAGIAAN
Akhlaq terpuji dan tercela serta tanggung jawab ( hak dan kewajiban ) bagi setiap pribadi menurut kedudukannya masing-masing adalah merupakan dasar yang pokok yang sangat kokoh dan kuat dalm pembentukan kepribadian.
Betapa pentingnya unsur kepribadian itu dalam usaha pembinaan bangsa dan masyarakat,. Maka dari itu pembentukan kepribadian menjadi keharusan yang tidak dapat diabaikan. Manusia yang berpribadi, yang sempurna kepribadiannya adalah manusia utama.
Hakeketnya bahwa kepribadian menjadi unsur mutlak bagi pembinaan masyarakat dan Negara. Hal ini telah disadari oleh umum, dibuktikan pula dalam sejarah, sehingga hal kepribadian benar-benar hal yang penting bagi kehidupan manusia.
Ingatlah ketika Rosulullah SAW. pada suatu hari menolak bujukan kaum Quraisy untuk melepaskan tugasnya mensyiarkan agama islam, dengan jawaban beliau yang sangat terkenal :
"meskipun matahari diletakkan ditangan kananku,dan bulan ditangan kiriku, aku tidak akan berhenti dari tugasku ini".
Juga dengan sahabat Bilal yang dengan hati tabah dan tawakkal menderita mendapat siksaan dari kaum Quraisy dalam memegang teguh keyakinan imannya kepada Allah dan Rosulnya, justru karena ia mempunyai kepribadian yang sangat besar.
Pada suatu waktu khalifah Umar memerintahkan kepada isterinya untuk menyerahkan kembali hadiah yang baru diterimanya, berupa intan permata diserahkan ke Baitulmal, semua itu menunjukkan dan membuktikan bahwa islam telah meletakkan dasar-dasar kepribadian yang luhur dan mulia, kuat dan sentosa.
Maka pembinaan masyarakat islam tidak mungkin dapat dipisahkan dari pembinaan kepribadian yang dijiwai dengan mutiara hikmah dari ajaran-ajaran agama islam.
Rasulullah SAW diutus oleh Tuhan untuk membentuk pribadi Muslim yang tunduk pada peraturan-peraturan Tuhan yang suci, yang betul-betul berbakti kepada agama, ibu pertiwi , masyarakat, nusa dan bangsa, semata-mata mencari keridhaan Allah, memiliki jiwa tauhid yang mendalam .
Disebut dalam suatu ayat :
Artinya : “ Katakanlah olehmu hai Muhammad, sesungguhnya saya ini adalah manusia seperti kamu, hanya saja aku diberi wahyu oleh Tuhan Yang Maha Esa “. (Q.S Al – Kahfi: 110 )
Disebut juga dalam Al – Qur’an :
Artinya: Tidaklah Aku menjadikan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepadaKu”. ( Q.S. Adzariyat : 56 )
Disebut  juga dalm Al-Qur’an :
Artinya: Wahai diri yang tenteram, kembalilah kepada tuhanmu dengan ridha dan diridhai, maka masuklah engkau kedalam golongan hambaKu, dan masuklah ke surgaKu “ ( Q.S. Al-Fajr : 27-30).
Begitu juga dengan kebahagian, maka yang dikehendaki disini adalah kebahagiaan yang bersifat hakiki, yakni tidaklah cukup jika aktivitas tertinggi manusia itu dijalankan dengan sembarangan cara saja. Manusia dapat disebut bahagia jika ia menjalankan aktivitasnya dengan baik, yaitu menjalankan aktivitasnya menurut "keutamaan". Hanya pemikiran yang disertai keutamaan yang dapat membuat manusia menjadi bahagia. Keutamaan juga tidak hanya menyangkut rasio, tetapi juga menyangkut manusia seluruhnya. Manusia bukan saja merupakan makhluk intelektual, tetapi juga makhluk yang mempunyai perasaan, keinginan, nafsu dan sebagainya. Sebab itu, sebagaimana dikatakan Aristoteles, pada manusia itu terdapat dua keutamaan, yaitu keutamaan intelektual dan keutamaan moral.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar