Minggu, 07 Juni 2015

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA



KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA (1800 – 1942)

A.Kolonialisme dan Imperialisme Kuno

Kolonialisme adalah usaha penguasaan atas suatu daerah atau wilayah oleh negara penguasa. Untuk memperluas daerah tersebut biasanya dilakukan secara paksa guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negara penguasa. Bentuk-bentuk kolonialisme adalah sebagai berikut.

Koloni penduduk, yaitu penguasaan suatu daerah baru dimana penduduk aslinya disingkirkan atau dimusnahkan oleh bangsa pendatang, misalnya suku Indian di Amerika dan suku Aborigin di Australia.

Koloni eksploitasi, yaitu penguasaan suatu daerah untuk diambil hasil kekayaan alamnya dan tenaga manusianya dijadikan buruh kerja paksa,

misalnya Indonesia oleh Belanda dan Jepang.

        Koloni kelebihan penduduk, yaitu daerah baru yang dipakai untuk menampung kepadatan penduduk negara induk.

        Koloni deportasi, yaitu daerah baru yang dipakai sebagai tempat buangan para tahanan/ narapidana yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pemerintah induknya (Kamsori, 2004, 3).


Imperialisme adalah suatu sistem penjajahan yang dilakukan oleh negara lain dengan jalan membentuk pemerintahan jajahan dengan menanamkan pengaruhnya di segala bidang kehidupan serta mengendalikan daerah yang dijajahnya (Kamsori, 2004:3).

Faktor-faktor penyebab kolonialisme dan imperialisme adalah : pertama, adanya keinginan menjadi bangsa yang istimewa, contohnya bangsa Jerman (ras Arya) yang merasa diri paling unggul dan memandang rendah bangsa lain; kedua, adanya keinginan untuk menjadi bangsa yang kuat yang ditunjang dengan memiliki peralatan perang yang lengkap dan ingin membuktikan kekuatan kepada bangsa lain ; ketiga, adanya keinginan untuk mencari sumber kekayaan alam dan tempat untuk memasarkan hasil industri ; keempat, adanya keinginan untuk menyebarkan agama dan ideologi, misalnya Uni Soviet menyebarkan ideologi komunis (Kamsori, 2004:3).




Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                  4 - 9

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


Kemunduran VOC pada abad XVIII dipercepat dengan perang antara Belanda dan Inggris pada tahun 1780-1783. Sesudah perang itu berhenti, negara Belanda dapat memulihkan kembali kekuatan pertahanannya di Asia Tenggara (Hayati dkk.,1985, 16).

Setelah pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan atas Indonesia, terjadilah pertentangan pendapat tentang politik yang akan diterapkan di Indonesia. Golongan progresif menganjurkan poliltik kolonial liberal yang menghendaki sistem pajak yang dipelopori oleh Dirk van Hogendorp. Sementara itu golongan konservatif menghendaki sistem dagang dan politik VOC tetap dipertahankan. Golongan ini berusaha agar tanah jajahan dapat menghasilkan bahan perdagangan yang merupakan barang penting dalam perdagangan internasional. Sumbernya terletak pada hasil bumi dari tanah jajahan. Adapun tokoh golongan konservatif adalah S.C. Nederburgh (Hayati dkk., 1985, 16).

Kebijakan Kolonial pada Masa Daendels (1808-1811)

Nama lengkapnya yaitu Herman Willem Daendels. Ia datang dan bekerja di Hindia Belanda atas perintah Perancis. Perancis berhasil mengalahkan koalisi Austria, Inggris, Spanyol, Sardinia dan Belanda dalam perang Koalisi (1792-1797). Sehingga daerah kekuasaan Belanda diambil alih oleh Perancis di bawah Louis Napoleon sejak tahun 1806. Daendels dibebani tugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan bangsa Inggris. Hal ini disebabkan beberapa daerah bekas kekuasaan VOC, seperti pantai barat Sumatera, Ambon, dan Banda telah diduduki Inggris (Kamsory, 2004, 12).
Kekuasaan Daendels berlangsung antara tahun 1808-1811. Kebijakan yang dijalankan Daendels di Hindia Belanda adalah berikut ini.

        Membangun jalan raya pos

Jalan raya pos atau disebut Grote Postweg ini dibangun Daendels dari Anyer sampai Panarukan. Panjang ruas jalan sekitar 1100 km..

Pembangunan jalan raya pos ini dilakukan dengan sistem rodi (Kamsory, 2004, 12).

        Menjalankan Verplichte Levenranties (penyerahan hasil bumi) Daendels meneruskan aturan yang berlaku masa VOC berkuasa, yaitu

rakyat dipaksa menjual hasil buminya kepada penguasa. Hasil bumi yang utama adalah kopi karena harganya mahal di Eropa.
        Membangun armada militer

Daendels membentuk pasukan yang berasal dari masyarakat pribumi, dengan membuat persenjataan di Semarang, dan pembangunan benteng prasarana pertahanan laut.


Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 10

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


        Membatasi kekuasaan para bupati

yaitu dengan memberikan gaji kepada bupati dan pegawai pemerintahan.

        Membagi pulau Jawa menjadi sembilan karisidenan di bawah pengawasan pemerintah pusat di Batavia.

Kebijakan Pemerintah Kolonial pada

Masa Raffles (1811-1816)


Peristiwa Belanda menyerah kepada Inggris menandai peralihan kekuasaan atas Indonesia, dari Belanda kepada Inggris. Kemudian Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur di Indonesia, mewakili raja muda (viceroy) Lord Minto.

Kekuatan politik pemerintahan Raffles berdasarkan azas-azas liberal. Azas liberal menitikberatkan pada kebebasan dan persamaan manusia. Dengan azas tersebut, Raffles ingin mewujudkan kebebasan dan penegakan hukum dalam pemerintahannya.

Pokok-pokok kebijakan Raffles bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adapun pokok-pokok kebijakan itu adalah :

       Segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan.

       Para petani mempunyai kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah kolonial.
Kebijakan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda (1811-1900)

Walaupun sistem tanam paksa tidak sengaja ditujukan untuk modernisasi negara, tetapi rupanya proses itu muncul justru pada masa tanam paksa. Pada masa tanam paksa terdapat pengaruh-pengaruh baru di bidang organisasi dan teknik. Meskipun demikian sistem tanam paksa telah menyebabkan terjadinya kemerosotan moral terutama di kalangan kepala-kepala pribumi ataupun pejabat-pejabat Eropa.

Reaksi terhadap sistem tanam paksa dimulai pada sekitar tahun 1848. Perdebatan-perdebatan muncul baik dalam parlemen maupun dalam sejumlah tulisan yang mengutuk sistem itu. Douwes Dekker telah membentangkan kekejaman sistem itu dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar. Orang lain yang gigih melawan penyelewengan dari sistem itu adalah Van Hoevell. la membela kepentingan penduduk pribumi tanpa mencela sistem eksploitasi di daerah-daerah jajahan untuk kepentingan negara induk. Dua orang ini telah



Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 11

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


berjasa sekali dalam menarik perhatian umum terhadap persoalan—persoalan kolonial.

Perlawanan Terhadap Kolonialisme Belanda, Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Indonesia dalam Menghadapi Belanda

Perlawanan terhadap kekuasaan Belanda pada abad XIX jumlahnya sangat banyak. Perlawanan itu merupakan bentuk reaksi terhadap kekuasaan kolonial Belanda dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

         Perlawanan di Jawa. Peperangan itu terjadi pada tahun 1825-1830 di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan Alibasyah Sentot Prawirodirdjo.

         Perlawanan di Sumatra Barat. Perlawanan di Sumatera Barat terjadi antara tahun 1803-1837 diantara tokohnya adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang dan juga Imam Bonjol.

         Perlawanan di Bali. Perlawanan terhadap Belanda juga terjadi di Bali antara tahun 1846-1849. Raja Buleleng menjadi gelisah ketika Belanda menuntut agar raja melaksanakan isi perjanjian tahun 1841 dan tahun 1843 dipimpin oleh Patih Buleleng dan Gusti Ketut Jelantik.

         Perlawanan di Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Selatan perlawanan besar terjadi pada tahun 1859-1905. Perlawanan ini dipimpin oleh Pangeran Antasari.

         Perlawanan di Aceh. Perlawanan besar lainnya juga terjadi di Aceh antara tahun 1873-1904, diantara peminpin perlawanan itu adalah panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, dan Cut Nya’ Dien.
B.KOLONIALISME DAN IMPERIALISME MODERN

Masa liberalisme di Indonesia (1870-1900)

Sejak kemenangan liberal di Nederland pada tahun 1850, ide liberalisme akan diterapkan juga di daerah jajahan. Pada prinsipnya pandangan konservatif maupun liberal terhadap tanah jajahan tetap sama, yakni bahwa tanah jajahan harus diekspoitasi bagi kepentingan negeri induk. Bedanya, jika konservatif mengaggap tanah jajahan sebagai perusahaan negara maka liberal menganggapnya sebagai perusahaan swasta. Oleh sebab itu, kaum liberal menolak campur tangan pemerintahan.

Jika kita perhatikan situasi dalam periode 1870 - 1885, nampaknya ramalan kaum Liberal tentang situasi ekonomi Indonesia mendekati kebenaran. Saat itu ekonomi Indonesia berkembang dengan pesat. Tetapi setelah tahun 1885 laju pertumbuhan semakin seret. Harga beberapa komoditi seperti gula, kopi,


Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 12

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


tembakau dan lain-lain, di pasaran dunia merosot, akibat munculnya negara produsen baru atau komoditi pengganti seperti gula tebu dengan bit dan sebagainya. Akibatnya ekspor Indonesia dari tahun ke tahun terus merosot, sehingga menjelang tahun 1890 harapan kaum Liberal tentang kemakmuran pribumi semakin pudar bahkan mengecewakan. Adapun faktor penyebab rendahnya tingkat kemakmuran petani Jawa adalah sebagai berikut.

       Ketimpangan antara pertambahan jumlah penduduk dengan alat produksi (tanah dan modal) yang hal ini merata berlaku di Jawa.

       Penindasan yang berlangsung terus-menerus di Jawa, struktur sosial, iklim tropik dengan berbagai penyakit tropikanya ternyata amat mempengaruhi produktifitas kerja.

       Berlakunya sistem The Burden of Empire menyebabkan beban rakyat Jawa terlalu berat.

       Adanya politik Batig Slot yang terus dipertahankan hingga tahun 1877 ternyata amat merugikan Indonesia, karena adanya surplus modal/ produksi itu seharusnya dapat dimanfaatkan bagi kemakmuran tanah jajahan.

       Rendahnya harga sewa tanah dan upah buruh akibat krisis Gula tahun 1884.
       Lemahnya pengawasan pemerintah terhadap industri swasta.

       Adanya hak istimewa bahkan beban pajak bagi para pemuda dan pegawai kolonial mengakibatkan beban pajak itu ditumpahkan kepada petani.
C.Pergerakan Nasional Indonesia

Politik Kolonial Belanda pada Akhir Abad XIX

Menjelang akhir abad XIX masyarakat Indonesia merupakan masyarakat kolonial yang serba terbelakang. Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran di segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya rnaupun pendidikan.

Di bidang pemerintahan misalnya, semua jabatan-jabatan penting berada di tangan orang-orang asing, sedangkan bangsa kita hanya menduduki jabatan-jabatan rendah (misalnya : juru-tulis). Penjajahan senantiasa menanamkan benih-benih perpecahan dengan menjalankan politik “devide et impera” , misalnya diadunya antara kaum bangsawan dengan rakyat, antara kaum terpelajar dengan rakyat, antara golongan yang satu dengan golongan yang lain. Di bidang ekonomi, keadaan bangsa kita pun sangat menderita. Rakyat Indonesia berpenghasilan sangat rendah.



Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 13

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


Politik baru yang kemudian diperjuangkan terutama bertujuan untuk mengadakan desentralisasi kesejahteraan rakyat. Politik ini kemudian terkenal dengan politik etis. Dari kalangan kaum liberal kemudian muncul Van Deventer sebagai pendukung ide politik kolonial baru.

Selama periode antara 1900-1925 banyak terlihat adanya kemajuan, pembangunan serta perubahan sebagai berikut.

       Desentralisasi

       Penibahan-penibahan pemerintahan

       Perbaikan kesehatan rakyat serta irigasi

       Perbaikan pertanian serta peternakan

       Pembangunan irigasi serta lalu lintas

Sesuai dengan perkembangan perusahaan bebas sejak 1870 maka administrasi perlu diubah berdasarkan prinsip persatuan dan ekonomi Reorganisasi administrasi bertujuan untuk memperluas otonomi dan efisiensi kerja. Desentralisasi mencakup tiga hal yaitu:

       delegasi kekuasaan dari pusat pemerintahan ke pemerintahan di Hindia Belanda, dari pemerintah ke departemen, pejabat lokal, dan dari pejabat

Belanda ke pejabat pribumi,

  menciptakan lembaga-lembaga otonom yang  mengatur urusan sendiri, dan

       pemisahan keuangan negeri dari keuangan pribadi.

Menjelang akhir abad XIX perkembangan administrasi sangat pesat banyak departemen didirikan antara Lain Departemen Pertanian, Departemen Industri dan Perdagangan. Akhirnya dibentuklah Dewan rakyat (Volksraad) yang merupakan badan perwakilan dengan anggota 39 orang terdiri dari 19 orang diangkat dan 20 orang dipilih. Badan ini tidak mempunyai kekuasaan legislatif dan hanya berwenang memberikan nasihat misalnya mengenai keuangan.
Demikian kejadian-kejadian di atas akhirnya menimbulkan reaksi dikalangan bangsa Indonesia. Setelah abad XX maka reaksi terhadap kejadian-kejadian tadi berubah menjadi tindakan nasioalistis yang aktif berwujud gerakan-gerakan nasional yang diorganisasi secara modern.

Timbulnya Pergerakan Nasional Indonesia

Kata “Pergerakan Nasional Indonesia” mengandung suatu pengertian yang khas yaitu merupakan perjuangan yang dilakukan dengan organisasi secara modern ke arah perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak puas terhadap keadaan masyarakat yang ada.



Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 14

Ilmu Pengetahuan Sosial 2



Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pergerakan nasional Indonesia ada dua, yakni faktor dari dalam negeri dan dari luar negeri.

         Faktor yang berasal dari luar negeri. Timbulnya pergerakan nasional Indo-nesia tidak bisa dipisahkan dengan bangkitnya Nasionalisme Asia yang telah dianggap sebagai reaksi terhadap imperialisme. Selain itu kemenangan Jepang terhadap Rusia juga merupakan bukti bahwa bangsa Timur dapat mengalahkan bangsa Barat.

         Faktor yang berasal dari dalam negeri. Adanya pergerakan nasional Indo-nesia disebabkan karena adanya rasa tidak puas dari bangsa Indonesia terhadap penindasan kolonial. Reaksi-reaksi pada masa sebelum tahun 1925 pernah dicetuskan dengan perlawanan bersenjata dan dilakukan misalnya oleh Pattimura, Di Tiro, Pangeran Diponegoro dan lain-lainnya.

Masa Tahun 1900-1927

Masa antara tahun 1908-1927 sering disebut dengan masa perintis. Masa kebangkitan nasional dimulai dengan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dirintis oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo dan didukung Dr. Soetomo.Setelah Budi Utomo berdiri timbul pula kesadaran golongan Islam untuk mendirikan organisasi yang di kemudian hari dikenal dengan nama Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 atas inisiatif Kyai Haji Samanhudi bersama-sama dengan Mas Tirtoadisuryo. Tujuan semula adalah untuk memajukan perdagangan, melawan monopoli Cina dan memajukan agama Islam, kemudian tujuan itu diperluas setelah mendapat desakan dari H.O.S. Tjokroaminoto sehingga namanya berubah menjadi Sarekat Islam. politik sehubungan dengan didirikan Volksraad.
Meskipun Budi Utomo dilahirkan tidak sebagai organisasi politik tetapi dalam perkembangannya organisasi ini didorong untuk terjun ke bidang politik. Hal ini dapat kita lihat pada peranannya yang aktif dalam persoalan Inlandsche Militie 1915 dan pada waktu Volksraad dari bangsa Indonesia pada tahun 1921.

Sarekat Islam sendiri berubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam pada tahun 1923. Haji Agus Salim mengeluarkan gagasan Pan Islamisme yaitu suatu usaha untuk memperluas gerakannya tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga ke luar negeri dengan mengadakan hubungan dengan gerakan Islam di luar negeri.

Pada tahun 1927 Partai Sarekat Islam merubah haluan perjuangan yaitu mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam dan menggabungkan kedalam PPPKI.


Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 15

Ilmu Pengetahuan Sosial 2



Pada tahun 1929 Partai Sarekat Islam menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia, walaupun terjadi lagi perpecahan dan masing-masing membentuk aliran antara lain Aliran Kartosoewiryo, aliran Abikusno dan aliran Soekiman.

Kebangkitan Budi Utomo dan Sarekat Islam kemudian diikuti dengan timbulnya organisasi-organisasi lainnya. Pada sekitar tahun 1914 timbul beberapa organisasi yang bersifat kedaerahan diberbagai tempat. Kebanyakan organisasi-organisasi tersebut bertujuan ingin menunjukkan kebudayaan daerah. Organisasi-organisasi tersebut antara lain : Sarekat Sumatra (1918), Pasundan (1914). Tujuan politik kedua organisasi tersebut antara lain memperluas hak pemerintah daerah.

Di daerah Minahasa tumbuh gerakan seperti di atas antara lain Rukun Minahasa (1915) yang dipimpin oleh Waworuntu, Sam Ratulangi dan lain-lainnya. Serta Jong Minahasa.

Di Ambon terdapat juga gerakan-gerakan serupa yaitu : Ambonsch Studiefond (1909) dan Amon’s Bond (1911). Di Jawa terdapat gerakan-gerakan seperti Tri Koro Dharmo (1915) yang pada tahun 1918 diubah menjadi Jong Java. Ada pun tujuan dari perkumpulan ini adalah membangun suatu Persatuan Jawa Raya yang akan dicapai dengan jalan mengadakan ikatan yang erat di antara anak-anak sekolah menengah bangsa Indonesia, berusaha menambah kepandaian anggota-anggota dan menimbulkan rasa cinta pada kebudayaan sendiri.
Di Bandung 1907 didirikan Insulinde yang kemudian pada tahun 1912 namanya berubah menjadi Indische Partij dengan tujuan Indonesia merdeka. Partai ini merupakan satu-satunya partai di Hindia Belanda pada masa itu yang telah berani mengumandangkan Indonesia merdeka (Indie merdeka).

Para pemimpin Indische Partij karena adanya larangan partai maka para pemimpinnya yang terdiri dari Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, Soewardi Soeryaningrat dihukum dan diasingkan ke Negeri Belanda pada tahun 1913. Soewardi Soeryaningrat (Ki Hajar Dewantoro) kemudian menjadi terkenal dikalangan pergerakan karena tulisannya yang mengecam dengan pedas pemerintah kolonial Belanda berjudul : “Als ik een Nederlander was” pada tahun 1913.

Di samping itu timbul juga gerakan-gerakan yang bersifat sosial, pendidikan dan keagamaan. Gerakan ini antara lain Muhamadiyah (1912) yang didirikan


Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 16

Ilmu Pengetahuan Sosial 2
oleh K.H Achmad Dahlan. Gerkan ini menginginkan adanya reformasi dalam agama Islam, membersihkan agama dari pengaruh tradisi, memajukan pengajaran berdasarkan agama Islam.

Masa Tahun 1927 – 1942

Masa 1927-1942 sering disebut sebagai masa penegas dari masa pencoba. Pada masa ini gerakan-gerakan nasional sadar dan percaya kepada kekuatan sendiri. Mereka dengan tegas menyatakan bahwa tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia.

Perhimpunan Indonesia. Pada masa sekitar tahun l908 oleh para pelajar yang belajar di Negeri Belanda didirikan suatu perkumpulan pelajar “indische Vereniging”. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa cita-cita Perhimpunan Indonesia bersifat radikal nasionalisme. Mereka sadar akan kekuatan mereka sendiri, oleh karena itu mereka bersikap nonkooperasi terhadap pemerintah kolonial Belanda. Asas politik baru di atas menyadarkan dan menyakinkan para pemuda pergerakan lainnya dalam melaksanakan cita-cita bersama mencapai kemerdekaan Indonesia. Perhimpuhan Indonesia merupakan pelopor asas politik baru bagi Indonesia.

Partai Nasional lndonesia. Tindakan-tindakan studieclub-studieclub serta pengaruh perhimpunan Indonesia mendorong pemimpin-pemimpin muda pergerakan di kota Bandung untuk mendirikan suatu partai politik baru yaitu Partai Nasional Indonesia pada tanggal 4 Juli 1927.
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Suatu kejadian penting dalam sejarah Indonesia ialah peristiwa tanggal. 28 Oktober 1928 yang melahirkan suatu sumpah yaitu Sumpah Pemuda.. Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya berbagai perkumpulan kedaerahan seperti JONG JAVA, SUMATRANEN BOND, BOND VAN AMBONCHE STUDEREDEN dan sebagainya. PPPKI yang berhasil menghimpun organisasi-organisasi pergerakan nasional Indonesia untuk bersatu dalam mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia. Ternyata ide persatuan ini menentukan arah gerakan nasional Indonesia lebih Ianjut. Beberapa pemuda revolusioner seperti Moh. Yamn, J. Leimena, W.R. Supratman, A.K. Gani, Sujono Hadinoto, Rohjani dan lain-lainnya telah memprakasai mengadakan konperensi yang bertujuan mempersatukan pemuda-pemuda Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 jam 23.00 di Wisma Indonesia, Jl. Kramaat 106 Jakarta dengan khidmat dikumandangkan Sumpah pemuda.






Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 17

Ilmu Pengetahuan Sosial 2
D. Masa Pendudukan Jepang

Pengekangan Politik terhadap Pergerakan Nasional Indonesia

Jepang adalah satu-satunya negara di benua Asia yang tidak pernah mengalami penjajahan bangsa-bangsa Barat. Bangsa Jepang mulai berhubungan dengan bangsa-bangsa Barat pada permulaan abad ke 20. Setelah berhasil menjadi negara industri modern, maka Jepang membutuhkan daerah untuk memperoleh bahan-bahan mentahnya maupun untuk menjual hasil barang-barangnya. Daerah yang diinginkan Jepang adalah negeri-negeri Asia, yang pada waktu itu telah dijajah atau setidak-tidaknya dikuasai ekonominya oleh bangsa-bangsa Barat. Untuk mendapatkan daerah Asia yang kaya dan padat penduduknya itu, Jepang harus merebutnya dengan kekerasan dari bangsa-bangsa Barat. Perang perebutan jajahan antara Jepang dengan negara-negara Barat di Asia yang berlangsung selama kurang lebih 3.5 tahun (1941-1945) dinamai Perang pasifik sedangkan orang Jepang menyebutnya Perang asia Timur Raya. Pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Habour di Hawai yakni pangkalan Angkatan Laut AS yang terbesar di Pasifik. Setelah Jepang menyerang Pearl Harbour, maka gubernur Jenderal hindia Belanda menyatakan perang terhadap Jepang. Segera Jepang bergerak ke selatan dengan taktik gerak cepat yang unggul. Dalam jangka waktu kurang lebih 100 hari Jepang berhasil menumbangkan kekuasaan kolonial Inggris di Malaya dan Birma, AS di Filiphina dan Belanda di Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Jawa Barat, pada tanggal 8 Maret 1942.

Sejak saat itu berakhirlah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di Indonesia, dan dengan resmi ditegakkan kekuasaan Jepang. Berbeda dengan zaman Hindia belanda di mana terdapat pemerintahan sipil, maka pada zaman Jepang terdapat pemerintahan militer. Pulau Jawa dan Sumatra diperintah oleh Angkatan Darat, sedangkan daerah Indonesia lainnya diperintah oleh Angkatan Laut Jepang. Jepang berusaha mengerahkan semua orang Asia untuk usaha perangnya. Jawatan propaganda Jepang giat melancarkan propaganda yang pokoknya adalah adalah bahwa Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya untuk membebaskan seluruh Asia dari penjajahan Barat dan kemudian mendirikan “Pergerakan Tiga A” yang bersemboyan : Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. (Orang Jepang menemakan bangsa dan negerinya “Nippon”). Pergerakan Tiga A mengadakan kursus-kursus untuk pemuda dengan tujuan menanamkan semangat pro Jepang. Pergerakan Tiga A ini dipimpin oleh Mr. Syamsuddin, bekas anggota Parindra pada zaman Hindia Belanda.
Pergerakan Tiga A tidak begitu mendapatkan hasil karena organisasi ini tidak dipimpin oleh pemimpin Indonesia terkemuka. Pemerintah militer Jepang


Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 18

Ilmu Pengetahuan Sosial 2

memerlukan dukungan penduduk dan untuk itu diperlukan kerjasama dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka. Tokoh-tokoh nasionalis termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta telah dibebaskan oleh pemerintah militer Jepang dari tahanan pemerintah Hindia Belanda. Kedua pemimpin itu yang pada zaman Hindia Belanda bersikap non kooperasi, pada zaman Jepang terpaksa bersedia bekerja sama dengan pertimbangan bahwa untuk menghadapi pemerintah pendudukan Jepang yang kejam itu rakyat perlu mempunyai pembela. Soekarno dan Hatta mengubah taktik mereka, dan berusaha memanfaatkan sarana yang disediakan oleh Jepang untuk perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaan. Pemimpin lainnya seperti Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin dapat menghindari kerjasama dengan Jepang, karena mereka kurang dikenal. Amir Syarifudin kemudian ditangkap oleh Jepang dan akan dijatuhi hukuman mati karena dituduh menjadi mata-mata Serikat. Berkat usaha Soekarno dan Hatta, Amir Syarifuddin berhasil diselamatkan dari hukuman mati.

Setelah pergerakan Tiga A dianggap tidak memberikan keuntungan oleh Jepang, maka organisasi ini dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk “Pusat Tenaga Rakyat” (Putera) yang diresmikan pada tanggal 1 Maret 1943, Putera dipimpin oleh Empat Serangkai yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, K.H. Mas Mansur dan Ki Hadjar Dewantara. Kerjasama dengan Jepangini kemudian diikuti golongan nasionalis lainnya seperti Prof. Dr. Mr. Supomo, Mr Ahmad Subardjo dan Dr. G.S.S.J. Ratulangie.

Putera disusun mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah terutama di Jawa. Empat Serangkai dianggap oleh Jepang sebagai lambang daripada aliran-aliran di dalam Pergerakan Nasional Indonesia, yang dapat menggerakkan seluruh rakyat Indonesia untuk kepentingannya. Dalam pada itu pemimpin-pemimpin Putera bertujuan untuk mempersiapkan rakyat Indonesia guna kemerdekaan, yang menurut perhitungan mereka besar kemungkinannya akan tercapai pada akhir Perang Dunia II. Dengan demikisan Putera berhasil mendekati rakyat, dan para pemimpin dapat mempersiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan. Dengan rapat-rapat raksasa, para pemimpin Indo-nesia dapat mencapai rakyat secara lebih luas. Akhirnya pihak jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi rakyat Indonesia daripada bagi Jepang karena kurang menunjukkan dukungan kepada pemerintah pendudukan Jepang. Karenanya mereka mulai memikirkan pembentukan organisasi baru, yang mencakup semua golongan masyarakat dan dapat dikendalikan secara ketat.
Pengendalian terhadap kegiatan orang Indonesia dilakukan dengan sangat ketat oleh Jepang. Semua kegiatan, lebih-lebih kegiatan politik harus diketahui



Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 19

Ilmu Pengetahuan Sosial 2

dan dipimpin oleh Jepang serta dipergunakan untuk kepentingan mereka. Dalam pada itu organisasi Islam yang tidak melakukan kegiatan politik dibiarkan oleh Jepang, seperti Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Jepang menghargai golongan Islam, karena golongan ini dinilai oleh Jepang yang paling anti Barat, MIAI harus turut bekerja dengan sekuat tenaga untuk mencapai “Lingkungan Kemakmuran Bersama” dibawah pimpinan Jepang. Pemimpin MIAI diserahkan kepada Wondoamiseno dan K.H. Mas Mansur. Jepang mengerahkan tenaganya untuk membantu kegiatan MIAI seperti pengumpulan zakat dan mendirikan mesjid. Bantuan Jepang ini berhasil dimanfaatkan oleh pemuka-pemuka Islam untuk kepentingan umat Islam di Indonesia. MIAI sebagai organisasi tunggal mendapat simpati yang luar biasa dari umat Islam Indonesia. Setelah MIAI menjadi besar, maka pemerintah Jepang mulai curiga sehingga kegiatannya mulai diawasi. Pada akhir 1943 MIAI dengan resmi dibubarkan. Secara lahiriah pemerintah Jepang berhasil menindas Pergerakan nasional Indonesia, tapi secara batiniah Pergerakan Nasional Indonesia tetap hidup. Semangat dan kesadaran nasional semakin meningkat pada zaman pendudukan Jepang ini.

Politik Pengerahan Usaha perang Jepang

Memasuki tahun 1944 keadaan perang Pasifik bagi Jepang semakin gawat. Satu demi satu daerah pendudukan Jepang jatuh ke tangan Serikat, bahkan serangan mulai diarahkan ke negeri Jepang sendiri. Untuk meningkatkan kesiapan-kesiapan rakyat Indonesia, maka pada tanggal 14 September 1944 dibentuk Barisan Pelopor sebagai bagian dari Jawa Hokokai, dan pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman yang memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang (Heiho). Para anggota Heiho ini langsung ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang baik Angkatan darat maupun Angkatan Laut. Sesuai dengan tuntutan perang yang makin mendesak, Jepang juga membentuk Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (Peta). Pada tanggal 3 Oktober 1943 Panglima tentara Jepang di Jawa memaklumkan pembentukan PETA.
Sesuai dengan pembentukan PETA di pulau Jawa, maka di Sumatra dibentuk Giyugun (Tentara sukarela). Dengan adanya tentara sukarela itu timbul suatu golongan yang memperoleh pendidikan militer pada zaman pendudukan Jepang ; mereka menjadi golongan penting dalam masyarakat Indonesia. Sesudah Indonesia merdeka, banyak diantara mereka yang menjadi pemimpin Tentara Nasional Indonesia (TNI), seperti Jendral Soeharto, Sudirman, Gatot Subroto, Ahmad yani dan masih banyak lagi. Kalau Heiho adalah bagian dari tentara Jepang, maka Peta adalah tentara Indonesia yang dilatih oleh Jepang. Jepang mengharapkan organisasi-organisasi militer maupun semimiliter Indonesia itu



Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 20

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


membantu mereka dalam perang Asia timur raya. Harapan Jepang ini sebagian besar tidak terlaksana, karena para pemimpin Indonesia yang bekerja sama dengan Jepang, berhasil menanamkan semangat nasionalisme di kalangan pemuda. Lebih-lebih pemuda hasil didikan PETA, yang kebanyakan terdiri dari pelajar-pelajar sekolah, dapat menangkap apa yang tersurat oleh para pemimpinnya.

Penindasan Sosial Ekonomi Masa Pendudukan Jepang

Pemerasan Bahan Makanan

Selain mengadakan pengerahan terhadap masyarakat Indonesia, pemerintah pendudukan Jepang juga mengadakan pemerasan terhadap ekonomi Indonesia. Sesuai dengan situasi perang pada waktu itu, kegiatan ekonomi juga diarahkan kepada kepentingan perang. Jepang berusaha menguasai dan mendapatkan sumber-sumber bahan mentah untuk industri perang. Selain dari itu Jepang juga mempunyai rencana untuk memotong sumber perbekalan musuhnya di negara-negara Asia. Penguasaan wilayah yang kaya akan bahan-bahan mentah akan meringankan beban Jepang dalam perang. Dalam melaksanakan rencananya, Jepang menempuh dua tahap. Tahap pertama adalah penguasaan dan tahap kedua adalah penyusunan kembali ekonomi daerah jajahan untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan perang.

Pemerintah pendudukan langsung mengawasi perkebunan kopi, kina, karet dan teh. Pemerintah juga memegang monopoli pembelian, dan menentukan harga penjualan hasil perkebunan itu. Sebagai pelaksana pengawasan perkebunan, pemerintah Jepang menunjuk pihak swasta Jepang. Perkebunan diharapkan menunjang usaha perang yang dilakukan pemerintah pendudukan Jepang. Yang kurang berguna bagi usaha perang seperti perkebunan tembakau, teh dan kopi dibatasi pengusahaannya. Sebagai pengganti kopi, teh, dan tembakau, ditanam bahan makanan dan jarak. Khusus tanaman jarak sangat dibutuhkan oleh pemerintah pendudukan Jepang untuk pelumas mesin-mesin termasuk mesin pesawat terbang.
Kebun-kebun tembakau di Sumatra banyak yang dimusnahkan untuk kemudian ditanami jarak. Begitu juga di daerah-daerah lain banyak tanaman yang sedang menghasilkan, dimusnahkan untuk diganti dengan tanaman jarak. Selain jarak, tanaman kina juga sangat dibutuhkan yakni untuk pembuatan obat anti malaria, karena penyakit itu dapat melemahkan kemampuan tempur para prajurit. Dii Jawa Timur dan Sumatra hampir seluruh perkebunan karet diusahakan kembali. Bahkan di Kalimantan hasil karet menjadi berlebih (sur-plus) karena kesulitan pengangkutan. Pabrik gula yang dibumihanguskan oleh


Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 21

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


pemerintah Hindia belanda, kembali dibangun oleh pemerintah pendudukan Jepang. Pengerahan kebutuhan perang semakin lama semakin meningkat. Jawa Hokokai giat melakukan kampanye untuk meningkatkan usaha pengadaan pangan, khususnya beras dan Jagung. Tanah pertanian baru bekas perkebunan, dibuka untuk menambah produksi beras. Di Sumatra Timur daerah bekas perkebunan seluas ribuan hektar ditanami kembali. Daerah pertanian baru di Karo juga dibuka dengan menggunakan tenaga para tawanan. Di Kalimantan dan Sulawesi juga dibuka tanah pertanian baru untuk menambah hasil padi. Di samping itu makin digiatkan juga penebangan tanaman kenikmatan seperti kopi dan teh untuk diganti dengan tanah pertanian. Pemerintah militer Jepang telah pula mengadakan penebangan hutan secara liar yang menyebabkan kerusakan hutan yang luar biasa. Pada masa itu di pulau Jawa saja telah dilakukan penebangan hutan secara liar seluas 500.000 hektar, dengan alasan akan dijadikan tanah pertanian. Tetapi sebaliknya pihak Jepang tidak pernah memperkenalkan cara bertani modern sebagaimana yang telah dilakukan di Jepang pada waktu itu. Mereka hanya memeras hasil, tanpa memodernisasi sistem pertanian. Tenaga-tenaga Jepang yang dipakai sebagai penyuluh pertanian bukanlah orang-orang yang ahli dalam bidang pertanian, sedangkan orang Indonesia yang hanya dilatih dalam waktu pendek tidak mampu mengerjakan pertanian dengan baik. Karena itu produksi bahan makanan, terutama beras, terus menerus merosot. Faktor lain yang sangat mempengaruhi adalah meningkatnya pemotongan hewan tanpa perhitungan, sehingga jumlah hewan makin menurun. Hewan mutlak perlu untuk pertanian, sehingga juga ikut mempengaruhi turun naiknya produksi pangan. Produksi pangan, terutama beras, semakin menurun, dan kehidupan rakyat semakin lama semakin susah. Dalam keadaan yang demikian, rakyat dipaksa menyerahkan sebagian besar hasil sawahnya kepada pemerintah pendudukan. Rakyat hanya dibolehkan memiliki 20 % saja dari jerih payahnya.
Setiap kali musim panen, sebagian harus diserahkan kepada pemerintah dan sebagian lagi harus disetor sebagai bibit kepada lumbung desa. Padi yang disetor kepada pemerintah dibeli dengan harga yang sangat murah sekali. Karena besarnya beda harga beras di pasaran bebas dengan harga pembelian padi oleh pemerintah pendudukan, timbul kemacetan di dalam penyetoran padi. Sebagian besar padi lari ke pasar gelap. Sebenarnya gagalnya penyetoran padi kepada pemerintah terutama disebabkan karena perlawanan diam-diam oleh rakyat desa kepada pemerintah Jepang. Disamping rakyat dituntut untuk menyetor padi dan menaikkan produksi padi mereka masih dibebani tambahan yang bersifat wajib seperti menanam dan memelihara jarak.



Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 22

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


Pekerjaan semacam ini mengurangi waktu kerja pertanian.

Akibat pemerasan yang dilakukan dalam bidang makanan oleh pemerintah pendudukan Jepang, maka rakyat menjadi sangat miskin dan sengsara hidupnya. Makanan sangat kurang, lebih-lebih makanan yang bergizi, sehingga menyebabkan tenaga kerja jauh berkurang. Penyakit akibat kekurangan makanan merajalela, belum lagi ditambah dengan timbulnya bencana alam. Masalah pokok lainnya yang menyangkut kehidupan rakyat adalah masalah sandang (pakaian). Sebelum pendudukan Jepang masalah sandang di Indonesia sangat tergantung pada import. Tetapi semenjak pendudukan Jepang, Indonesia harus mengusahakan sendiri bahan pakaiannya. Caranya adalah dengan mengusahakan percobaan penanaman kapas di beberapa daerah seperti Cirebon, Malang, Kediri dan Besuki. Sementara itu di Sulawesi, Sumatra, Bali dan Lombok juga diusahakan penanaman kapas. Usaha pemintalan kapas dilakukan secara menyeluruh, tetapi karena kekurangan bahan baku , usaha itu terpaksa dihentikan. Akibatnya rakyat kekurangan pakaian. Di pedesaan sebagian besar rakyat telah mulai memakai pakaian dari karung goni. Akibat pemerahan yang dilakukan oleh pemerintah pendudukan Jepang dalam bidang ekonomi, keadaan penghidupan rakyat menjadi parah. Segala penghasilan rakyat dipakai untuk kepentingan perang. Kekayaan rakyat dikuras sampai pengumpulan pagar-pagar besi pekarangan rumah penduduk. Kemelaratan meluas dan kelaparan berjangkit di seluruh Indonesia.
Pemerasan Tenaga Manusia

Pemerasan tenaga manusia pada zaman pendudukan Jepang dilakukan terhadap semua golongan dalam masyarakat Indonesia, baik orang kota maupun orang desa, mulai dari yang terpelajar sampai kepada yang buta huruf sekalipun. Semuanya diperah untuk usaha perang. Golongan yang paling sengsara pada zaman pendudukan Jepang adalah golongan Romusha. Mereka dipekerjakan dengan secara paksa oleh pihak Jepang, terutama pada objek-objek militer seperti membuat lapangan terbang, membuat kubu-kubu pertahanan dan membuat jalan kereta api. Tenaga –tenaga romusya ini kebanyakan diambil dari desa-desa dan umumnya terdiri dari mereka yang tidak bersekolah, atau paling tinggi tamat sekolah dasar. Pada mulanya mereka dibujuk untuk menjadi romusya, kalau tidak berhasil dibujuk barulah dilakukan pemaksaan. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya, memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan oleh romusya itu bersifat sukarela. Pengerahan tenaga tidak begitu sukar dilakukan karena orang masih dipengaruhi oleh propaganda untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya.


Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 23

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


Akan tetapi lama-kelamaan pengerahan romusha itu dirasakan sebagai paksaan, dan menjadi suatu beban yang berat. Karena tenaga romusha ini diambilkan dari petani-petani di desa, maka hal ini mempunyai pengaruh terhadap kesdaan ekonomi desa. Ekonomi desa semakin mundur, karena tenaga petani dipakai di tempat lain. Dalam pada itu perlakuan terhadap romusya sangat buruk sekali. Kesehatannya tidak dijamin, makanan tidak cukup dan pekerjaan terlalu berat. Akibatnya banyak tenaga romusya yang meninggal di tempat pekerjaannya.

Pengerahan tenaga romusha tersebut telah membawa akibat pula dalam struktur sosial di Indonesia. Banyak pemuda-pemuda tani yang menghilang dari desanya, karena mereka takut dikirim sebagai romusya. Apalagi pemerintah Jepang bertindak lebih jauh lagi di mana hampir semua laki-laki sehat diambil. Di desa hanya tinggal kaum wanita, anak-anak dan orang-orang yang cacat. Para romusya yang selamat kembali ke desanya mempunyai pengalaman-pengalaman banyak dalam bebagai bidang. Mereka yang datang, membawa gagasan-gagasan baru, sehingga desa terbuka untuk perubahan. Begitu pun mereka yang lari ke kota-kota dan menengok desanya, ikut membawa pengalaman-pengalaman baru. Untuk memudahkan pemerahan tenaga manusia maupun untuk lebih sempurna mengawasi penduduk, pihak Jepang menyusun tonarigumi (rukun tenaga) di setiap kampung dan desa. Pemerahan tenaga yang dilakukan oleh pemerintah penduduk Jepang terhadap rakyat Indonesia, pada umumnya mendorong perubahan sosial. Pemuda yang bekerja sebagai romusha maupun pemuda yang lari ke kota dan kemudian kembali ke desanya membawa pandangan-pandangan baru ke desanya. Mereka juga menjadi naik derajatnya (statusnya) dibandingkan dengan mereka yang tetap menjadi petani di desanya. Apalagi ribuan orang di antara mereka yang menjadi anggota organisasi semi militer, seperti seinendan dan Keibodan yang juga mendapat pengalaman dan keahlian baru. Terlebih-lebih lagi mereka yang dididik dalam Peta dan heiho, terutama yang menjadi perwira. Pengalaman-pengalaman seperti itu jarang diperoleh rakyat Indonesia pada zaman Hindia Belanda.
















Paket 4 Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia                                                4 - 24

Ilmu Pengetahuan Sosial 2


Rangkuman

        Kolonialisme adalah usaha penguasaan atas suatu daerah atau wilayah oleh negara penguasa.

        Pertentangan pendapat antara golongan konservatif dengan golongan liberal yang keduanya mempunyai konsep-konsep yang berbeda tentang cara menggali keuntungan dari tanah jajahan. Politik kolonial konservatif menghendaki sistem VOC tetap dipertahankan karena terdapat pengeruk kekayaan secara cepat. Sedang politik kolonial liberal menghendaki cara-cara baru yang berdasarkan atas ide kebebasan.

        Daendels telah melakukan perombakan sistem pemerintahan secara radikal menurut sistem Barat. Usahanya dilanjutkan dan disempurnakan oleh Raffles serta penguasa-penguasa Barat yang datang kemudian. Terciptalah sistem birokrasi Barat modern. Pemerintahan Barat juga telah mendorong timbulnya pembaharuan masyarakat dan modernisasi.

        Pergerakan nasional Indonesia adalah pergerakan yang bercita-cita nasional yaitu bercita-cita mencapai Indonesia merdeka, merupakan perjuangan yang dilakukan dengan organisasi secara modern ke arah perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak puas terhadap keadaan masyarakat yang ada.

        Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pergerakan nasional Indonesia ada dua, yakni faktor dari luar negeri dan dari dalam negeri.

        Faktor dari luar negeri, timbulnya pergerakan nasional Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan bangkitnya Nasionalisme Asia yang telah dianggap sebagai reaksi terhadap imperialisme. Selain itu kemenangan Jepang terhadap Rusia juga merupakan bukti bahwa bangsa Timur dapat mengalahkan bangsa Barat.

        Faktor dari dalam negeri, adanya pergerakan nasional Indonesia disebabkan karena adanya rasa tidak puas dari bangsa Indonesia terhadap penindasan kolonial. Reaksi-reaksi pada masa sebelum tahun 1925 pernah dicetuskan dengan perlawanan bersenjata dan dilakukan misalnya oleh Pattimura, Di Tiro, Pangeran Diponegoro dan lain-lainnya.

        Pengendalian terhadap kegiatan orang Indonesia dilakukan dengan sangat ketat oleh Jepang. Semua kegiatan, lebih-lebih kegiatan politik harus diketahui dan dipimpin oleh Jepang serta dipergunakan untuk kepentingan mereka demikian pula dalam bidang sosial ekonomi juga mengalami penindasan makanan dan tenaga kerja yang dieksploitasi untuk kepentingan Jepang 

Daftar Pustaka


Asmadi. 1985. Pelajar Pejuang. Jakarta: Upima Utama.

Hayati, Chusnul. Dkk. 1985. Sejarah Indonesia. Jakarta: Karunika.

Kamsori, Eryk.M. 2004. Sejarah untuk SMP kelas VIII. Bogor: Regina.

Kartodirjo, Sartono, dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Notosusanto, Nugroho dan Yusmar Basri. 1976. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Onghokham. 1987. Jepang di Asia Timur. Jakarta: Gramedia.

Suyono, Capt. R.P. 2005.Seks dan Kekerasan pada Zaman Kolonial.

Jakarta:
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar