KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA
(1800 – 1942)
A.Kolonialisme dan Imperialisme Kuno
Kolonialisme
adalah usaha penguasaan atas suatu daerah atau wilayah oleh negara penguasa.
Untuk memperluas daerah tersebut biasanya dilakukan secara paksa guna
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negara penguasa.
Bentuk-bentuk kolonialisme adalah sebagai berikut.
Koloni
penduduk, yaitu penguasaan suatu daerah baru dimana penduduk aslinya
disingkirkan atau dimusnahkan oleh bangsa pendatang, misalnya suku Indian di
Amerika dan suku Aborigin di Australia.
Koloni eksploitasi, yaitu penguasaan suatu daerah untuk diambil
hasil kekayaan alamnya dan tenaga manusianya dijadikan buruh kerja paksa,
misalnya Indonesia oleh
Belanda dan Jepang.
•
Koloni kelebihan penduduk, yaitu daerah baru yang dipakai untuk
menampung kepadatan penduduk negara induk.
•
Koloni deportasi, yaitu daerah baru yang dipakai sebagai tempat
buangan para tahanan/ narapidana yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pemerintah induknya
(Kamsori, 2004, 3).
Imperialisme
adalah suatu sistem penjajahan yang dilakukan oleh negara lain dengan jalan
membentuk pemerintahan jajahan dengan menanamkan pengaruhnya di segala bidang
kehidupan serta mengendalikan daerah yang dijajahnya (Kamsori, 2004:3).
Faktor-faktor
penyebab kolonialisme dan imperialisme adalah : pertama, adanya
keinginan menjadi bangsa yang istimewa, contohnya bangsa Jerman (ras Arya) yang
merasa diri paling unggul dan memandang rendah bangsa lain; kedua, adanya
keinginan untuk menjadi bangsa yang kuat yang ditunjang dengan memiliki
peralatan perang yang lengkap dan ingin membuktikan kekuatan kepada bangsa lain
; ketiga, adanya keinginan untuk mencari sumber kekayaan alam dan tempat
untuk memasarkan hasil industri ; keempat, adanya keinginan untuk
menyebarkan agama dan ideologi, misalnya Uni Soviet menyebarkan ideologi
komunis (Kamsori, 2004:3).
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 9
Kemunduran
VOC pada abad XVIII dipercepat dengan perang antara Belanda dan Inggris pada
tahun 1780-1783. Sesudah perang itu berhenti, negara Belanda dapat memulihkan
kembali kekuatan pertahanannya di Asia Tenggara (Hayati dkk.,1985, 16).
Setelah
pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan atas Indonesia, terjadilah
pertentangan pendapat tentang politik yang akan diterapkan di Indonesia.
Golongan progresif menganjurkan poliltik kolonial liberal yang menghendaki
sistem pajak yang dipelopori oleh Dirk van Hogendorp. Sementara itu
golongan konservatif menghendaki sistem dagang dan politik VOC tetap
dipertahankan. Golongan ini berusaha agar tanah jajahan dapat menghasilkan
bahan perdagangan yang merupakan barang penting dalam perdagangan
internasional. Sumbernya terletak pada hasil bumi dari tanah jajahan. Adapun
tokoh golongan konservatif adalah S.C. Nederburgh (Hayati dkk., 1985, 16).
Kebijakan Kolonial pada Masa Daendels
(1808-1811)
Nama lengkapnya yaitu
Herman Willem Daendels. Ia datang dan bekerja di Hindia Belanda atas perintah
Perancis. Perancis berhasil mengalahkan koalisi Austria, Inggris, Spanyol,
Sardinia dan Belanda dalam perang Koalisi (1792-1797). Sehingga daerah
kekuasaan Belanda diambil alih oleh Perancis di bawah Louis Napoleon sejak
tahun 1806. Daendels dibebani tugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari
serangan bangsa Inggris. Hal ini disebabkan beberapa daerah bekas kekuasaan
VOC, seperti pantai barat Sumatera, Ambon, dan Banda telah diduduki Inggris
(Kamsory, 2004, 12).
Kekuasaan Daendels
berlangsung antara tahun 1808-1811. Kebijakan yang dijalankan Daendels di
Hindia Belanda adalah berikut ini.
•
Membangun
jalan raya pos
Jalan raya pos atau disebut Grote Postweg
ini dibangun Daendels dari Anyer sampai Panarukan. Panjang ruas jalan sekitar
1100 km..
Pembangunan jalan raya
pos ini dilakukan dengan sistem rodi (Kamsory, 2004, 12).
•
Menjalankan
Verplichte Levenranties (penyerahan hasil bumi) Daendels meneruskan aturan yang
berlaku masa VOC berkuasa, yaitu
rakyat dipaksa menjual hasil buminya
kepada penguasa. Hasil bumi yang utama adalah kopi karena harganya mahal di
Eropa.
•
Membangun
armada militer
Daendels membentuk
pasukan yang berasal dari masyarakat pribumi, dengan membuat persenjataan di
Semarang, dan pembangunan benteng prasarana pertahanan laut.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 10
•
Membatasi
kekuasaan para bupati
yaitu
dengan memberikan gaji kepada bupati dan pegawai pemerintahan.
•
Membagi
pulau Jawa menjadi sembilan karisidenan di bawah pengawasan pemerintah pusat di
Batavia.
Kebijakan Pemerintah Kolonial pada
Masa Raffles (1811-1816)
Peristiwa
Belanda menyerah kepada Inggris menandai peralihan kekuasaan atas Indonesia,
dari Belanda kepada Inggris. Kemudian Inggris mengangkat Thomas Stamford
Raffles sebagai letnan gubernur di Indonesia, mewakili raja muda (viceroy)
Lord Minto.
Kekuatan politik
pemerintahan Raffles berdasarkan azas-azas liberal. Azas liberal
menitikberatkan pada kebebasan dan persamaan manusia. Dengan azas tersebut,
Raffles ingin mewujudkan kebebasan dan penegakan hukum dalam pemerintahannya.
Pokok-pokok kebijakan
Raffles bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adapun pokok-pokok
kebijakan itu adalah :
•
Segala
bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan.
•
Para
petani mempunyai kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah kolonial.
Kebijakan
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda (1811-1900)
Walaupun
sistem tanam paksa tidak sengaja ditujukan untuk modernisasi negara, tetapi
rupanya proses itu muncul justru pada masa tanam paksa. Pada masa tanam paksa
terdapat pengaruh-pengaruh baru di bidang organisasi dan teknik. Meskipun
demikian sistem tanam paksa telah menyebabkan terjadinya kemerosotan moral
terutama di kalangan kepala-kepala pribumi ataupun pejabat-pejabat Eropa.
Reaksi
terhadap sistem tanam paksa dimulai pada sekitar tahun 1848.
Perdebatan-perdebatan muncul baik dalam parlemen maupun dalam sejumlah tulisan
yang mengutuk sistem itu. Douwes Dekker telah membentangkan kekejaman sistem
itu dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar. Orang lain yang gigih melawan
penyelewengan dari sistem itu adalah Van Hoevell. la membela kepentingan
penduduk pribumi tanpa mencela sistem eksploitasi di daerah-daerah jajahan
untuk kepentingan negara induk. Dua orang ini telah
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 11
berjasa
sekali dalam menarik perhatian umum terhadap persoalan—persoalan kolonial.
Perlawanan
Terhadap Kolonialisme Belanda, Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Indonesia dalam
Menghadapi Belanda
Perlawanan terhadap
kekuasaan Belanda pada abad XIX jumlahnya sangat banyak. Perlawanan itu
merupakan bentuk reaksi terhadap kekuasaan kolonial Belanda dan tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.
•
Perlawanan
di Jawa. Peperangan itu terjadi pada tahun 1825-1830 di Jawa Tengah dan Jawa
Timur dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan Alibasyah Sentot Prawirodirdjo.
•
Perlawanan
di Sumatra Barat. Perlawanan di Sumatera Barat terjadi antara tahun 1803-1837
diantara tokohnya adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang dan juga
Imam Bonjol.
•
Perlawanan
di Bali. Perlawanan terhadap Belanda juga terjadi di Bali antara tahun
1846-1849. Raja Buleleng menjadi gelisah ketika Belanda menuntut agar raja
melaksanakan isi perjanjian tahun 1841 dan tahun 1843 dipimpin oleh Patih
Buleleng dan Gusti Ketut Jelantik.
•
Perlawanan
di Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Selatan perlawanan besar terjadi pada
tahun 1859-1905. Perlawanan ini dipimpin oleh Pangeran Antasari.
•
Perlawanan
di Aceh. Perlawanan besar lainnya juga terjadi di Aceh antara tahun 1873-1904,
diantara peminpin perlawanan itu adalah panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro,
Teuku Umar, dan Cut Nya’ Dien.
B.KOLONIALISME DAN IMPERIALISME MODERN
Masa liberalisme di Indonesia (1870-1900)
Sejak kemenangan
liberal di Nederland pada tahun 1850, ide liberalisme akan diterapkan juga di
daerah jajahan. Pada prinsipnya pandangan konservatif maupun liberal terhadap
tanah jajahan tetap sama, yakni bahwa tanah jajahan harus diekspoitasi bagi
kepentingan negeri induk. Bedanya, jika konservatif mengaggap tanah jajahan
sebagai perusahaan negara maka liberal menganggapnya sebagai perusahaan swasta.
Oleh sebab itu, kaum liberal menolak campur tangan pemerintahan.
Jika kita perhatikan situasi
dalam periode 1870 - 1885, nampaknya ramalan kaum Liberal tentang situasi
ekonomi Indonesia mendekati kebenaran. Saat itu ekonomi Indonesia berkembang
dengan pesat. Tetapi setelah tahun 1885 laju pertumbuhan semakin seret. Harga
beberapa komoditi seperti gula, kopi,
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 12
tembakau
dan lain-lain, di pasaran dunia merosot, akibat munculnya negara produsen baru
atau komoditi pengganti seperti gula tebu dengan bit dan sebagainya. Akibatnya
ekspor Indonesia dari tahun ke tahun terus merosot, sehingga menjelang tahun
1890 harapan kaum Liberal tentang kemakmuran pribumi semakin pudar bahkan mengecewakan.
Adapun faktor penyebab rendahnya tingkat kemakmuran petani Jawa adalah sebagai
berikut.
•
Ketimpangan antara pertambahan jumlah penduduk dengan alat
produksi (tanah dan modal) yang hal ini merata berlaku di Jawa.
•
Penindasan yang berlangsung terus-menerus di Jawa, struktur
sosial, iklim tropik dengan berbagai penyakit tropikanya ternyata amat
mempengaruhi produktifitas kerja.
•
Berlakunya sistem The Burden of Empire menyebabkan beban
rakyat Jawa terlalu berat.
•
Adanya politik Batig Slot yang terus dipertahankan hingga
tahun 1877 ternyata amat merugikan Indonesia, karena adanya surplus modal/
produksi itu seharusnya dapat dimanfaatkan bagi kemakmuran tanah jajahan.
•
Rendahnya harga sewa tanah dan upah buruh akibat krisis Gula
tahun 1884.
•
Lemahnya pengawasan pemerintah terhadap industri swasta.
•
Adanya hak istimewa bahkan beban pajak bagi para pemuda dan
pegawai kolonial mengakibatkan beban pajak itu ditumpahkan kepada petani.
C.Pergerakan Nasional Indonesia
Politik Kolonial Belanda pada Akhir Abad XIX
Menjelang
akhir abad XIX masyarakat Indonesia merupakan masyarakat kolonial ‘yang
serba terbelakang. Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran di
segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya rnaupun
pendidikan.
Di bidang
pemerintahan misalnya, semua jabatan-jabatan penting berada di tangan
orang-orang asing, sedangkan bangsa kita hanya menduduki jabatan-jabatan rendah
(misalnya : juru-tulis). Penjajahan senantiasa menanamkan benih-benih
perpecahan dengan menjalankan politik “devide et impera” , misalnya
diadunya antara kaum bangsawan dengan rakyat, antara kaum terpelajar dengan
rakyat, antara golongan yang satu dengan golongan yang lain. Di bidang ekonomi,
keadaan bangsa kita pun sangat menderita. Rakyat Indonesia berpenghasilan
sangat rendah.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 13
Politik
baru yang kemudian diperjuangkan terutama bertujuan untuk mengadakan
desentralisasi kesejahteraan rakyat. Politik ini kemudian terkenal dengan
politik etis. Dari kalangan kaum liberal kemudian muncul Van Deventer sebagai
pendukung ide politik kolonial baru.
Selama
periode antara 1900-1925 banyak terlihat adanya kemajuan, pembangunan serta
perubahan sebagai berikut.
•
Desentralisasi
•
Penibahan-penibahan
pemerintahan
•
Perbaikan
kesehatan rakyat serta irigasi
•
Perbaikan
pertanian serta peternakan
•
Pembangunan
irigasi serta lalu lintas
Sesuai
dengan perkembangan perusahaan bebas sejak 1870 maka administrasi perlu diubah
berdasarkan prinsip persatuan dan ekonomi Reorganisasi administrasi bertujuan
untuk memperluas otonomi dan efisiensi kerja. Desentralisasi mencakup tiga hal
yaitu:
•
delegasi
kekuasaan dari pusat pemerintahan ke pemerintahan di Hindia Belanda, dari
pemerintah ke departemen, pejabat lokal, dan dari pejabat
Belanda ke pejabat pribumi,
menciptakan lembaga-lembaga otonom yang mengatur urusan sendiri, dan
•
pemisahan
keuangan negeri dari keuangan pribadi.
Menjelang akhir abad XIX perkembangan administrasi sangat pesat
banyak departemen didirikan antara Lain Departemen Pertanian, Departemen
Industri dan Perdagangan. Akhirnya dibentuklah Dewan rakyat (Volksraad) yang
merupakan badan perwakilan dengan anggota 39 orang terdiri dari 19 orang
diangkat dan 20 orang dipilih. Badan ini tidak mempunyai kekuasaan legislatif
dan hanya berwenang memberikan nasihat misalnya mengenai keuangan.
Demikian
kejadian-kejadian di atas akhirnya menimbulkan reaksi dikalangan bangsa
Indonesia. Setelah abad XX maka reaksi terhadap kejadian-kejadian tadi berubah
menjadi tindakan nasioalistis yang aktif berwujud gerakan-gerakan nasional yang
diorganisasi secara modern.
Timbulnya Pergerakan Nasional Indonesia
Kata
“Pergerakan Nasional Indonesia” mengandung suatu pengertian yang khas yaitu
merupakan perjuangan yang dilakukan dengan organisasi secara modern ke arah
perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak puas
terhadap keadaan masyarakat yang ada.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 14
Faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya pergerakan nasional Indonesia ada dua, yakni faktor
dari dalam negeri dan dari luar negeri.
•
Faktor
yang berasal dari luar negeri. Timbulnya pergerakan nasional Indo-nesia tidak
bisa dipisahkan dengan bangkitnya Nasionalisme Asia yang telah dianggap sebagai
reaksi terhadap imperialisme. Selain itu kemenangan Jepang terhadap Rusia juga
merupakan bukti bahwa bangsa Timur dapat mengalahkan bangsa Barat.
•
Faktor
yang berasal dari dalam negeri. Adanya pergerakan nasional Indo-nesia
disebabkan karena adanya rasa tidak puas dari bangsa Indonesia terhadap
penindasan kolonial. Reaksi-reaksi pada masa sebelum tahun 1925 pernah
dicetuskan dengan perlawanan bersenjata dan dilakukan misalnya oleh Pattimura,
Di Tiro, Pangeran Diponegoro dan lain-lainnya.
Masa Tahun 1900-1927
Masa antara tahun
1908-1927 sering disebut dengan masa perintis. Masa kebangkitan nasional
dimulai dengan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dirintis
oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo dan didukung Dr. Soetomo.Setelah Budi Utomo
berdiri timbul pula kesadaran golongan Islam untuk mendirikan organisasi yang
di kemudian hari dikenal dengan nama Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 atas inisiatif
Kyai Haji Samanhudi bersama-sama dengan Mas Tirtoadisuryo. Tujuan semula adalah
untuk memajukan perdagangan, melawan monopoli Cina dan memajukan agama Islam,
kemudian tujuan itu diperluas setelah mendapat desakan dari H.O.S.
Tjokroaminoto sehingga namanya berubah menjadi Sarekat Islam. politik sehubungan
dengan didirikan Volksraad.
Meskipun
Budi Utomo dilahirkan tidak sebagai organisasi politik tetapi dalam
perkembangannya organisasi ini didorong untuk terjun ke bidang politik. Hal ini
dapat kita lihat pada peranannya yang aktif dalam persoalan Inlandsche
Militie 1915 dan pada waktu Volksraad dari bangsa Indonesia pada tahun
1921.
Sarekat
Islam sendiri berubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam pada tahun 1923.
Haji Agus Salim mengeluarkan gagasan Pan Islamisme yaitu suatu usaha untuk
memperluas gerakannya tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga ke luar
negeri dengan mengadakan hubungan dengan gerakan Islam di luar negeri.
Pada
tahun 1927 Partai Sarekat Islam merubah haluan perjuangan yaitu mencapai
kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam dan menggabungkan kedalam PPPKI.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 15
Pada tahun 1929 Partai Sarekat Islam menjadi Partai Sarekat
Islam Indonesia, walaupun terjadi lagi perpecahan dan masing-masing membentuk
aliran antara lain Aliran Kartosoewiryo, aliran Abikusno dan aliran Soekiman.
Kebangkitan
Budi Utomo dan Sarekat Islam kemudian diikuti dengan timbulnya
organisasi-organisasi lainnya. Pada sekitar tahun 1914 timbul beberapa
organisasi yang bersifat kedaerahan diberbagai tempat. Kebanyakan
organisasi-organisasi tersebut bertujuan ingin menunjukkan kebudayaan daerah.
Organisasi-organisasi tersebut antara lain : Sarekat Sumatra (1918), Pasundan
(1914). Tujuan politik kedua organisasi tersebut antara lain memperluas hak
pemerintah daerah.
Di daerah
Minahasa tumbuh gerakan seperti di atas antara lain Rukun Minahasa (1915) yang
dipimpin oleh Waworuntu, Sam Ratulangi dan lain-lainnya. Serta Jong Minahasa.
Di Ambon
terdapat juga gerakan-gerakan serupa yaitu : Ambonsch Studiefond (1909) dan
Amon’s Bond (1911). Di Jawa terdapat gerakan-gerakan seperti Tri Koro Dharmo
(1915) yang pada tahun 1918 diubah menjadi Jong Java. Ada pun tujuan dari
perkumpulan ini adalah membangun suatu Persatuan Jawa Raya yang akan dicapai
dengan jalan mengadakan ikatan yang erat di antara anak-anak sekolah menengah
bangsa Indonesia, berusaha menambah kepandaian anggota-anggota dan menimbulkan
rasa cinta pada kebudayaan sendiri.
Di Bandung 1907
didirikan Insulinde yang kemudian pada tahun 1912 namanya berubah menjadi Indische
Partij dengan tujuan Indonesia merdeka. Partai ini merupakan satu-satunya
partai di Hindia Belanda pada masa itu yang telah berani mengumandangkan
Indonesia merdeka (Indie merdeka).
Para
pemimpin Indische Partij karena adanya larangan partai maka para pemimpinnya
yang terdiri dari Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, Soewardi Soeryaningrat
dihukum dan diasingkan ke Negeri Belanda pada tahun 1913. Soewardi
Soeryaningrat (Ki Hajar Dewantoro) kemudian menjadi terkenal dikalangan
pergerakan karena tulisannya yang mengecam dengan pedas pemerintah kolonial
Belanda berjudul : “Als ik een Nederlander was” pada tahun 1913.
Di
samping itu timbul juga gerakan-gerakan yang bersifat sosial, pendidikan dan
keagamaan. Gerakan ini antara lain Muhamadiyah (1912) yang didirikan
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 16
oleh K.H
Achmad Dahlan. Gerkan ini menginginkan adanya reformasi dalam agama Islam,
membersihkan agama dari pengaruh tradisi, memajukan pengajaran berdasarkan
agama Islam.
Masa Tahun 1927 –
1942
Masa
1927-1942 sering disebut sebagai masa penegas dari masa pencoba. Pada masa ini
gerakan-gerakan nasional sadar dan percaya kepada kekuatan sendiri. Mereka
dengan tegas menyatakan bahwa tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia.
Perhimpunan
Indonesia. Pada masa sekitar tahun l908 oleh para pelajar yang belajar di
Negeri Belanda didirikan suatu perkumpulan pelajar “indische Vereniging”.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa cita-cita Perhimpunan
Indonesia bersifat radikal nasionalisme. Mereka sadar akan kekuatan mereka
sendiri, oleh karena itu mereka bersikap nonkooperasi terhadap pemerintah
kolonial Belanda. Asas politik baru di atas menyadarkan dan menyakinkan para
pemuda pergerakan lainnya dalam melaksanakan cita-cita bersama mencapai
kemerdekaan Indonesia. Perhimpuhan Indonesia merupakan pelopor asas politik
baru bagi Indonesia.
Partai Nasional lndonesia. Tindakan-tindakan
studieclub-studieclub serta pengaruh perhimpunan Indonesia mendorong
pemimpin-pemimpin muda pergerakan di kota Bandung untuk mendirikan suatu partai
politik baru yaitu Partai Nasional Indonesia pada tanggal 4 Juli 1927.
Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928. Suatu kejadian penting dalam sejarah Indonesia ialah
peristiwa tanggal. 28 Oktober 1928 yang melahirkan suatu sumpah yaitu
Sumpah Pemuda.. Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya berbagai perkumpulan
kedaerahan seperti JONG JAVA, SUMATRANEN BOND, BOND VAN AMBONCHE STUDEREDEN dan
sebagainya. PPPKI yang berhasil menghimpun organisasi-organisasi pergerakan
nasional Indonesia untuk bersatu dalam mencapai cita-cita kemerdekaan
Indonesia. Ternyata ide persatuan ini menentukan arah gerakan nasional
Indonesia lebih Ianjut. Beberapa pemuda revolusioner seperti Moh. Yamn, J.
Leimena, W.R. Supratman, A.K. Gani, Sujono Hadinoto, Rohjani dan lain-lainnya
telah memprakasai mengadakan konperensi yang bertujuan mempersatukan
pemuda-pemuda Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 jam 23.00 di Wisma
Indonesia, Jl. Kramaat 106 Jakarta dengan khidmat dikumandangkan Sumpah pemuda.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 17
D. Masa Pendudukan
Jepang
Pengekangan Politik
terhadap Pergerakan Nasional Indonesia
Jepang
adalah satu-satunya negara di benua Asia yang tidak pernah mengalami penjajahan
bangsa-bangsa Barat. Bangsa Jepang mulai berhubungan dengan bangsa-bangsa Barat
pada permulaan abad ke 20. Setelah berhasil menjadi negara industri modern,
maka Jepang membutuhkan daerah untuk memperoleh bahan-bahan mentahnya maupun
untuk menjual hasil barang-barangnya. Daerah yang diinginkan Jepang adalah
negeri-negeri Asia, yang pada waktu itu telah dijajah atau setidak-tidaknya
dikuasai ekonominya oleh bangsa-bangsa Barat. Untuk mendapatkan daerah Asia
yang kaya dan padat penduduknya itu, Jepang harus merebutnya dengan kekerasan
dari bangsa-bangsa Barat. Perang perebutan jajahan antara Jepang dengan
negara-negara Barat di Asia yang berlangsung selama kurang lebih 3.5 tahun
(1941-1945) dinamai Perang pasifik sedangkan orang Jepang menyebutnya Perang
asia Timur Raya. Pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Habour di
Hawai yakni pangkalan Angkatan Laut AS yang terbesar di Pasifik. Setelah Jepang
menyerang Pearl Harbour, maka gubernur Jenderal hindia Belanda menyatakan
perang terhadap Jepang. Segera Jepang bergerak ke selatan dengan taktik gerak
cepat yang unggul. Dalam jangka waktu kurang lebih 100 hari Jepang berhasil
menumbangkan kekuasaan kolonial Inggris di Malaya dan Birma, AS di Filiphina
dan Belanda di Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di
Kalijati, Jawa Barat, pada tanggal 8 Maret 1942.
Sejak saat itu
berakhirlah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di Indonesia, dan dengan resmi
ditegakkan kekuasaan Jepang. Berbeda dengan zaman Hindia belanda di mana
terdapat pemerintahan sipil, maka pada zaman Jepang terdapat pemerintahan
militer. Pulau Jawa dan Sumatra diperintah oleh Angkatan Darat, sedangkan
daerah Indonesia lainnya diperintah oleh Angkatan Laut Jepang. Jepang berusaha
mengerahkan semua orang Asia untuk usaha perangnya. Jawatan propaganda Jepang
giat melancarkan propaganda yang pokoknya adalah adalah bahwa Jepang
mengobarkan perang Asia Timur Raya untuk membebaskan seluruh Asia dari
penjajahan Barat dan kemudian mendirikan “Pergerakan Tiga A” yang bersemboyan :
Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. (Orang
Jepang menemakan bangsa dan negerinya “Nippon”). Pergerakan Tiga A mengadakan
kursus-kursus untuk pemuda dengan tujuan menanamkan semangat pro Jepang.
Pergerakan Tiga A ini dipimpin oleh Mr. Syamsuddin, bekas anggota Parindra pada
zaman Hindia Belanda.
Pergerakan
Tiga A tidak begitu mendapatkan hasil karena organisasi ini tidak dipimpin oleh
pemimpin Indonesia terkemuka. Pemerintah militer Jepang
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 18
memerlukan dukungan
penduduk dan untuk itu diperlukan kerjasama dengan tokoh-tokoh nasionalis
terkemuka. Tokoh-tokoh nasionalis termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
telah dibebaskan oleh pemerintah militer Jepang dari tahanan pemerintah Hindia
Belanda. Kedua pemimpin itu yang pada zaman Hindia Belanda bersikap non
kooperasi, pada zaman Jepang terpaksa bersedia bekerja sama dengan pertimbangan
bahwa untuk menghadapi pemerintah pendudukan Jepang yang kejam itu rakyat perlu
mempunyai pembela. Soekarno dan Hatta mengubah taktik mereka, dan berusaha
memanfaatkan sarana yang disediakan oleh Jepang untuk perjuangan rakyat
Indonesia mencapai kemerdekaan. Pemimpin lainnya seperti Sutan Syahrir dan Amir
Syarifuddin dapat menghindari kerjasama dengan Jepang, karena mereka kurang
dikenal. Amir Syarifudin kemudian ditangkap oleh Jepang dan akan dijatuhi
hukuman mati karena dituduh menjadi mata-mata Serikat. Berkat usaha Soekarno
dan Hatta, Amir Syarifuddin berhasil diselamatkan dari hukuman mati.
Setelah pergerakan Tiga
A dianggap tidak memberikan keuntungan oleh Jepang, maka organisasi ini
dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk “Pusat Tenaga Rakyat” (Putera) yang
diresmikan pada tanggal 1 Maret 1943, Putera dipimpin oleh Empat Serangkai
yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, K.H. Mas Mansur dan Ki Hadjar Dewantara.
Kerjasama dengan Jepangini kemudian diikuti golongan nasionalis lainnya seperti
Prof. Dr. Mr. Supomo, Mr Ahmad Subardjo dan Dr. G.S.S.J. Ratulangie.
Putera disusun mulai
dari pusat sampai ke daerah-daerah terutama di Jawa. Empat Serangkai dianggap
oleh Jepang sebagai lambang daripada aliran-aliran di dalam Pergerakan Nasional
Indonesia, yang dapat menggerakkan seluruh rakyat Indonesia untuk
kepentingannya. Dalam pada itu pemimpin-pemimpin Putera bertujuan untuk
mempersiapkan rakyat Indonesia guna kemerdekaan, yang menurut perhitungan
mereka besar kemungkinannya akan tercapai pada akhir Perang Dunia II. Dengan
demikisan Putera berhasil mendekati rakyat, dan para pemimpin dapat
mempersiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan. Dengan rapat-rapat
raksasa, para pemimpin Indo-nesia dapat mencapai rakyat secara lebih luas.
Akhirnya pihak jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi rakyat
Indonesia daripada bagi Jepang karena kurang menunjukkan dukungan kepada
pemerintah pendudukan Jepang. Karenanya mereka mulai memikirkan pembentukan
organisasi baru, yang mencakup semua golongan masyarakat dan dapat dikendalikan
secara ketat.
Pengendalian
terhadap kegiatan orang Indonesia dilakukan dengan sangat ketat oleh Jepang.
Semua kegiatan, lebih-lebih kegiatan politik harus diketahui
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 19
dan dipimpin oleh
Jepang serta dipergunakan untuk kepentingan mereka. Dalam pada itu organisasi
Islam yang tidak melakukan kegiatan politik dibiarkan oleh Jepang, seperti
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Jepang menghargai golongan Islam, karena
golongan ini dinilai oleh Jepang yang paling anti Barat, MIAI harus turut
bekerja dengan sekuat tenaga untuk mencapai “Lingkungan Kemakmuran Bersama”
dibawah pimpinan Jepang. Pemimpin MIAI diserahkan kepada Wondoamiseno dan K.H.
Mas Mansur. Jepang mengerahkan tenaganya untuk membantu kegiatan MIAI seperti
pengumpulan zakat dan mendirikan mesjid. Bantuan Jepang ini berhasil
dimanfaatkan oleh pemuka-pemuka Islam untuk kepentingan umat Islam di
Indonesia. MIAI sebagai organisasi tunggal mendapat simpati yang luar biasa
dari umat Islam Indonesia. Setelah MIAI menjadi besar, maka pemerintah Jepang
mulai curiga sehingga kegiatannya mulai diawasi. Pada akhir 1943 MIAI dengan
resmi dibubarkan. Secara lahiriah pemerintah Jepang berhasil menindas
Pergerakan nasional Indonesia, tapi secara batiniah Pergerakan Nasional
Indonesia tetap hidup. Semangat dan kesadaran nasional semakin meningkat pada
zaman pendudukan Jepang ini.
Politik Pengerahan
Usaha perang Jepang
Memasuki tahun 1944
keadaan perang Pasifik bagi Jepang semakin gawat. Satu demi satu daerah
pendudukan Jepang jatuh ke tangan Serikat, bahkan serangan mulai diarahkan ke
negeri Jepang sendiri. Untuk meningkatkan kesiapan-kesiapan rakyat Indonesia,
maka pada tanggal 14 September 1944 dibentuk Barisan Pelopor sebagai bagian
dari Jawa Hokokai, dan pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman yang
memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit
Jepang (Heiho). Para anggota Heiho ini langsung ditempatkan di dalam organisasi
militer Jepang baik Angkatan darat maupun Angkatan Laut. Sesuai dengan tuntutan
perang yang makin mendesak, Jepang juga membentuk Tentara Sukarela Pembela
Tanah Air (Peta). Pada tanggal 3 Oktober 1943 Panglima tentara Jepang di Jawa
memaklumkan pembentukan PETA.
Sesuai
dengan pembentukan PETA di pulau Jawa, maka di Sumatra dibentuk Giyugun
(Tentara sukarela). Dengan adanya tentara sukarela itu timbul suatu golongan
yang memperoleh pendidikan militer pada zaman pendudukan Jepang ; mereka
menjadi golongan penting dalam masyarakat Indonesia. Sesudah Indonesia merdeka,
banyak diantara mereka yang menjadi pemimpin Tentara Nasional Indonesia (TNI),
seperti Jendral Soeharto, Sudirman, Gatot Subroto, Ahmad yani dan masih banyak
lagi. Kalau Heiho adalah bagian dari tentara Jepang, maka Peta adalah tentara
Indonesia yang dilatih oleh Jepang. Jepang mengharapkan organisasi-organisasi
militer maupun semimiliter Indonesia itu
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 20
membantu mereka dalam
perang Asia timur raya. Harapan Jepang ini sebagian besar tidak terlaksana,
karena para pemimpin Indonesia yang bekerja sama dengan Jepang, berhasil
menanamkan semangat nasionalisme di kalangan pemuda. Lebih-lebih pemuda hasil
didikan PETA, yang kebanyakan terdiri dari pelajar-pelajar sekolah, dapat
menangkap apa yang tersurat oleh para pemimpinnya.
Penindasan Sosial
Ekonomi Masa Pendudukan Jepang
Pemerasan Bahan
Makanan
Selain mengadakan
pengerahan terhadap masyarakat Indonesia, pemerintah pendudukan Jepang juga
mengadakan pemerasan terhadap ekonomi Indonesia. Sesuai dengan situasi perang
pada waktu itu, kegiatan ekonomi juga diarahkan kepada kepentingan perang.
Jepang berusaha menguasai dan mendapatkan sumber-sumber bahan mentah untuk
industri perang. Selain dari itu Jepang juga mempunyai rencana untuk memotong
sumber perbekalan musuhnya di negara-negara Asia. Penguasaan wilayah yang kaya
akan bahan-bahan mentah akan meringankan beban Jepang dalam perang. Dalam
melaksanakan rencananya, Jepang menempuh dua tahap. Tahap pertama adalah
penguasaan dan tahap kedua adalah penyusunan kembali ekonomi daerah jajahan
untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan perang.
Pemerintah pendudukan
langsung mengawasi perkebunan kopi, kina, karet dan teh. Pemerintah juga
memegang monopoli pembelian, dan menentukan harga penjualan hasil perkebunan
itu. Sebagai pelaksana pengawasan perkebunan, pemerintah Jepang menunjuk pihak
swasta Jepang. Perkebunan diharapkan menunjang usaha perang yang dilakukan
pemerintah pendudukan Jepang. Yang kurang berguna bagi usaha perang seperti
perkebunan tembakau, teh dan kopi dibatasi pengusahaannya. Sebagai pengganti
kopi, teh, dan tembakau, ditanam bahan makanan dan jarak. Khusus tanaman jarak
sangat dibutuhkan oleh pemerintah pendudukan Jepang untuk pelumas mesin-mesin
termasuk mesin pesawat terbang.
Kebun-kebun
tembakau di Sumatra banyak yang dimusnahkan untuk kemudian ditanami jarak.
Begitu juga di daerah-daerah lain banyak tanaman yang sedang menghasilkan,
dimusnahkan untuk diganti dengan tanaman jarak. Selain jarak, tanaman kina juga
sangat dibutuhkan yakni untuk pembuatan obat anti malaria, karena penyakit itu
dapat melemahkan kemampuan tempur para prajurit. Dii Jawa Timur dan Sumatra
hampir seluruh perkebunan karet diusahakan kembali. Bahkan di Kalimantan hasil
karet menjadi berlebih (sur-plus) karena kesulitan pengangkutan. Pabrik gula
yang dibumihanguskan oleh
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 21
pemerintah Hindia
belanda, kembali dibangun oleh pemerintah pendudukan Jepang. Pengerahan
kebutuhan perang semakin lama semakin meningkat. Jawa Hokokai giat melakukan
kampanye untuk meningkatkan usaha pengadaan pangan, khususnya beras dan Jagung.
Tanah pertanian baru bekas perkebunan, dibuka untuk menambah produksi beras. Di
Sumatra Timur daerah bekas perkebunan seluas ribuan hektar ditanami kembali.
Daerah pertanian baru di Karo juga dibuka dengan menggunakan tenaga para
tawanan. Di Kalimantan dan Sulawesi juga dibuka tanah pertanian baru untuk
menambah hasil padi. Di samping itu makin digiatkan juga penebangan tanaman
kenikmatan seperti kopi dan teh untuk diganti dengan tanah pertanian.
Pemerintah militer Jepang telah pula mengadakan penebangan hutan secara liar
yang menyebabkan kerusakan hutan yang luar biasa. Pada masa itu di pulau Jawa
saja telah dilakukan penebangan hutan secara liar seluas 500.000 hektar, dengan
alasan akan dijadikan tanah pertanian. Tetapi sebaliknya pihak Jepang tidak
pernah memperkenalkan cara bertani modern sebagaimana yang telah dilakukan di
Jepang pada waktu itu. Mereka hanya memeras hasil, tanpa memodernisasi sistem
pertanian. Tenaga-tenaga Jepang yang dipakai sebagai penyuluh pertanian
bukanlah orang-orang yang ahli dalam bidang pertanian, sedangkan orang
Indonesia yang hanya dilatih dalam waktu pendek tidak mampu mengerjakan
pertanian dengan baik. Karena itu produksi bahan makanan, terutama beras, terus
menerus merosot. Faktor lain yang sangat mempengaruhi adalah meningkatnya
pemotongan hewan tanpa perhitungan, sehingga jumlah hewan makin menurun. Hewan
mutlak perlu untuk pertanian, sehingga juga ikut mempengaruhi turun naiknya
produksi pangan. Produksi pangan, terutama beras, semakin menurun, dan
kehidupan rakyat semakin lama semakin susah. Dalam keadaan yang demikian, rakyat
dipaksa menyerahkan sebagian besar hasil sawahnya kepada pemerintah pendudukan.
Rakyat hanya dibolehkan memiliki 20 % saja dari jerih payahnya.
Setiap
kali musim panen, sebagian harus diserahkan kepada pemerintah dan sebagian lagi
harus disetor sebagai bibit kepada lumbung desa. Padi yang disetor kepada
pemerintah dibeli dengan harga yang sangat murah sekali. Karena besarnya beda
harga beras di pasaran bebas dengan harga pembelian padi oleh pemerintah
pendudukan, timbul kemacetan di dalam penyetoran padi. Sebagian besar padi lari
ke pasar gelap. Sebenarnya gagalnya penyetoran padi kepada pemerintah terutama
disebabkan karena perlawanan diam-diam oleh rakyat desa kepada pemerintah
Jepang. Disamping rakyat dituntut untuk menyetor padi dan menaikkan produksi padi
mereka masih dibebani tambahan yang bersifat wajib seperti menanam dan
memelihara jarak.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 22
Pekerjaan semacam ini
mengurangi waktu kerja pertanian.
Akibat pemerasan yang
dilakukan dalam bidang makanan oleh pemerintah pendudukan Jepang, maka rakyat
menjadi sangat miskin dan sengsara hidupnya. Makanan sangat kurang, lebih-lebih
makanan yang bergizi, sehingga menyebabkan tenaga kerja jauh berkurang.
Penyakit akibat kekurangan makanan merajalela, belum lagi ditambah dengan
timbulnya bencana alam. Masalah pokok lainnya yang menyangkut kehidupan rakyat
adalah masalah sandang (pakaian). Sebelum pendudukan Jepang masalah sandang di
Indonesia sangat tergantung pada import. Tetapi semenjak pendudukan Jepang,
Indonesia harus mengusahakan sendiri bahan pakaiannya. Caranya adalah dengan
mengusahakan percobaan penanaman kapas di beberapa daerah seperti Cirebon,
Malang, Kediri dan Besuki. Sementara itu di Sulawesi, Sumatra, Bali dan Lombok
juga diusahakan penanaman kapas. Usaha pemintalan kapas dilakukan secara
menyeluruh, tetapi karena kekurangan bahan baku , usaha itu terpaksa
dihentikan. Akibatnya rakyat kekurangan pakaian. Di pedesaan sebagian besar
rakyat telah mulai memakai pakaian dari karung goni. Akibat pemerahan yang
dilakukan oleh pemerintah pendudukan Jepang dalam bidang ekonomi, keadaan
penghidupan rakyat menjadi parah. Segala penghasilan rakyat dipakai untuk
kepentingan perang. Kekayaan rakyat dikuras sampai pengumpulan pagar-pagar besi
pekarangan rumah penduduk. Kemelaratan meluas dan kelaparan berjangkit di
seluruh Indonesia.
Pemerasan Tenaga
Manusia
Pemerasan tenaga
manusia pada zaman pendudukan Jepang dilakukan terhadap semua golongan dalam
masyarakat Indonesia, baik orang kota maupun orang desa, mulai dari yang
terpelajar sampai kepada yang buta huruf sekalipun. Semuanya diperah untuk
usaha perang. Golongan yang paling sengsara pada zaman pendudukan Jepang adalah
golongan Romusha. Mereka dipekerjakan dengan secara paksa oleh pihak
Jepang, terutama pada objek-objek militer seperti membuat lapangan terbang,
membuat kubu-kubu pertahanan dan membuat jalan kereta api. Tenaga –tenaga
romusya ini kebanyakan diambil dari desa-desa dan umumnya terdiri dari mereka
yang tidak bersekolah, atau paling tinggi tamat sekolah dasar. Pada mulanya
mereka dibujuk untuk menjadi romusya, kalau tidak berhasil dibujuk barulah
dilakukan pemaksaan. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya,
memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya
tugas-tugas yang dilakukan oleh romusya itu bersifat sukarela. Pengerahan
tenaga tidak begitu sukar dilakukan karena orang masih dipengaruhi oleh
propaganda untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 23
Akan tetapi lama-kelamaan
pengerahan romusha itu dirasakan sebagai paksaan, dan menjadi suatu beban yang
berat. Karena tenaga romusha ini diambilkan dari petani-petani di desa, maka
hal ini mempunyai pengaruh terhadap kesdaan ekonomi desa. Ekonomi desa semakin
mundur, karena tenaga petani dipakai di tempat lain. Dalam pada itu perlakuan
terhadap romusya sangat buruk sekali. Kesehatannya tidak dijamin, makanan tidak
cukup dan pekerjaan terlalu berat. Akibatnya banyak tenaga romusya yang
meninggal di tempat pekerjaannya.
Pengerahan tenaga
romusha tersebut telah membawa akibat pula dalam struktur sosial di Indonesia.
Banyak pemuda-pemuda tani yang menghilang dari desanya, karena mereka takut
dikirim sebagai romusya. Apalagi pemerintah Jepang bertindak lebih jauh lagi di
mana hampir semua laki-laki sehat diambil. Di desa hanya tinggal kaum wanita,
anak-anak dan orang-orang yang cacat. Para romusya yang selamat kembali ke
desanya mempunyai pengalaman-pengalaman banyak dalam bebagai bidang. Mereka
yang datang, membawa gagasan-gagasan baru, sehingga desa terbuka untuk
perubahan. Begitu pun mereka yang lari ke kota-kota dan menengok desanya, ikut
membawa pengalaman-pengalaman baru. Untuk memudahkan pemerahan tenaga manusia
maupun untuk lebih sempurna mengawasi penduduk, pihak Jepang menyusun tonarigumi
(rukun tenaga) di setiap kampung dan desa. Pemerahan tenaga yang dilakukan oleh
pemerintah penduduk Jepang terhadap rakyat Indonesia, pada umumnya mendorong
perubahan sosial. Pemuda yang bekerja sebagai romusha maupun pemuda yang lari
ke kota dan kemudian kembali ke desanya membawa pandangan-pandangan baru ke
desanya. Mereka juga menjadi naik derajatnya (statusnya) dibandingkan dengan
mereka yang tetap menjadi petani di desanya. Apalagi ribuan orang di antara
mereka yang menjadi anggota organisasi semi militer, seperti seinendan dan
Keibodan yang juga mendapat pengalaman dan keahlian baru. Terlebih-lebih lagi
mereka yang dididik dalam Peta dan heiho, terutama yang menjadi perwira.
Pengalaman-pengalaman seperti itu jarang diperoleh rakyat Indonesia pada zaman
Hindia Belanda.
Paket
4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia 4 - 24
Rangkuman
•
Kolonialisme
adalah usaha penguasaan atas suatu daerah atau wilayah oleh negara penguasa.
•
Pertentangan
pendapat antara golongan konservatif dengan golongan liberal yang keduanya
mempunyai konsep-konsep yang berbeda tentang cara menggali keuntungan dari
tanah jajahan. Politik kolonial konservatif menghendaki sistem VOC tetap
dipertahankan karena terdapat pengeruk kekayaan secara cepat. Sedang politik
kolonial liberal menghendaki cara-cara baru yang berdasarkan atas ide
kebebasan.
•
Daendels
telah melakukan perombakan sistem pemerintahan secara radikal menurut sistem
Barat. Usahanya dilanjutkan dan disempurnakan oleh Raffles serta
penguasa-penguasa Barat yang datang kemudian. Terciptalah sistem birokrasi
Barat modern. Pemerintahan Barat juga telah mendorong timbulnya pembaharuan
masyarakat dan modernisasi.
•
Pergerakan
nasional Indonesia adalah pergerakan yang bercita-cita nasional yaitu
bercita-cita mencapai Indonesia merdeka, merupakan perjuangan yang dilakukan
dengan organisasi secara modern ke arah perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia
yang disebabkan karena rasa tidak puas terhadap keadaan masyarakat yang ada.
•
Faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya pergerakan nasional Indonesia ada dua, yakni faktor
dari luar negeri dan dari dalam negeri.
•
Faktor
dari luar negeri,
timbulnya pergerakan nasional Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan
bangkitnya Nasionalisme Asia yang telah dianggap sebagai reaksi terhadap
imperialisme. Selain itu kemenangan Jepang terhadap Rusia juga merupakan bukti
bahwa bangsa Timur dapat mengalahkan bangsa Barat.
•
Faktor
dari dalam negeri,
adanya pergerakan nasional Indonesia disebabkan karena adanya rasa tidak
puas dari bangsa Indonesia terhadap penindasan kolonial. Reaksi-reaksi pada
masa sebelum tahun 1925 pernah dicetuskan dengan perlawanan bersenjata dan
dilakukan misalnya oleh Pattimura, Di Tiro, Pangeran Diponegoro dan
lain-lainnya.
•
Pengendalian
terhadap kegiatan orang Indonesia dilakukan dengan sangat ketat oleh Jepang.
Semua kegiatan, lebih-lebih kegiatan politik harus diketahui dan dipimpin oleh
Jepang serta dipergunakan untuk kepentingan mereka demikian pula dalam bidang
sosial ekonomi juga mengalami penindasan makanan dan tenaga kerja yang
dieksploitasi untuk kepentingan Jepang
Daftar Pustaka
Asmadi. 1985. Pelajar
Pejuang. Jakarta: Upima Utama.
Hayati, Chusnul. Dkk.
1985. Sejarah Indonesia. Jakarta: Karunika.
Kamsori, Eryk.M. 2004. Sejarah
untuk SMP kelas VIII. Bogor: Regina.
Kartodirjo,
Sartono, dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Notosusanto,
Nugroho dan Yusmar Basri. 1976. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Onghokham. 1987. Jepang
di Asia Timur. Jakarta: Gramedia.
Suyono, Capt. R.P.
2005.Seks dan Kekerasan pada Zaman Kolonial.
Jakarta:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar