Harun Yahya
TENTANG PENULIS
Penulis buku ini, yang menulis dengan
nama pena HARUN YAHYA, dilahirkan di Ankara pada tahun 1956. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasar dan menengah di Ankara, ia belajar seni di Universitas Mimar
Sinan di Istanbul, dan filsafat di Universitas Istanbul. Semenjak tahun 1980,
penulis telah menerbitkan berbagai buku tentang politik, masalah-masalah yang
berkaitan dengan agama dan masalah-masalah ilmu pengetahuan. Harun Yahya
terkenal sebagai penulis yang telah menulis karya-karya sangat penting yang
menyingkap tentang kepalsuan para pendukung teori evolusi, kebohongan pernyataan
mereka, dan hubungan antara Darwinisme dengan ideologi berdarah.
Adapun nama samaran yang terdiri dari
Harun dan Yahya adalah untuk mengenang dua orang nabi yang terkemuka, yang memerangi
kerusakan iman. Stempel kenabian yang tertera pada sampul depan buku ini melambangkan
makna yang berkaitan dengan kandungan buku ini. Stempel tersebut menggambarkan
al-Qur’an sebagai Kitabullah yang purna, firman-Nya yang purna, dan Nabi kita
sebagai penutup para nabi. Di bawah bimbingan al-Qur’an dan Sunnah, penulis
menjadikan tujuan utama ditulisnya buku ini untuk mematahkan setiap ajaran
fundamental dari ideologi-ideologi tak bertuhan, dan sebagai “perkataan yang
purna”, sehingga dapat benar-benar membungkam keberatan yang diajukan
terhadap agama. Stempel kenabian, yang memiliki ketinggian hikmah dan
kesempurnaan akhlak, digunakan sebagai lambang dari tujuan ini, yakni untuk
menyatakan perkataan yang purna.
Semua karya yang ditulis ini bertumpu
pada satu tujuan: yakni untuk membawa pesan al-Qur’an kepada masyarakat
sehingga dapat menggugah semangat mereka untuk memikirkan masalah-masalah
mendasar yang berkaitan dengan keimanan seperti keberadaan Tuhan, Keesaan-Nya,
keakhiratan, dan untuk menunjukkan kepalsuan pijakan dan karya-karya yang
menyimpang tentang sistem-sistem tak berTuhan.
Harun Yahya pernah mengadakan perjalanan
ke berbagai negara, dari India sampai Amerika, Inggris sampai Indonesia,
Polandia sampai Bosnia, Spanyol sampai Brazil. Sebagian dari bukunya telah
ditulis ke dalam bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Portugis, Urdu,
Arab, Albania, Rusia, Serbo-Kroasia (Bosnia), Turki Uygur, dan Indonesia, dan
semuanya telah dinikmati oleh para pembaca di seluruh dunia.
Karya-karya tersebut memperoleh sambutan
yang luar biasa di seluruh dunia karena bagi sebagian orang merupakan sarana
untuk menanamkan keimanan kepada Allah dan bagi sebagian orang lainnya untuk
memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang keimanan. Buku ini, yang ditulis
dengan gaya yang hikmah, tulus, dan mudah dipahami, menjadikan orang yang
membacanya dapat tersentuh hatinya, sehingga orang yang membacanya ingin
membuktikannya. Karya-karya ini tidak pernah ditolak karena sangat efektif,
hasilnya pasti, dan tidak dapat dibantah. Jika orang-orang membaca buku-buku
ini kemudian memikirkannya dengan sungguh-sungguh, mereka tentu tidak akan
lagi mendukung filsafat materialistik, ateisme, dan ideologi atau filsafat yang
sesat lainnya. Kalaupun mereka masih mendukungnya, hal itu hanyalah karena
dorongan perasaan saja karena buku-buku ini telah membantah ideologi-ideologi
tersebut hingga ke akar-akarnya. Semua gerakan kontemporer yang menolak
(agama), secara ideologis telah dikalahkan pada hari ini berkat kumpulan
buku-buku yang ditulis oleh Harun Yahya.
Dengan mencermati fakta-fakta tersebut,
mereka yang mendorong orang-orang untuk membaca buku ini sehingga dapat membuka
“mata” hati mereka dan membimbing mereka sehingga dapat menjadi hamba Allah
yang taat, sesungguhnya telah melakukan amal ibadah yang tidak ternilai
harganya.
Dalam pada itu, berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang lalu, tentunya hanya akan membuang-buang waktu dan
tenaga jika menyebarluaskan buku-buku yang dapat menyebabkan kebingungan, yang
menjerumuskan manusia kepada ideologi yang kacau balau, dan yang jelas-jelas
tidak dapat menghilangkan keraguan dari dalam hati. Orang-orang yang meragukan
masalah ini dapat segera melihat bahwa tujuan utama buku-buku Harun Yahya
adalah untuk membasmi kekufuran dan menanamkan nilai-nilai moral al-Qur’an.
Keberhasilan, pengaruh, dan keikhlasan yang telah dicapai oleh usaha ini telah
terlihat pada keyakinan yang dimiliki oleh para pembaca.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah:
Penyebab utama terjadinya tindak kekerasan dan konflik, dan semua penderitaan
yang dialami oleh umat Muslim adalah karena dianutnya ideologi kafir. Keadaan
ini hanya dapat diakhiri dengan membasmi ideologi kafir tersebut dan
mengusahakan agar setiap orang mengetahui tentang kehebatan penciptaan dan
moralitas al-Qur’ani, sehingga orang-orang dapat hidup berdasarkan ajaran ini.
Dengan memperhatikan keadaan dunia pada hari ini, yang memaksa orang-orang terjerumus
ke dalam lingkaran kekerasan, korupsi, dan konflik, jelaslah bahwa usaha ini
perlu dilaksanakan dengan lebih cepat dan lebih efektif. Jika tidak tentu akan
terlambat.
Tidaklah berlebih-lebihan jika dikatakan
bahwa kumpulan buku-buku Harun Yahya telah menjalankan peran utama ini. Dengan
kehendak Allah, buku-buku tersebut akan menjadi sarana yang dengannya manusia
pada abad ke-21 akan memperoleh kedamaian dan kegembiraan, keadilan dan
kebahagiaan sebagaimana dijanjikan dalam al-Qur’an.
Karya-karya Harun Yahya meliputi The
New Masonic Order, Judaism and Freemasonry, The Disasters Darwinism Brought to
Humanity, Communism in Ambush, The Bloody Ideology of Darwinism: Fascism, The
‘Secret Hand’ in Bosnia, Behind the Scenes of The Holocaust, Behind the Scenes
of Terrorism, Israel’s Kurdish Card, Solution: The Morals of the Qur’an,
Articles 1-2-3, A Weapon of Satan: Romantism, Truths 1-2, The Western World
Turns to God, The Evolution Deceit, Precise Answers to Evolusionists,
Evolutionary Falsehoods, Perished Nations, For Men of Understanding, The
Prophet Moses, The Prophet Joseph, The Golden Age, Allah’s Artistry in Colour,
Glory is Everywhere, The Truth of the Life of This World, Knowing the Truth,
Eternity Has Already Begun, Timeless and the Reality of Fate, The Dark Magic of
Darwinism, The Religion of Darwinism, The Collapse of the Theory of Evolution
in 20 Questions, Allah is Known Through Reason, The Qur’an Leads the Way to
Science, The Real Origin of Life, Consciousness in the Cell, A String of
Miracles, The Creation of Universe, Miracles of the Qur’an, The Design in Nature,
Self-Sacrifice and Intelligent Behaviour Models in Animals, The End of
Darwinism, Deep Thinking, Never Plead Ignorance, The Green Miracle
Photosynthesis, The Miracle in the Cell, The Miracle in the Eye, The Miracle in
the Spider, The Miracle in the Gnat, The Miracle in the Ant, The Miracle of the
Immune System, The Miracle of Creation in Plants, The Miracle in the Atom, The
Miracle in the Honeybee, The Miracle of Seed, The Miracle of Hormone, The
Miracle of the Ternite, The Miracle of the Human Being, The Miracle of Man’s
Creation, The Miracle of Protein, The Secrets of DNA.
Adapun buku-buku untuk anak-anak adalah:
Children Darwin was Lying!, The World of Animals, The Splendour in the
Skies, The World of Our Little Friends: The Ants, Honeybees That Build Perfect
Comb, Skillful Dam Builders: Beavers.
Karya-karya lain dengan topik dari
al-Qur’an meliputi: The Basic Concepts in the Qur’an, the Moral Values of
the Qur’an, Quick Grasp of Faith 1-2-3, Ever Thought About the Truth?, Crude
Understanding of Disbelief, Devoted to Allah, Abandoning the Society of
Ignorance, The Real Home of Believers: Paradise, Knowledge of the Qur’an,
Qur’an Index, Emigrating for the Cause of Allah, The Character of the Hypocrite
in the Qur-an, The Secrets of the Hypocrite, The Names of Allah, Communicating
the Message and Disputing in the Qur’an, Answers from the Qur’an, Death
Resurrection Hell, The Struggle of the Messengers, The Avowed Enemy of Man:
Satan, The Greatest Slander: Idolatry, The Religion of the Ignorant, The
Arrogance of Satan, Prayer in the Qur’an, The Importance of Conscience in the
Qur’an, The Day of Resurrection, Never Forget, Disregarded Judgements of the
Qur’an, Human Characters in the Society of Ignorance, The Importance of
Patience in the Qur’an, General Information from the Qur’an, The Mature Faith,
Before You Regret, Our Messengers Say, The Mercy of Believers, The Fear of
Allah, The Nightmare of Disbelief, Jesus Will Return, Beauties Presented by the
Qur’an for Life, A Bouquet of the Beauties of Allah 1-2-3-4, The Iniquity
Called “Mockery”, The Mystery of the Test, The True Wisdom According to the
Qur’an, The Struggle with the Religion of Irreligion, The School of Yusuf, The
Alliance of the Good, Slanders Spread Against Muslims Throughout History, The
Importance of Following the Good Word, Why Do You Deceive Yourself?, Islam: The
Religion of Ease, Enthusiasm and Excitement in the Qur’an, Seeing Good in
Everything, How do the Unwise Interpret the Qur’an?, Some Secrets of the
Qur’an, The Courage of Believers, Being Hopeful in the Qur’an, Justice and
Tolerance in the Qur’an, Basic Tenets of Islam, Those Who do not Listen to the
Qur’an.
UNTUK PEMBACA
Dalam semua buku karya penulis,
masalah-masalah yang berkaitan dengan iman dijelaskan dengan merujuk pada
ayat-ayat al-Qur’an, dan orang diajak untuk mempelajari ayat-ayat Allah dan
hidup dengannya. Semua pokok bahasan yang berkenaan dengan ayat-ayat Allah
dijelaskan sedemikian rupa sehingga tak ada lagi keraguan atau pertanyaan membekas
dalam pikiran pembaca. Gayanya yang jujur, lugas dan fasih memastikan bahwa
semua orang dari segala usia dan dari semua lapisan masyarakat dapat dengan
mudah memahami buku-bukunya. Narasinya yang efektif dan cair memungkinkan
pembaca untuk membacanya dalam sekali duduk. Bahkan mereka yang menolak
spiritualitas akan terpengaruhi oleh fakta yang dikemukakan dalam buku-buku
ini dan tidak dapat menyangkal kebenaran isinya.
Buku ini dan semua buku lain karya Harun
Yahya dapat dibaca secara perorangan atau didiskusikan dalam kelompok. Pembaca
yang ingin mendapatkan manfaat dari buku-buku ini akan merasakan bahwa diskusi
sangat bermanfaat karena mereka akan dapat mengaitkan refleksi dan pengalaman
mereka sendiri satu sama lain.
Di samping itu, merupakan sumbangan
besar bagi agama untuk menyajikan dan menyebarluaskan buku-buku ini, yang
ditulis semata-mata untuk mencari ridha Allah. Bukti-bukti yang dikemukakan
penulis sangat meyakinkan, sehingga bagi mereka yang ingin menyampaikan agama
kepada orang lain, salah satu metode paling efektif ialah mendorong mereka
untuk membaca buku-buku ini.
Dalam buku-buku itu orang akan memperoleh
pandangan pribadi penulis, penjelasan yang didasarkan pada sumber-sumber terpercaya,
gaya yang mencerminkan penghormatan kepada pokok bahasan yang suci, dan tidak
ada uraian bernada pesimistis yang dapat menimbulkan keraguan dan menciptakan
penyimpangan dalam hati.
PENDAHULUAN
Banyak orang yang tidak beriman kepada
al-Qur’an sekalipun mereka mengaku sebagai orang yang beriman. Mereka
menghabiskan hidup mereka dengan berpegang pada khayalan, dan kehidupan mereka
menyalahi al-Qur’an, bahkan mereka menolak al-Qur’an sebagai pembimbing
mereka. Padahal, hanya al-Qur’an yang memberikan pengetahuan yang benar dalam
masa kehidupan ini kepada setiap orang, dan al-Qur’an menjelaskan rahasia-rahasia
penciptaan Allah dengan penjelasan paling benar dan paling murni. Informasi
apa pun yang tidak berdasarkan pada al-Qur’an adalah informasi yang tidak
benar, dengan demikian informasi tersebut merupakan tipuan dan khayalan.
Dengan demikian, orang-orang yang tidak berpegang pada al-Qur’an hidupnya dalam
keadaan mengkhayal. Di akhirat, mereka akan dilaknat selama-lamanya.
Dalam al-Qur’an, juga dalam shalat,
perintah, larangan, dan akhlak yang baik, Allah menjelaskan berbagai rahasia
kepada umat manusia. Sesungguhnya semuanya ini merupakan rahasia penting, dan
mata yang mau memperhatikan dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini di dalam
hidupnya. Tidak ada sumber lain selain al-Qur’an yang dapat menjelaskan
rahasia-rahasia ini. Al-Qur’an adalah sumber istimewa bagi rahasia-rahasia
ini, sehingga siapa pun orangnya, betapapun ia orang yang cerdas dan melek
huruf tidak akan pernah menemukan rahasia-rahasia ini di tempat lain.
Jika sebagian orang tidak dapat memahami
pesan-pesan yang tersembunyi dalam al-Qur’an, sedangkan orang lain dapat memahaminya,
ini merupakan rahasia lain yang diciptakan oleh Allah. Orang-orang yang tidak
mengkaji rahasia-rahasia yang diwahyukan dalam al-Qur’an hidup dalam keadaan
menderita dan berada dalam kesulitan. Ironisnya, mereka tidak pernah
mengetahui penyebab penderitaan mereka. Dalam pada itu, orang-orang yang
mempelajari rahasia-rahasia dalam al-Qur’an menjalani kehidupannya dengan mudah
dan gembira.
Sebabnya adalah karena al-Qur’an itu
jelas, mudah, dan cukup sederhana untuk dipahami oleh setiap orang. Dalam
al-Qur’an, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. Kami telah menurunkan kepadamu cahaya
yang terang benderang. Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan
berpegang teguh kepada-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka
kepada jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 174-75).
Namun demikian, kebanyakan manusia,
meskipun mereka sanggup memecahkan masalah yang sangat sulit, memiliki pemahaman
dan mampu mempraktikkan filsafat yang sangat membingungkan, ternyata tidak mampu
memahami hal-hal yang jelas dan sederhana yang terdapat dalam al-Qur’an.
Sebagaimana tetah dijelaskan dalam buku ini, persoalan ini merupakan rahasia
yang penting. Di samping tidak mampu memahami sifat dunia yang sementara, hari
demi hari orang-orang seperti ini semakin dekat kepada kematian yang tak dapat
dielakkan. Rahasia-rahasia dalam al-Qur’an merupakan rahmat bagi orang beriman,
dan di sisi lain, al-Qur’an memberikan ancaman bagi orang-orang kafir,
baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Allah menjelaskan kenyataan ini
dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu
hanyalah menambah kerugian bagi orang-orang yang zalim.” (Q.s. al-Isra’: 82).
Buku ini membicarakan tentang
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan ayat-ayat yang telah diwahyukan
Allah kepada manusia sebagai suatu rahasia. Ketika seseorang membaca ayat-ayat
ini, dan perhatiannya tertuju kepada rahasia-rahasia yang terkandung dalam
ayat ini, maka yang harus ia lakukan adalah berusaha mengetahui maksud Allah
di balik berbagai peristiwa, lalu memikirkan segala sesuatunya berdasarkan
al-Qur’an. Maka, orang-orang pun akan menyadari dengan kesadaran yang mendalam
tentang rahasia-rahasia tersebut, sehingga al-Qur’an akan mengendalikan
kehidupan mereka dan kehidupan orang lain.
Semenjak orang bangun pada pagi hari,
wujud dari rahasia-rahasia yang diciptakan Allah ini dapat dilihat. Untuk
memahami rahasia-rahasia ini, yang ia perlukan hanyalah selalu
memperhatikannya, berpaling kepada Allah, dan bertafakur. Maka, ia akan menyadari
bahwa hidupnya sama sekali tidak tergantung pada hukum–hukum yang merugikan
sebagaimana yang dipakai banyak orang, dan ia akan menyadari bahwa satu-satunya
kekuasaan dan hukum yang dapat dipercaya hanyalah hukum Allah. Ini
merupakan rahasia yang sangat penting. Tidak ada kebaikan di dalam
aturan-aturan dan praktik-praktik yang digunakan kebanyakan orang selama
berabad-abad yang dianggap sebagai kebenaran yang pasti. Sesungguhnya,
orang-orang ini telah tertipu. Kebenaran adalah apa yang dinyatakan dalam
al-Qur’an. Siapa pun yang membaca al-Qur’an dengan ikhlas, lalu memikirkan
berbagai peristiwa berdasarkan al-Qur’an dan iman, dan mendekatkan diri kepada
Allah, ia akan melihat dengan jelas rahasia-rahasia ini. Perbuatan inilah yang
akan memberikan pemamahan yang lebih baik bahwa Allah adalah Yang Maha Esa
Yang mengendalikan setiap makhluk, hati, dan pikiran, sebagaimana pernyataan
Allah dalam sebuah ayat:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa al-Qur’an itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Q.s. Fushshilat: 53).
ALLAH MENGABULKAN DOA SETIAP ORANG
Allah Yang Mahakuasa, Maha Pengasih, dan
Maha Penyayang, telah berfirman dalam al-Qur’an bahwa Dia dekat dengan manusia
dan akan mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Nya. Adapun
salah satu ayat yang membicarakan masalah tersebut adalah:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (Q.s. al-Baqarah: 186).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di
atas, Allah itu dekat kepada setiap orang. Dia Maha Mengetahui keinginan,
perasaan, pikiran, kata-kata yang diucapkan, bisikan, bahkan apa saja yang
tersembunyi dalam hati setiap orang. Dengan demikian, Allah Mendengar dan
Mengetahui setiap orang yang berpaling kepada-Nya dan berdoa kepada-Nya. Inilah
karunia Allah kepada manusia dan sebagai wujud dari kasih-sayang-Nya,
rahmat-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tiada batas.
Allah memiliki kekuasaan dan pengetahuan
yang tiada batas. Dialah Pemilik segala sesuatu di seluruh alam semesta. Setiap
makhluk, setiap benda, dari orang-orang yang tampaknya paling kuat hingga
orang-orang yang sangat kaya, dari binatang-binatang yang sangat besar hingga
yang sangat kecil yang mendiami bumi, semuanya milik Allah dan semuanya berada
dalam kehendak-Nya dan pegaturan-Nya yang mutlak.
Seseorang yang beriman terhadap kebenaran
ini dapat berdoa kepada Allah mengenai apa saja dan dapat berharap bahwa Allah
akan mengabulkan doa-doanya. Misalnya, seseorang yang mengidap penyakit yang
tidak dapat disembuhkan tentu saja akan berusaha untuk melakukan berbagai macam
pengobatan. Namun ketika mengetahui bahwa hanya Allah yang dapat memberikan
kesehatan, lalu ia pun berdoa kepada-Nya memohon kesembuhan. Demikian pula, orang
yang mengalami ketakutan atau kecemasan dapat berdoa kepada Allah agar terbebas
dari ketakutan dan kecemasan. Seseorang yang menghadapi kesulitan dalam
menyelesaikan pekerjaan dapat berpaling kepada Allah untuk menghilangkan
kesulitannya. Seseorang dapat berdoa kepada Allah untuk memohon berbagai hal
yang tidak terhitung banyaknya seperti untuk memohon bimbingan kepada jalan
yang benar, untuk dimasukkan ke dalam surga bersama-sama orang-orang beriman
lainnya, agar lebih meyakini surga, neraka, Kekuasaan Allah, untuk kesehatan,
dan sebagainya. Inilah yang telah ditekankan Rasulullah saw. dalam sabdanya:
“Maukah aku
beritahukan kepadamu suatu senjata yang dapat melindungimu dari kejahatan
musuh dan agar rezekimu bertambah?” Mereka berkata, “Tentu saja wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Serulah Tuhanmu siang dan malam, karena ‘doa’ itu merupakan
senjata bagi orang yang beriman.”1
Namun demikian, terdapat rahasia lain di
balik apa yang diungkapkan dalam al-Qur’an yang perlu kita bicarakan dalam
masalah ini. Sebagaimana Allah telah menyatakan dalam ayat:
“Dan manusia
berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia itu
tergesa-gesa.” (Q.s. al-Isra’:11).
Tidak setiap doa yang dipanjatkan oleh
manusia itu bermanfaat. Misalnya seseorang memohon kepada Allah agar diberi
harta dan kekayaan yang banyak untuk anak-anaknya kelak. Akan tetapi Allah
tidak melihat kebaikan di dalam doanya itu. Yakni, kekayaan yang banyak itu
justru dapat memalingkan anak-anak tersebut dari Allah. Dalam hal ini, Allah
mendengar doa orang tersebut, menerimanya sebagai amal ibadah, dan mengabulkannya
dengan cara yang sebaik-baiknya. Sebagai contoh lainnya, seseorang berdoa agar
tidak terlambat dalam memenuhi perjanjian. Namun tampaknya lebih baik baginya
jika ia sampai di tujuan setelah waktu yang ditentukan, karena ia dapat
bertemu dengan seseorang yang memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk
kehidupan yang abadi. Allah mengetahui masalah ini, dan Dia mengabulkan doa
bukan berdasarkan apa yang dipikirkan orang itu, tetapi dengan cara yang
terbaik. Yakni, Allah mendengar doa orang itu, tetapi jika Dia melihat tidak
ada kebaikan dalam doanya itu, Dia memberikan apa yang terbaik bagi orang itu.
Tentu saja hal ini merupakan rahasia yang sangat penting.
Ketika doa tidak dikabulkan, orang-orang
tidak menyadari tentang rahasia ini, mereka mengira bahwa Allah tidak mendengar
doa mereka. Sesungguhnya hal ini merupakan keyakinan orang-orang bodoh yang
sesat, karena “Allah itu lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya
sendiri.” (Q.s. Qaf: 16). Dia Maha Mengetahui perkataan apa saja
yang diucapkan, apa saja yang dipikirkan, dan peristiwa apa saja yang dialami
seseorang. Bahkan ketika seseorang tertidur, Allah mengetahui apa yang ia alami
dalam mimpinya. Allah adalah Yang menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu,
kapan saja seseorang berdoa kepada Allah, ia harus menyadari bahwa Allah akan
menerima doanya pada saat yang paling tepat dan akan memberikan apa yang
terbaik baginya.
Doa, di samping sebagai bentuk amal
ibadah, juga merupakan karunia Allah yang sangat berharga bagi manusia, karena
melalui doa, Allah akan memberikan kepada manusia sesuatu yang Dia pandang baik
dan bermanfaat bagi dirinya. Allah menyatakan pentingnya doa dalam sebuah
ayat:
“Katakanlah:
‘Tuhanku tidak mengindahkan kamu, andaikan tidak karena doamu. Tetapi kamu
sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak azab pasti akan menimpamu’.” (Q.s. al-Furqan: 77)
Allah Mengabulkan Doa Orang-orang yang
Menderita dan Berada dalam Kesulitan
Doa adalah saat-saat ketika kedekatan
seseorang dengan Allah dapat dirasakan. Sebagai hamba Allah, seseorang sangat
memerlukan Dia. Hal ini karena ketika seseorang berdoa, ia akan menyadari
betapa lemahnya dan betapa hinanya dirinya di hadapan Allah, dan ia menyadari
bahwa tak seorang pun yang dapat menolongnya kecuali Allah. Keikhlasan dan
kesungguhan seseorang dalam berdoa tergantung pada sejauh mana ia merasa memerlukan.
Misalnya, setiap orang berdoa kepada Allah untuk memohon keselamatan di dunia.
Namun, orang yang merasa putus asa di tengah-tengah medan perang akan berdoa
lebih sungguh-sungguh dan dengan berendah diri di hadapan Allah. Demikian pula,
ketika terjadi badai yang menerpa sebuah kapal atau pesawat terbang sehingga
terancam bahaya, orang-orang akan memohon kepada Allah dengan berendah diri.
Mereka akan ikhlas dan berserah diri dalam berdoa. Allah menceritakan keadaan
ini dalam sebuah ayat:
“Katakanlah: Siapakah yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa
kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lembut: ‘Sesungguhnya jika
Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang
yang bersyukur’.” (Q.s. al-An‘am: 63).
Di dalam al-Qur’an, Allah memerintahkan
manusia agar berdoa dengan merendahkan diri:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah
diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” (Q.s. al-A‘raf: 55).
Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan
bahwa Dia mengabulkan doa orang-orang yang teraniaya dan orang-orang yang
berada dalam kesusahan:
“Atau siapakah yang mengabulkan (doa)
orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan
kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah ada tuhan
lain selain Allah? Sedikit sekali kamu yang memperhatikannya.” (Q.s.
an-Naml: 62).
Tentu saja orang tidak harus berada
dalam keadaan bahaya ketika berdoa kepada Allah. Contoh-contoh ini diberikan
agar orang-orang dapat memahami maknanya sehingga mereka berdoa dengan ikhlas
dan merenungkan saat kematian, ketika seseorang tidak lagi merasa lalai
sehingga mereka berpaling kepada Allah dengan keikhlasan yang dalam. Dalam pada
itu, orang-orang yang beriman, yang dengan sepenuh hati berbakti kepada Allah,
selalu menyadari kelemahan mereka dan kekurangan mereka, mereka selalu berpaling
kepada Allah dengan ikhlas, sekalipun mereka tidak berada dalam keadaan bahaya.
Ini merupakan ciri penting yang membedakan mereka dengan orang-orang kafir dan
orang-orang yang imannya lemah.
Tidak Ada Pembatasan Apa pun dalam Berdoa
Seseorang dapat memohon apa saja kepada
Allah asalkan halal. Hal ini karena sebagaimana telah disebutkan terdahulu,
Allah adalah satu-satunya penguasa dan pemilik seluruh alam semesta; dan jika
Dia menghendaki, Dia dapat memberikan kepada manusia apa saja yang Dia
inginkan. Setiap orang yang berpaling kepada Allah dan berdoa kepada-Nya,
haruslah meyakini bahwa Allah berkuasa melakukan apa saja dan bersungguh-sungguhlah
dalam berdoa sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw.2 Ia perlu mengetahui bahwa mudah saja bagi-Nya
untuk memenuhi keinginan apa saja, dan Dia akan memberikan apa yang diminta oleh
seseorang jika di dalamnya terdapat kebaikan bagi orang itu dalam doa
tersebut. Doa-doa para nabi dan orang-orang beriman yang disebutkan dalam
al-Qur’an merupakan contoh bagi orang-orang beriman tentang hal-hal yang dapat
mereka mohon kepada Allah. Misalnya, Nabi Zakaria a.s. berdoa kepada Allah agar
diberi keturunan yang diridhai, dan Allah pun mengabulkan doanya, meskipun
istrinya mandul:
“Yaitu ketika ia berdoa kepada Tuhannya
dengan suara yang lembut. Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah
lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam
berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku
sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku
dari sisi-Mu seorang putra. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian
keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku, seorang yang diridhai’.” (Q.s.
Maryam: 3-6).
Maka Allah mengabulkan doa Nabi Zakaria
dan memberikan kepadanya berita gembira tentang Nabi Yahya a.s.. Setelah
menerima berita gembira tentang seorang anak laki-laki, Nabi Zakaria merasa
heran karena istrinya mandul. Jawaban Allah kepada Nabi Zakaria menjelaskan
tentang sebuah rahasia yang hendaknya selalu dicamkan dalam hati orang-orang
yang beriman:
“Zakaria
berkata, ‘Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah
seorang yang mandul dan aku sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.’
Tuhan berfirman, ‘Demikianlah.’ Tuhan berfirman, ‘Hal itu mudah bagi-Ku, dan sesungguhnya
telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu belum ada sama sekali’.” (Q.s. Maryam: 8-9)
Ada beberapa Nabi lainnya yang disebutkan
dalam al-Qur’an yang doa-doa mereka dikabulkan. Misalnya, Nabi Nuh a.s. memohon
kepada Allah untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang tersesat meskipun ia
telah berusaha sekuat tenaga untuk membimbing mereka kepada jalan yang lurus.
Sebagai jawaban dari doanya, Allah menimpakan azab besar kepada mereka yang
tercatat dalam sejarah.
Nabi Ayub a.s. menyeru Tuhannya ketika
ia sakit, ia berkata, “… Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (Q.s.
al-Anbiya’: 83). Sebagai jawaban terhadap doa Nabi Ayub, Allah berfirman
sebagai berikut:
“Maka Kami pun mengabulkan doanya itu, lalu
Kami hilangkan penyakit yang menimpanya dan Kami kembalikan keluarganya
kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari
sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Q.s.
al-Anbiya’: 84).
Allah mengabulkan Nabi Sulaiman a.s.
yang berdoa, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan
yang tidak dimiliki oleh siapa pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Pemberi.” (Q.s. Shad: 35). Maka Allah mengaruniakan
kekuasaan yang besar dan kekayaan yang banyak kepadanya.
Oleh karena itu, orang-orang yang berdoa
hendaknya mencamkan dalam hati ayat ini, “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila
Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah.’ Maka
terjadilah ia. (Q.s. Yasin: 82) Sebagaimana dinyatakan dalam ayat
ini, segala sesuatu itu mudah bagi Allah dan Dia Mendengar dan Mengetahui
setiap doa.
Allah Memberi Karunia di Dunia ini bagi Orang-orang yang
Menginginkannya, Tetapi di Akhirat Mereka akan Menderita Kerugian
Orang-orang yang tidak memiliki ketakwaan
kepada Allah dalam hatinya, dan imannya sangat lemah terhadap kehidupan
akhirat, hanyalah menginginkan keduniaan. Mereka meminta kekayaan, harta benda,
dan kedudukan hanyalah untuk kehidupan di dunia ini. Allah memberi tahu kita
bahwa orang-orang yang hanya menginginkan keduniaan tidak akan memperoleh
pahala di akhirat. Tetapi bagi orang-orang yang beriman, mereka berdoa memohon
dunia dan akhirat karena mereka percaya bahwa kehidupan di akhirat sama
pastinya dan sama dekatnya dengan kehidupan dunia ini. Tentang masalah ini,
Allah menyatakan sebagai berikut:
“Di antara manusia ada orang yang berdoa,
‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,’ dan tidak ada baginya
bagian di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami
dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa
yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Q.s.
al-Baqarah: 200-2).
Orang-orang yang beriman juga berdoa
memohon kesehatan, kekayaan, ilmu, dan kebahagiaan. Akan tetapi, semua doa
mereka adalah untuk mencari keridhaan Allah dan untuk memperoleh kebaikan bagi
agamanya. Mereka memohon kekayaan misalnya, adalah untuk digunakan di jalan
Allah. Berkenaan dengan masalah ini, Allah memberikan contoh tentang Nabi
Sulaiman di dalam al-Qur’an. Jauh dari keinginan untuk memperoleh dunia, doa
Nabi Sulaiman untuk meminta kekayaan adalah demi tujuan mulia untuk digunakan
di jalan Allah, untuk menyeru manusia kepada agama Allah, dan agar dirinya
sibuk berdzikir kepada Allah. Kata-kata Nabi Sulaiman sebagaimana yang
diceritakan dalam al-Qur’an menunjukkan niatnya yang ikhlas:
“Sesungguhnya aku menyukai kesenangan
terhadap barang yang baik karena ingat kepada Tuhanku.” (Q.s.
Shad: 32).
Maka Allah mengabulkan doa Nabi Sulaiman
a.s. tersebut dengan mengaruniakan kepadanya kekayaan yang sangat banyak di
dunia dan ia akan memperoleh pahala di akhirat. Dalam pada itu, Allah juga
mengabulkan keinginan orang-orang yang hanya menghendaki kehidupan dunia,
namun azab yang pedih menunggu mereka di akhirat. Keuntungan yang telah mereka
peroleh di dunia ini tidak akan mereka peroleh lagi di akhirat kelak.
Kenyataan yang sangat penting ini diceritakan
dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Barangsiapa menghendaki keuntungan di
akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki
keuntungan di dunia, Kami akan memberikan kepadanya sebagian dari keuntungan
dunia, dan tidak ada baginya bagian sedikit pun di akhirat. (Q.s.
asy-Syura: 20).
“Barangsiapa menghendaki kehidupan
sekarang, maka Kami segerakan baginya di dunia apa yang Kami kehendaki bagi
orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam, ia akan
memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.s. al-Isra’:
18).
ALLAH MENAMBAHKAN
NIKMATNYA KEPADA ORANG-ORANG YANG BERSYUKUR
Setiap orang sangat memerlukan Allah
dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk bernafas hingga makanan yang
ia makan, dari kemampuannya untuk menggunakan tangannya hingga kemampuan berbicara,
dari perasaan aman hingga perasaan bahagia, seseorang benar-benar sangat memerlukan
apa yang telah diciptakan oleh Allah dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan
tetapi kebanyakan orang tidak menyadari kelemahan mereka dan tidak menyadari
bahwa mereka sangat memerlukan Allah. Mereka menganggap bahwa segala sesuatunya
terjadi dengan sendirinya atau mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang
mereka peroleh adalah karena hasil jerih payah mereka sendiri. Anggapan ini
merupakan kesalahan yang sangat fatal dan benar-benar tidak mensyukuri nikmat
Allah. Anehnya, orang-orang yang telah menyatakan rasa terima kasihnya kepada
seseorang karena telah memberi sesuatu yang remeh kepadanya, mereka
menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat Allah yang tidak terhitung
banyaknya di sepanjang hidupnya. Bagaimanapun, nikmat yang diberikan Allah
kepada seseorang sangatlah besar sehingga tak seorang pun yang dapat
menghitungnya. Allah menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai
berikut:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. an-Nahl:
18).
Meskipun kenyataannya demikian, kebanyakan
manusia tidak mampu mensyukuri kenikmatan yang telah mereka terima. Adapun
penyebabnya diceritakan dalam al-Qur’an: Setan, yang berjanji akan menyesatkan
manusia dari jalan Allah, berkata bahwa tujuan utamanya adalah untuk menjadikan
manusia tidak bersyukur kepada Allah. Pernyataan setan yang mendurhakai Allah
ini menegaskan pentingnya bersyukur kepada Allah:
“Kemudian saya
akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. Allah
berfirman, ‘Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir.
Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan
mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya’.” (Q.s. al-A‘raf: 17-8).
Dalam pada itu, orang-orang yang beriman
karena menyadari kelemahan mereka, di hadapan Allah mereka memanjatkan syukur
dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima. Bukan hanya kekayaan dan
harta benda yang disyukuri oleh orang-orang yang beriman. Karena orang-orang
yang beriman mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik segala sesuatu, mereka juga
bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah, kepahaman, wawasan, dan
kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka, dan mereka mencintai keimanan dan
membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam kebenaran dan
dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman. Pemandangan yang indah, urusan
yang mudah, keinginan yang tercapai, berita-berita yang menggembirakan,
perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat lainnya, semua ini menjadikan
orang-orang beriman berpaling kepada Allah, bersyukur kepada-Nya yang telah
menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Sebagai balasan atas kesyukurannya, sebuah
pahala menunggu orang-orang yang beriman. Ini merupakan rahasia lain yang
dinyatakan dalam al-Qur’an; Allah menambah nikmat-Nya kepada orang-orang yang
bersyukur. Misalnya, bahkan Allah memberikan kesehatan dan kekuatan yang lebih
banyak lagi kepada orang-orang yang bersyukur kepada Allah atas kesehatan dan
kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah mengaruniakan ilmu dan kekayaan
yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan kekayaan
tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang merasa puas
dengan apa yang diberikan Allah dan mereka ridha dengan karunia tersebut, dan
mereka menjadikan Allah sebagai pelindung mereka. Allah menceritakan rahasia
ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan ketika
Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Q.s. Ibrahim: 7)
Mensyukuri nikmat juga menunjukkan tanda
kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Orang-orang yang bersyukur
memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan kenikmatan yang
dikaruniakan Allah. Rasulullah saw. juga menyebutkan masalah ini, beliau saw.
bersabda:
“Jika Allah memberikan harta
kepadamu, maka akan tampak kegembiraan pada dirimu dengan nikmat dan karunia
Allah itu.1
Dalam pada itu, seorang kafir atau orang
yang tidak mensyukuri nikmat hanya akan melihat cacat dan kekurangan, bahkan
pada lingkungan yang sangat indah, sehingga ia akan merasa tidak berbahagia dan
tidak puas, maka Allah menjadikan orang-orang seperti ini hanya menjumpai
berbagai peristiwa dan pemandangan yang tidak menyenangkan. Akan tetapi Allah
menampakkan lebih banyak nikmat dan karunia-Nya kepada orang-orang yang ikhlas
dan memiliki hati nurani.
Bahwa Allah menambah kenikmatan kepada
orang-orang yang bersyukur, ini juga merupakan salah satu rahasia dari
al-Qur’an. Bagaimanapun harus kita camkan dalam hati bahwa keikhlasan merupakan
prasyarat agar dapat mensyukuri nikmat. Jika seseorang menunjukkan rasa
syukurnya tanpa berpaling dengan ikhlas kepada Allah dan tanpa menghayati
rahmat dan kasih sayang Allah yang tiada batas, tetapi rasa syukurnya itu hanya
untuk menarik perhatian orang, tentu saja ini merupakan ketidakikhlasan yang
parah. Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati dan mengetahui ketidakikhlasannya
tersebut. Orang-orang yang memiliki niat yang tidak ikhlas bisa saja
menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati dari orang lain. Tetapi ia tidak
dapat menyembunyikannya dari Allah. Orang-orang seperti itu bisa saja mensyukuri
nikmat ketika tidak menghadapi penderitaan. Tetapi pada saat-saat berada dalam
kesulitan, mungkin mereka akan mengingkari nikmat.
Perlu diperhatikan, bahwa orang-orang
mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah sekalipun mereka berada dalam
keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat dari luar mungkin melihat
berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang
beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap peristiwa dan
keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut. Misalnya, Allah
menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia dengan rasa takut, lapar,
kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang beriman tetap
bergembira dan merasa bersyukur, mereka berharap bahwa Allah akan memberi
pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas sikap mereka yang tetap
istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka mengetahui bahwa Allah tidak
akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya. Sikap istiqamah
dan tawakal yang mereka jalani dalam menghadapi penderitaan tersebut akan
membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka. Dengan demikian, ciri-ciri
orang yang beriman adalah tetap menunjukkan ketaatan dan bertawakal
kepada-Nya, dan Allah berjanji akan menambah nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang
mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
RAHASIA BERSERAH
DIRI DAN BERTAWAKAL KEPADA ALLAH
Berserah diri kepada Allah merupakan
ciri khusus yang dimiliki orang-orang mukmin, yang memiliki keimanan yang
mendalam, yang mampu melihat kekuasaan Allah, dan yang dekat dengan-Nya.
Terdapat rahasia penting dan kenikmatan jika kita berserah diri kepada Allah.
Berserah diri kepada Allah maknanya adalah menyandarkan dirinya dan takdirnya
dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Allah telah menciptakan semua makhluk,
binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa — masing-masing
dengan tujuannya sendiri-sendiri dan takdirnya sendiri-sendiri. Matahari,
bulan, lautan, danau, pohon, bunga, seekor semut kecil, sehelai daun yang
jatuh, debu yang ada di bangku, batu yang menyebabkan kita tersandung, baju
yang kita beli sepuluh tahun yang lalu, buah persik di lemari es, ibu anda, teman
kepala sekolah anda, diri anda — pendek kata segala sesuatunya, takdirnya telah
ditetapkan oleh Allah jutaan tahun yang lalu. Takdir segala sesuatu telah
tersimpan dalam sebuah kitab yang dalam al-Qur’an disebut sebagai
‘Lauhul-Mahfuzh’. Saat kematian, saat jatuhnya sebuah daun, saat buah persik
dalam peti es membusuk, dan batu yang menyebabkan kita tersandung — pendek
kata semua peristiwa, yang remeh maupun yang penting — semuanya tersimpan
dalam kitab ini.
Orang-orang yang beriman meyakini takdir
ini dan mereka mengetahui bahwa takdir yang diciptakan oleh Allah adalah yang
terbaik bagi mereka. Itulah sebabnya setiap detik dalam kehidupan mereka,
mereka selalu berserah diri kepada Allah. Dengan kata lain, mereka mengetahui
bahwa Allah menciptakan semua peristiwa ini sesuai dengan tujuan ilahiyah, dan
terdapat kebaikan dalam apa saja yang diciptakan oleh Allah. Misalnya, terserang
penyakit yang berbahaya, menghadapi musuh yang kejam, menghadapi tuduhan palsu
padahal ia tidak bersalah, atau menghadapi peristiwa yang sangat mengerikan,
semua ini tidak mengubah keimanan orang yang beriman, juga tidak menimbulkan
rasa takut dalam hati mereka. Mereka menyambut dengan rela apa saja yang telah
diciptakan Allah untuk mereka. Orang-orang beriman menghadapi dengan
kegembiraan keadaan apa saja, keadaan yang pada umumnya bagi orang-orang kafir
menyebabkan perasaan ngeri dan putus asa. Hal itu karena rencana yang paling
mengerikan sekalipun, sesungguhnya telah direncanakan oleh Allah untuk
menguji mereka. Orang-orang yang menghadapi semuanya ini dengan sabar dan bertawakal
kepada Allah atas takdir yang telah Dia ciptakan, mereka akan dicintai dan
diridhai Allah. Mereka akan memperoleh surga yang kekal abadi. Itulah sebabnya
orang-orang yang beriman memperoleh kenikmatan, ketenangan, dan kegembiraan
dalam kehidupan mereka karena bertawakal kepada Tuhan mereka. Inilah nikmat dan
rahasia yang dijelaskan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman. Allah
menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa Dia mencintai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya. (Q.s. Ali ‘Imran: 159) Rasulullah saw. juga menyatakan hal
ini, beliau bersabda:
“Tidaklah
beriman seorang hamba Allah hingga ia percaya kepada takdir yang baik dan
buruk, dan mengetahui bahwa ia tidak dapat menolak apa saja yang menimpanya
(baik dan buruk), dan ia tidak dapat terkena apa saja yang dijauhkan darinya
(baik dan buruk).”1
Masalah lainnya yang disebutkan dalam
al-Qur’an tentang bertawakal kepada Allah adalah tentang “melakukan tindakan”.
Al-Qur’an memberitahukan kita tentang berbagai tindakan yang dapat dilakukan
orang-orang yang beriman dalam berbagai keadaan. Dalam ayat-ayat lainnya, Allah
juga menjelaskan rahasia bahwa tindakan-tindakan tersebut yang diterima
sebagai ibadah kepada Allah, tidak dapat mengubah takdir. Nabi Ya‘qub a.s. menasihati
putranya agar melakukan beberapa tindakan ketika memasuki kota, tetapi setelah
itu beliau diingatkan agar bertawakal kepada Allah. Inilah ayat yang
membicarakan masalah tersebut:
“Dan Ya‘qub berkata, ‘Hai anak-anakku,
janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang
yang berlainan, namun demikian aku tidak dapat melepaskan kamu barang sedikit
pun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah;
kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang
bertawakal berserah diri’.” (Q.s. Yusuf: 67).
Sebagaimana dapat dilihat pada ucapan
Nabi Ya‘qub, orang-orang yang beriman tentu saja juga mengambil tindakan
berjaga-jaga, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka tidak dapat mengubah takdir
Allah yang dikehendaki untuk mereka. Misalnya, seseorang harus mengikuti
aturan lalu lintas dan tidak mengemudi dengan sembarangan. Ini merupakan
tindakan yang penting dan merupakan sebuah bentuk ibadah demi keselamatan
diri sendiri dan orang lain. Namun, jika Allah menghendaki bahwa orang itu
meninggal karena kecelakaan mobil, maka tidak ada tindakan yang dapat dilakukan
untuk mencegah kematiannya. Terkadang tindakan pencegahan atau suatu perbuatan
tampaknya dapat menghindari orang itu dari kematian. Atau mungkin seseorang
dapat melakukan keputusan penting yang dapat mengubah jalan hidupnya, atau
seseorang dapat sembuh dari penyakitnya yang mematikan dengan menunjukkan
kekuatannya dan daya tahannya. Namun, semua peristiwa ini terjadi karena Allah
telah menetapkan yang demikian itu. Sebagian orang salah menafsirkan
peristiwa-peristiwa seperti itu sebagai “mengatasi takdir seseorang” atau
“mengubah takdir seseorang”. Tetapi, tak seorang pun, bahkan orang yang sangat
kuat sekalipun di dunia ini yang dapat mengubah apa yang telah ditetapkan oleh
Allah. Tak seorang manusia pun yang memiliki kekuatan seperti itu. Sebaliknya,
setiap makhluk sangat lemah dibandingkan dengan ketetapan Allah. Adanya fakta
bahwa sebagian orang tidak menerima kenyataan ini tetap tidak mengubah
kebenaran. Sesungguhnya, orang yang menolak takdir juga telah ditetapkan demikian.
Karena itulah orang-orang yang menghindari kematian atau penyakit, atau mengubah
jalannya kehidupan, mereka mengalami peristiwa seperti ini karena Allah telah
menetapkannya. Allah menceritakan hal ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa
di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam
kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian
itu mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput
dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (Q.s. al-Hadid: 22-3).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di
atas, peristiwa apa pun yang terjadi telah ditetapkan sebelumnya dan tertulis
dalam Lauh Mahfuzh. Untuk itulah Allah menyatakan kepada manusia supaya tidak
berduka cita terhadap apa yang luput darinya. Misalnya, seseorang yang
kehilangan semua harta bendanya dalam sebuah kebakaran atau mengalami
kerugian dalam perdagangannya, semua ini memang sudah ditetapkan. Dengan demikian
mustahil baginya untuk menghindari atau mencegah kejadian tersebut. Jadi tidak
ada gunanya jika merasa berduka cita atas kehilangan tersebut. Allah menguji
hamba-hamba-Nya dengan berbagai kejadian yang telah ditetapkan untuk mereka.
Orang-orang yang bertawakal kepada Allah ketika mereka menghadapi peristiwa
seperti itu, Allah akan ridha dan cinta kepadanya. Sebaliknya, orang-orang
yang tidak bertawakal kepada Allah akan selalu mengalami kesulitan, keresahan,
ketidakbahagiaan dalam kehidupan mereka di dunia ini, dan akan memperoleh azab
yang kekal abadi di akhirat kelak. Dengan demikian sangat jelas bahwa
bertawakal kepada Allah akan membuahkan keberuntungan dan ketenangan di dunia
dan di akhirat. Dengan menyingkap rahasia-rahasia ini kepada orang-orang yang
beriman, Allah membebaskan mereka dari berbagai kesulitan dan menjadikan ujian
dalam kehidupan di dunia ini mudah bagi mereka.
TERDAPAT KEBAIKAN
DALAM SETIAP PERISTIWA
Allah memberitahukan kita bahwa dalam
setiap peristiwa yang Dia ciptakan terdapat kebaikan di dalamnya. Ini merupakan
rahasia lain yang menjadikan mudah bagi orang-orang yang beriman untuk
bertawakal kepada Allah. Allah menyatakan, bahkan dalam peristiwa-peristiwa
yang tampaknya tidak menyenangkan terdapat kebaikan di dalamnya:
“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.s.
an-Nisa’: 19).
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Q.s.
al-Baqarah: 216).
Dengan memahami rahasia ini, orang-orang
yang beriman menjumpai kebaikan dan keindahan dalam setiap peristiwa.
Peristiwa-peristiwa yang sulit tidak membuat mereka merasa gentar dan khawatir.
Mereka tetap tenang ketika menghadapi penderitaan yang ringan maupun berat.
Orang-orang Muslim yang ikhlas bahkan melihat kebaikan dan hikmah Ilahi ketika
mereka kehilangan seluruh harta benda mereka. Mereka tetap bersyukur kepada
Allah yang telah mengkaruniakan kehidupan. Mereka yakin bahwa dengan
kehilangan harta tersebut Allah sedang melindungi mereka dari perbuatan maksiat
atau agar hatinya tidak terpaut dengan harta benda. Untuk itu, mereka bersyukur
dengan sedalam-dalamnya kepada Allah karena kerugian di dunia tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan kerugian di akhirat. Kerugian di akhirat artinya
azab yang kekal abadi dan sangat pedih. Orang-orang yang tetap sibuk mengingat
akhirat melihat setiap peristiwa sebagai kebaikan dan keindahan untuk menuju
kehidupan akhirat. Orang-orang yang bersabar dengan penderitaan yang
dialaminya akan menyadari bahwa dirinya sangat lemah di hadapan Allah, dan akan
menyadari betapa mereka sangat memerlukan Dia. Mereka akan berpaling kepada
Allah dengan lebih berendah diri dalam doa-doa mereka, dan dzikir mereka akan
semakin mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Tentu saja hal ini sangat
bermanfaat bagi kehidupan akhirat seseorang. Dengan bertawakal sepenuhnya
kepada Allah dan dengan menunjukkan kesabaran, mereka akan memperoleh ridha
Allah dan akan memperoleh pahala berupa kebahagiaan abadi.
Manusia harus mencari kebaikan dan keindahan
tidak saja dalam penderitaan, tetapi juga dalam peristiwa sehari-hari. Misalnya,
masakan yang dimasak dengan susah payah ternyata hangus, dengan kehendak Allah,
mungkin akan bermanfaat menjauhkan dari madharat kelak di kemudian hari. Seseorang
mungkin tidak diterima dalam ujian masuk perguruan tinggi untuk menggapai
harapannya pada masa depan. Bagaimanapun, hendaknya ia mengetahui bahwa
terdapat kebaikan dalam kegagalannya ini. Demikian pula hendaknya ia dapat
berpikir bahwa barangkali Allah menghendaki dirinya agar terhindar dari
situasi yang sulit, sehingga ia tetap merasa senang dengan kejadian itu. Dengan
berpikir bahwa Allah telah menempatkan berbagai rahmat dalam setiap peristiwa,
baik yang terlihat maupun yang tidak, orang-orang yang beriman melihat
keindahan dalam bertawakal mengharapkan bimbingan Allah.
Seseorang mungkin tidak selalu melihat
kebaikan dan hikmah Ilahi di balik setiap peristiwa. Sekalipun demikian ia
mengetahui dengan pasti bahwa terdapat kebaikan dalam setiap peristiwa. Ia
memanjatkan doa kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya kebaikan dan hikmah
Ilahi di balik segala sesuatu yang terjadi.
Orang-orang yang menyadari bahwa segala
sesuatu yang diciptakan Allah memiliki tujuan tidak pernah mengucapkan
kata-kata, “Seandainya saya tidak melakukan…” atau “Seandainya saya tidak
berkata …,” dan sebagainya. Kesalahan, kekurangan, atau peristiwa-peristiwa
yang kelihatannya tidak menguntungkan, pada hakikatnya di dalamnya terdapat
rahmat dan masing-masing merupakan ujian. Allah memberikan pelajaran penting
dan mengingatkan manusia tentang tujuan penciptaan pada setiap orang. Bagi
orang-orang yang dapat melihat dengan hati nuraninya, tidak ada kesalahan atau
penderitaan, yang ada adalah pelajaran, peringatan, dan hikmah dari Allah.
Misalnya, seorang Muslim yang tokonya terbakar akan melakukan mawas diri,
bahkan keimanannya menjadi lebih ikhlas dan lebih lurus, ia menganggap
peristiwa itu sebagai peringatan dari Allah agar tidak terlalu sibuk dan
terpikat dengan harta dunia.
Hasilnya, apa pun yang dihadapinya dalam
kehidupannya, penderitaan itu pada akhirnya akan berakhir sama sekali.
Seseorang yang mengenang penderitaannya akan merasa takjub bahwa penderitaan
itu tidak lebih dari sekadar kenangan dalam pikiran, bagaikan orang yang
mengingat kembali adegan dalam film. Oleh karena itu, akan datang suatu saat
ketika pengalaman yang sangat pedih akan tinggal menjadi kenangan, bagaikan
bayangan adegan dalam film. Hanya ada satu yang masih ada: bagaimanakah sikap
seseorang ketika menghadapi kesulitan, dan apakah Allah ridha kepadanya atau
tidak. Seseorang tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang telah ia
alami, tetapi yang dimintai tanggung jawab adalah sikapnya, pikirannya, dan
keikhlasannya terhadap apa yang ia alami. Dengan demikian, berusaha untuk
melihat kebaikan dan hikmah Ilahi terhadap apa yang diciptakan Allah dalam
situasi yang dihadapi seseorang, dan bersikap positif akan mendatangkan
kebahagiaan bagi orang-orang beriman, baik di dunia maupun di akhirat. Tidak
duka cita dan ketakutan yang menghinggapi orang-orang yang beriman yang
memahami rahasia ini. Demikian pula, tidak ada manusia dan tidak ada peristiwa
yang menjadikan rasa takut atau menderita di dunia ini dan di akhirat kelak.
Allah menjelaskan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Kami berfirman, ‘Turunlah kamu dari
surga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan mereka
tidak bersedih hati’.” (Q.s. al-Baqarah: 38).
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah
itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak bersedih hati.
Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita
gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi
kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Q.s.
Yunus: 62-4).
WAJAH ORANG-ORANG
BERIMAN BERCAHAYA, DAN WAJAH ORANG-ORANG KAFIR DILIPUTI KEHINAAN
Salah satu rahasia yang diungkapkan
Allah dalam al-Qur’an adalah bahwa keimanan dan kekufuran tercermin di wajah
dan kulit manusia. Di beberapa ayat, Allah memberitahukan bahwa terdapat
cahaya di wajah orang-orang beriman, sedangkan wajah orang-orang kafir diliputi
kehinaan:
“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan
ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina, mereka melihat dengan pandangan
yang lesu …” (Q.s. asy-Syura: 45).
“Bagi orang-orang yang berbuat baik,
ada pahala yang terbaik dan ada tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi
debu hitam dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal
di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan memperoleh balasan yang
setimpal dan mereka diliputi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang
pelindung pun dari azab Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan
kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. Yunus: 26-7).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat
tersebut, wajah orang-orang kafir diliputi oleh kehinaan. Sebaliknya, wajah
orang-orang beriman bercahaya. Allah menyatakan bahwa mereka dikenal karena
adanya bekas sujud pada wajah mereka:
“Muhammad itu adalah Utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud…” (Q.s. al-Fath: 29).
Dalam ayat-ayat lainnya, Allah memberitahukan
bahwa orang-orang kafir dan orang-orang yang berdosa dikenali dari wajah
mereka:
“Orang-orang yang berdosa dikenal
dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (Q.s.
ar-Rahman: 41).
“Dan kalau kami menghendaki, niscaya
Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka
dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari
kiasan-kiasan perkataan mereka, dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan
kamu.” (Q.s. Muhammad: 30).
Keajaiban dan rahasia penting yang diungkapkan
dalam al-Qur’an adalah adanya perubahan fisik yang terjadi pada wajah seseorang.
Hal itu tergantung pada keimanan dan dosa seseorang. Keadaan ruhani menghasilkan
pengaruh fisik pada tubuh, sekalipun bentuknya tetap sama, namun ekspresi wajah
dapat berubah, yakni wajahnya diliputi kegelapan atau cahaya. Jika Allah
menghendaki, orang yang beriman dapat melihat keajaiban ini yang ditunjukkan
kepada orang-orang.
RAHASIA MENGAPA
ALLAH MENGHAPUS PERBUATAN BURUK
Orang-orang beriman bercita-cita memperoleh
keridhaan, kasih sayang, dan surga Allah. Namun, manusia diciptakan dalam
keadaan lemah dan lupa sehingga manusia melakukan banyak kesalahan dan memiliki
banyak kelemahan. Allah Yang Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya dan Maha
Pengasih dan Penyayang memberitahukan kita bahwa Dia akan menghapus perbuatan
buruk dari hamba-Nya yang ikhlas dan akan memberikan kepada mereka pemeriksaan
yang mudah:
“Adapun orang yang diberikan kitabnya
dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,
dan dia akan kembali kepada kaumnya dengan gembira.” (Q.s.
al-Insyiqaq: 7-9).
Tentu saja Allah tidak mengubah perbuatan
buruk setiap orang menjadi kebaikan. Adapun sifat orang-orang beriman yang perbuatan
buruknya dihapus Allah dan diampuni-Nya diberitahukan dalam al-Qur’an.
Orang-orang yang Menjauhi Dosa-dosa Besar
Dalam sebuah ayat Allah menyatakan:
“Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia.” (Q.s. an-Nisa’: 31).
Orang-orang yang beriman yang mengetahui
fakta ini berbuat dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan batas-batas yang
ditetapkan Allah, dan mereka menghindari hal-hal yang dilarang. Jika mereka
melakukan kesalahan karena kealpaannya, mereka segera berpaling kepada Allah,
bertobat, dan memohon ampunan.
Allah memberitahukan kita dalam
al-Qur’an tentang hamba-hamba-Nya yang tobatnya akan diterima. Dalam hal ini,
jika kita mengetahui perintah Allah, namun dengan sengaja kita melakukan dosa
dan berkata, “Tidak apa-apa, apa pun yang terjadi saya akan diampuni.”
Perkataan ini benar-benar menunjukkan cara berpikir yang salah, karena Allah
mengampuni perbuatan dosa hamba-hamba-Nya yang dilakukan karena kealpaan dan ia
segera bertobat dan tidak berniat mengulanginya lagi:
“Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah
tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran ketidaktahuan, yang
kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima
tobatnya oleh Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan
tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan
kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, ia
mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertobat sekarang.’ Dan tidak pula
orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu
telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.s. an-Nisa’: 17-8).
Sebagaimana disebutkan dalam ayat di
atas, menjauhi perbuatan dosa dengan sungguh-sungguh sangatlah penting jika
seseorang ingin perbuatan-perbuatan buruknya dihapuskan, dan jika tidak
menginginkan penyesalan pada hari pengadilan kelak. Dalam pada itu, seorang
beriman yang melakukan suatu dosa, hendaknya secepatnya memohon ampun kepada
Allah.
Orang-orang yang Sibuk Mengerjakan Amal Saleh
Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan
bahwa Dia akan menutupi perbuatan buruk orang-orang yang beramal saleh. Sebagian
dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini adalah sebagai berikut:
“Pada hari ketika Allah mengumpulkan
kamu pada hari pengumpulan, itulah hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan. Dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh, niscaya Allah
akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
keberuntungan yang besar.” (Q.s. at-Taghabun: 9).
“Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman,
dan mengerjakan amal saleh, maka mereka itu kejahatan mereka diganti dengan
Allah dengan kebajikan. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s.
al-Furqan: 70).
Setiap perbuatan dan semua tindakan yang
dilakukan untuk mencari karunia Allah adalah “amal saleh”. Misalnya, perbuatan
seperti menyampaikan perintah agama Allah kepada manusia, memperingatkan
seseorang yang tidak mau bertawakal kepada Allah atas takdirnya, menjauhi
seseorang dari menggunjing, memelihara rumah dan badan agar tetap bersih,
memperluas wawasan dengan membaca dan belajar, berbicara dengan sopan,
mengingatkan orang tentang akhirat, merawat orang sakit, menunjukkan perasaan
cinta dan kasih sayang kepada yang lebih tua, mencari nafkah dengan cara yang
halal sehingga hasilnya dapat digunakan untuk kemanfaatan orang lain, mencegah
kejahatan dengan kebaikan dan kesabaran, semua itu merupakan amal saleh jika
dilakukan untuk mencari keridhaan Allah. Orang-orang yang menginginkan agar
kesalahannya diampuni dan diganti dengan kebaikan di akhirat, hendaknya selalu
melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah. Untuk tujuan itu, hendaknya
kita selalu ingat perhitungan pada Hari Pengadilan. Tentunya menjadi jelas
bagaimanakah seseorang seharusnya berbuat, misalnya jika ia diletakkan di
depan api neraka, kemudian kepadanya diperlihatkan perbuatan-perbuatan
buruknya yang telah ia kerjakan semasa hidupnya, kemudian diingatkan bahwa ia
seharusnya berbuat benar agar diampuni. Seseorang yang melihat api neraka,
yang mendengar keputusasaan, penyesalan, dan keluh kesah para penghuni neraka
yang mengalami siksaan yang pedih, dan yang menyaksikan siksa neraka dengan
matanya, tentu saja akan melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah dan
akan berusaha dengan sekuat tenaganya. Orang ini akan mengerjakan shalat tepat
pada waktunya, melakukan amal saleh, tidak akan pernah lalai, tidak pernah
berani melakukan perbuatan yang kurang diridhai Allah, jika ia mengetahui
bahwa ada perbuatan lainnya yang lebih diridhai-Nya. Karena neraka yang ada di
sisinya akan selalu mengingatkannya tentang kehidupan yang kekal abadi dan
siksaan Allah. Ia akan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh hati
nuraninya. Ia akan berhati-hati dalam menjaga shalatnya. Sehingga, dalam
kehidupan di dunia ini, perbuatan buruk bagi orang-orang yang melakukan amal
saleh, takut kepada Allah dan hari pengadilan, bagaikan orang yang melihat
neraka lalu dikembalikan ke dunia, atau bagaikan mereka selalu melihat api neraka
di sisinya sehingga ia segera melakukan kebaikan. Orang-orang yang beriman ini
merasa yakin tentang akhirat dan mereka sangat takut dengan azab Allah dan
berusaha menjauhinya.
TUJUAN
MEMBELANJAKAN HARTA DI
JALAN ALLAH
Salah satu amal ibadah yang terpenting
yang dapat membersihkan kotoran kebendaan dan keruhanian, dan sebagai latihan
bagi ruhani sehingga seseorang dapat mencapai derajat akhlak yang tinggi
sehingga Allah akan ridha kepadanya adalah membelanjakan harta di jalan Allah.
Allah telah berfirman kepada Nabi saw. agar mengambil zakat dari harta benda
orang-orang beriman untuk membersihkan dan menyucikan harta tersebut.
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (Q.s.
at-Taubah: 103).
Meskipun demikian, perbuatan membelanjakan
harta yang dapat membersihkan dan menyucikan orang-orang adalah jika dilakukan
berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan dalam al-Qur’an. Orang-orang
beranggapan bahwa mereka telah menunaikan tugas mereka ketika mereka
memberikan sejumlah uang yang sangat sedikit yang diberikan kepada pengemis,
memberikan pakaian bekas kepada orang miskin, atau memberi makan kepada orang
yang lapar. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan-perbuatan tersebut merupakan
perbuatan yang akan memperoleh pahala dari Allah jika niatnya untuk mencari
ridha Allah. Namun sesungguhnya ada batas-batas yang telah ditentukan dalam
al-Qur’an. Misalnya, Allah memerintahkan manusia agar menginfakkan apa saja
yang melebihi keperluannya:
“Mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Q.s.
al-Baqarah: 219).
Manusia hanya memerlukan sedikit saja
untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia. Harta benda yang di luar keperluan
seseorang adalah harta yang berlebih. Yang terpenting bukan jumlah yang
diberikan, tetapi apakah ia memberikannya dengan ikhlas atau tidak. Allah
mengetahui segala sesuatu dan Dia telah memberi hati nurani kepada manusia
untuk menetapkan hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan. Menginfakkan
harta benda merupakan bentuk ibadah yang mudah bagi orang-orang yang tidak dihinggapi
ketamakan terhadap dunia dan yang tidak mengejar dunia, tetapi merindukan
akhirat. Allah telah memerintahkan kita untuk menginfakkan sebagian dari harta
kita untuk menjauhkan cinta dunia. Menginfakkan harta benda merupakan sarana
untuk membersihkan diri dari sifat tamak. Tidak diragukan lagi bahwa bentuk
ibadah ini sangat penting bagi orang-orang yang beriman dalam kaitannya dengan
perhitungan di akhirat. Rasulullah saw. juga bersabda bahwa orang yang
membelanjakan hartanya di jalan Allah akan dirahmati Allah:
“Dua manusia akan dirahmati: Yang
pertama adalah orang yang diberi oleh Allah al-Qur’an dan ia hidup berdasarkan
al-Qur’an itu. Ia menganggap halal apa saja yang dihalalkan, dan menganggap
haram apa saja yang diharamkan. Yang lain adalah orang yang diberi harta oleh
Allah, dan harta itu dibelanjakannya kepada sanak keluarga dan dibelanjakan di
jalan Allah.1
Manusia Harus Memberikan Apa yang Ia
Cintai kepada Orang Miskin
Orang sering kali cenderung memberikan
sesuatu jika sesuatu yang diberikan itu tidak merugikan kepentingannya.
Misalnya, ketika seseorang memberikan harta bendanya kepada orang miskin,
sering kali ia memberikan sesuatu yang tidak lagi diperlukannya dan tidak
disukainya, sudah ketinggalan mode, atau tidak layak pakai. Tampaknya orang
merasa berat untuk memberikan harta benda yang dicintainya, padahal
sesungguhnya kedermawanan seperti ini sangat penting untuk membersihkan diri
dan agar mencintai amal kebajikan. Ini merupakan rahasia penting yang
diungkapkan Allah kepada umat manusia. Allah telah menyatakan bahwa tidak ada
cara lain untuk mencapai kebajikan bagi manusia kecuali melalui:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang kamu cintai. Dan
apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.s.
Ali Imran: 92).
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.” (Q.s. al-Baqarah: 267).
Membelanjakan Harta di Jalan Allah sebagai
Sarana Agar Dekat Dengan-Nya
Bagi orang yang beriman, tidak ada
sesuatu pun yang lebih dirindukan daripada memperoleh keridhaan Allah dan
dicintai oleh-Nya. Orang yang beriman berusaha mencari asbab untuk mendekatkan
diri kepada Allah dalam hidupnya. Tentang hal ini, Allah menyatakan sebagai
berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah
di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.s.
al-Ma’idah: 35).
Sebagai sebuah rahasia dan berita
gembira bagi orang-orang beriman, Allah mengungkapkan dalam al-Qur’an bahwa
apa yang dibelanjakan akan menjadi asbab untuk mencapai kedekatan dengan-Nya.
Dengan demikian bagi orang yang beriman, memberikan apa yang ia cintai dan yang
melebihi keperluannya kepada orang-orang miskin tidaklah sulit, tetapi
merupakan kesempatan berharga untuk membuktikan bahwa ia adalah orang yang taat
dan cinta kepada Allah. Tentang hal ini Allah menyatakan sebagai berikut:
“Dan diantara orang-orang Arab Badui ada
orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, dan memandang apa yang dinafkahkannya
itu sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh
doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka
untuk mendekatkan diri. Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s.
at-Taubah: 99).
Apa Saja yang Dinafkahkan di Jalan Allah
akan Memperoleh Balasan yang Baik
Rahasia lain yang diungkapkan tentang
membelanjakan harta seseorang di jalan Allah menurut al-Qur’an adalah, bahwa
apa saja yang dinafkahkannya itu pasti akan memperoleh balasan. Ini merupakan
janji Allah. Orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah tanpa
takut akan menjadi miskin, akan memperoleh rahmat yang menakjubkan dalam
kehidupan mereka. Apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah akan diganjar
sepenuhnya. Sebagian ayat yang menceritakan janji tersebut adalah sebagai
berikut:
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka
mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka
pahalanya itu untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu
melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang
kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu
sedikit pun tidak akan dianiaya.” (Q.s. al-Baqarah: 272).
“Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan
Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dianiaya.” (Q.s. al-Anfal: 60).
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku
melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara
hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.’ Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan,
maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Q.s.
Saba’: 39).
Orang-orang yang beriman hanya mengharapkan
keridhaan Allah dan surga ketika mereka memberikan harta mereka; tetapi sebagai
rahasia yang diungkapkan oleh Allah, apa saja yang mereka nafkahkan akan dikembalikan
lagi kepada mereka. Pengembalian ini merupakan rahmat di dunia, dan di atas
segalanya, Allah menyediakan surga bagi orang-orang yang beriman. Dalam pada
itu, berkebalikan dengan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,
Allah akan mengurangi rezeki orang-orang yang bakhil dalam menafkahkan kekayaan
mereka, atau orang yang suka mengumpulkan kekayaan yang lebih banyak dan mengabaikan
batasan-batasan Allah. Salah satu ayat yang berkaitan dengan masalah ini
menceritakan tentang keadaan orang-orang yang memakan riba:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa.” (Q.s. al-Baqarah: 276).
Allah memberitahukan tentang keberuntungan
yang akan didapatkan oleh orang-orang yang memberikan harta mereka sebagai berikut:
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran)
bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (Q.s.
al-Baqarah: 261).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakitinya, seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
“Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh
hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan
lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis. Dan Allah Maha Melihat apa yang
kamu perbuat.” (Q.s. al-Baqarah: 265).
Dalam setiap ayat tersebut terdapat
rahasia yang diungkapkan Allah kepada orang-orang yang beriman dalam al-Qur’an.
Orang-orang yang beriman memberikan harta benda mereka hanya untuk mencari
keridhaan dan rahmat Allah dan surga-Nya. Namun, menyadari tentang
rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an, mereka juga mengharapkan
rahmat dan karunia Allah. Semakin banyak mereka memberikan hartanya di jalan
Allah, dan semakin mereka memperhatikan apa yang diharamkan dan yang
dihalalkan, Allah akan semakin menambah kekayaan mereka, tugas-tugas mereka
dijadikan mudah, dan Allah memberikan kesempatan yang semakin banyak untuk
menafkahkan hartanya di jalan Allah. Setiap orang beriman yang bertakwa kepada
Allah dan dalam hatinya tidak ada kekhawatiran terhadap masa depan, ia akan
memahami rahasia ini dalam kehidupannya.
PENGARUH PERBUATAN
BAIK DAN UCAPAN YANG BAIK
Manusia senantiasa mencari lingkungan
yang tenang tempat mereka dapat hidup dengan aman, gembira, dan membina persahabatan.
Meskipun mereka merindukan keadaan yang demikian itu, mereka tidak pernah
melakukan usaha untuk menyuburkan nilai-nilai tersebut, tetapi sebaliknya,
mereka sendirilah yang menjadi penyebab terjadinya konflik dan kesengsaraan.
Sering kali orang mengharapkan agar orang lain memberikan ketenangan,
kedamaian, dan bersikap bersahabat. Hal ini berlaku dalam hubungan keluarga,
hubungan antarpegawai di perusahaan, hubungan kemasyarakatan, maupun persoalan
internasional. Namun, untuk membina persahabatan dan menciptakan kedamaian dan
keamanan dibutuhkan sikap mau mengorbankan diri. Konflik dan keresahan tidak
dapat dihindari jika orang-orang hanya bersikukuh pada ucapannya, jika mereka
hanya mementingkan kesenangannya sendiri tanpa bersedia melakukan kompromi atau
pengorbanan. Bagaimanapun, orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah
tidak bersikap seperti itu. Orang-orang yang beriman tidak mementingkan diri
sendiri, suka memaafkan, dan sabar. Bahkan ketika mereka dizalimi, mereka
bersedia mengabaikan hak-hak mereka. Mereka menganggap bahwa kedamaian,
keamanan, dan kebahagiaan orang lain lebih penting dibandingkan dengan
kepentingan pribadi mereka, dan mereka menunjukkan sikap yang santun. Ini
merupakan sifat mulia yang diperintahkan Allah kepada orang-orang beriman:
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.
Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang
sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Q.s. Fushshilat: 34-5).
“Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (Q.s. an-Nahl: 125).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat
tersebut, sebagai balasan atas perbuatan baiknya bagi orang-orang yang
beriman, Allah mengubah musuh mereka menjadi “teman yang setia”. Ini merupakan
salah satu rahasia Allah. Bagaimanapun juga, hati manusia berada di tangan
Allah. Dia mengubah hati dan pikiran siapa saja yang Dia kehendaki.
Dalam ayat lainnya, Allah mengingatkan
kita tentang pengaruh ucapan yang baik dan lemah lembut. Allah memerintahkan
Nabi Musa dan Harun a.s. agar mendatangi Fir‘aun dengan lemah lembut. Meskipun
Fir‘aun itu zalim, congkak, dan kejam, Allah memerintahkan rasul-Nya agar
berbicara kepadanya dengan lemah lembut. Allah menjelaskan alasannya dalam
al-Qur’an:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun,
sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Q.s.
Thaha: 43-4).
Ayat-ayat ini memberitahukan
kepada orang-orang yang beriman tentang sikap yang harus mereka terapkan
terhadap orang-orang kafir, musuh-musuh mereka, dan orang-orang yang sombong.
Tentu saja ini mendorong kepada kesabaran, kemauan, kesopanan, dan kebijakan.
Allah telah mengungkapkan sebuah rahasia bahwa Dia akan menjadikan perbuatan
orang-orang beriman itu akan menghasilkan manfaat dan akan mengubah
musuh-musuh menjadi teman jika mereka menaati perintah-Nya dan menjalankan
akhlak yang baik.
TERDAPAT KEMUDAHAN DALAM KESULITAN
Allah menciptakan dunia sebagai ujian
bagi manusia. Sebagaimana sifat ujian itu sendiri, terkadang Dia menguji
manusia dengan kesenangan, terkadang dengan penderitaan. Orang-orang yang
menilai berbagai peristiwa tidak berdasarkan al-Qur’an tidak mampu menafsirkan
secara tepat berbagai peristiwa tersebut, kemudian menjadi bersedih hati dan
kehilangan harapan. Padahal Allah mengungkapkan rahasia penting dalam al-Qur’an
yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Rahasia
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.s.
asy-Syarh: 5-6).
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah
dalam ayat ini, apa pun bentuk penderitaan yang dialami seseorang atau
bagaimanapun situasi yang dihadapi, Allah menciptakan sebuah jalan keluar dan
memberikan kemudahan kepada orang-orang yang beriman. Sesungguhnya, orang
yang beriman akan menyaksikan bahwa Allah memberikan kemudahan di dalam semua
kesulitan jika ia tetap istiqamah dalam kesabarannya. Dalam ayat lainnya, Allah
telah memberi kabar gembira berupa petunjuk dan rahmat kepada hamba-hamba-Nya
yang bertakwa kepada-Nya:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki
dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Q.s. ath-Thalaq: 2-3).
Allah Tidak Membebani Seseorang
di Luar Kemampuannya
Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,
dan Mahaadil, menjadikan kemudahan dalam segala sesuatu dan menguji manusia
sesuai dengan batas-batas kekuatan mereka. Shalat yang diperintahkan Allah
untuk dikerjakan manusia, kesulitan-kesulitan yang Dia ciptakan untuk
mengujinya, tanggung jawab yang Dia bebankan kepada manusia, semuanya sesuai
dengan kemampuan seseorang. Ini merupakan kabar gembira dan menentramkan bagi
orang-orang beriman, dan merupakan wujud dari kasih sayang dan kemurahan
Allah. Allah menceritakan rahasia ini dalam beberapa ayat sebagai berikut:
“Dan janganlah
kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia
adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat.” (Q.s.
al-An‘am: 152).
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan
sekadar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya.” (Q.s. al-A‘raf: 42).
“Kami tidak membebani seseorang melainkan
menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan
kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (Q.s. al-Mu’minun: 62).
Hidup Menjadi Mudah dengan
Menjalankan Agama Allah
Sebagian besar manusia beranggapan bahwa
agama menjadikan hidup mereka sulit dan mereka dibebani dengan
kewajiban-kewajiban yang berat. Sesungguhnya ini merupakan anggapan sesat yang
dibisikkan oleh Setan kepada manusia agar mereka tersesat. Sebagaimana telah
disebutkan terdahulu, agama itu mudah. Allah menyatakan bahwa Dia akan
memberikan kemudahan kepada orang-orang beriman setelah mereka menghadapi
kesulitan. Di samping itu, ajaran agama seperti bertawakal kepada Allah dan
meyakini takdir juga dapat menghilangkan semua beban, kesulitan, dan penyebab
penderitaan dan duka cita. Bagi seseorang yang hidup dengan agama Allah, tidak
ada penderitaan, duka cita, atau putus asa. Dalam beberapa ayat, Allah
menjanjikan akan menolong orang-orang yang berserah diri kepada-Nya dan
orang-orang yang membantu agama-Nya, dan akan memberikan kehidupan yang baik
kepada mereka, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Tuhan kita, Yang
tidak pernah mengingkari ucapan-Nya, menyatakan sebagai berikut:
“Ketika orang-orang yang bertakwa
ditanya, ‘Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab,
‘Kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapatkan yang baik.
Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat
bagi orang yang bertakwa.” (Q.s. an-Nahl: 30).
Allah memberikan berita gembira kepada
orang-orang yang beriman bahwa Dia akan memberikan keberhasilan kepada
orang-orang yang menjalankan agama-Nya:
“Adapun orang yang memberikan hartanya
(di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik,
maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Q.s.
al-Lail: 5-7).
Sebagaimana yang diungkapkan oleh
rahasia-rahasia ini, orang yang dengan ikhlas berpaling kepada agama Allah
berarti telah memilih jalan yang benar sejak permulaan, jalan yang mudah yang
akan membawa kepada keberhasilan, yang akan mendatangkan manfaat di dunia dan
di akhirat. Dalam pada itu bagi orang-orang kafir, yang terjadi adalah
sebaliknya. Orang-orang kafir semenjak awal telah mengalami kehidupan yang
penuh dengan duka cita, kesedihan, dan mengalami kerugian, baik di dunia
maupun di akhirat. Pada saat mereka memutuskan berada dalam kekufuran, mereka
telah mengalami kerugian di dunia dan akhirat. Hal ini dinyatakan dalam
ayat-ayat sebagai berikut:
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan
merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami
akan menyiapkan baginya jalan yang sulit.” (Q.s. al-Lail: 8-10).
Allah adalah Pemilik dan Pencipta segala
sesuatu. Dengan demikian tentu saja sangat penting bagi seseorang untuk
mendekatkan diri kepada Allah, memohon bantuan dan pertolongan-Nya agar Dia
memberikan kekuatan. Orang yang menjadikan Allah sebagai penolongnya dan
berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, hidupnya di dunia dan akhirat akan
dipenuhi rahmat dan karunia, dan tidak ada sesuatu pun yang dapat mencelakakan
dirinya. Ini merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Oleh sebab itu,
setiap orang yang memahami kebenaran dan memiliki hati nurani tentu memahami
rahasia-rahasia yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan memilih jalan yang benar
dan lurus. Jika orang-orang kafir tidak dapat memahami fakta-fakta yang sangat
jelas ini, tentu saja hal ini juga merupakan rahasia tersendiri. Betapapun
mereka sangat cerdas dan berpendidikan, akal mereka tidak mereka gunakan
sehingga mereka tidak dapat memahami dan melihat fakta-fakta tersebut.
ALLAH MENGABURKAN
PEMAHAMAN ORANG-ORANG KAFIR
Jika orang-orang kafir tidak dapat memahami
al-Qur’an, ini merupakan rahasia yang sangat penting yang dijelaskan dalam
al-Qur’an. Sesungguhnya ini merupakan rahasia penting, karena al-Qur’an itu
merupakan kitab yang sangat jelas, mudah, dan sederhana. Siapa pun yang mau
dapat membaca al-Qur’an dan mengkaji firman Allah tentang akhlak terpuji yang
diridhai-Nya, keadaan surga dan neraka, dan tentang berbagai rahasia yang juga
diketengahkan dalam kitab ini. Meskipun hukum-hukum Allah tersebut tidak
terbantahkan, sebagian orang tidak mampu memahami al-Qur’an, sekalipun telah
sangat jelas. Di samping itu, orang-orang seperti insinyur nuklir atau profesor
biologi, yang dapat memahami cabang-cabang sains yang rumit seperti fisika,
kimia, atau matematika, dan mampu memahami Budhisme, Hinduisme, Shintoisme,
materialisme atau komunisme, anehnya mereka tidak mampu memahami al-Qur’an.
Orang-orang yang berpegang pada sistem non-al-Qur’an yang rumit tersebut
bagaimanapun tidak dapat memahami agama Allah yang jelas dan mudah, bahkan
mereka juga tidak mampu memahami persoalan-persoalan yang jelas yang
terkandung di dalamnya.
Bahwa mereka tidak dapat memahami fakta
yang sangat jelas, sesungguhnya ini juga merupakan keajaiban tersendiri. Dengan
menunjukkan bahwa mereka memiliki kekurangan yang parah dalam hal pemahaman,
Allah menjelaskan bahwa sebagian orang memiliki kehidupan yang berbeda. Di sisi
lain, hal ini memberikan bukti terhadap fakta bahwa sesungguhnya hati, akal,
dan pemahaman itu berada di tangan Allah. Allah menyatakan bahwa Dia akan
menutupi hati dan pemahaman orang-orang yang dihinggapi perasaan takabur, yaitu
orang yang tidak mau berserah diri kepada Allah. Fakta bahwa mereka dapat
memahami apa saja kecuali al-Qur’an, ini menjelaskan bahwa Allah telah memalingkan
mereka dari ayat-ayat-Nya, dan mereka terhijab dari al-Qur’an karena ketidakikhlasan
mereka. Adapun sebagian ayat yang membicarakan masalah ini adalah:
“Dan apabila
kamu membaca al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang
tidak beriman dengan kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup, dan Kami
adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan telinga mereka, agar mereka
tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam
al-Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.” (Q.s. al-Isra’: 45-6).
“Dan di antara mereka ada orang yang
mendengarkanmu, padahal Kami telah meletakkan tutup di atas hati mereka
(sehingga mereka tidak) memahaminya dan sumbatan di telinganya. Dan jika
mereka melihat segala tanda, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya.
Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir
itu berkata: ‘Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu’.”
(Q.s. al-An‘am: 25).
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada
orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia
berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua
tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka
sehingga mereka tidak memahaminya, dan sumbatan di telinga mereka, dan meskipun
kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat
petunjuk selama-lamanya.” (Q.s. al-Kahfi: 57).
Sebagaimana telah dijelaskan dalam
ayat-ayat tersebut, mengapa orang-orang kafir tidak dapat memahami al-Qur’an,
rahasianya adalah bahwa Allah telah menutupi pemahaman mereka dan meletakkan
tutup di hati mereka karena penolakan mereka. Ini merupakan keajaiban besar
yang menunjukkan kebesaran Allah, dan bahwa Dia adalah pemilik hati dan
pikiran setiap orang.
ALLAH MENGARUNIAKAN
PEMAHAMAN KEPADA ORANG-ORANG
YANG BERTAKWA
Rahasia lain yang diungkapkan dalam
al-Qur’an adalah bahwa Allah memberikan kemampuan kepada orang-orang yang beriman
kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Hal ini disebut
sebagai “hikmah”. Allah menceritakan rahasia ini dalam Surat al-Anfal sebagai
berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, jika
kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (petunjuk
yang dapat membedakan antara yang hak dan batil) dan menghapuskan segala
kesalahanmu dan mengampunimu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.s.
al-Anfal: 29).
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab
terdahulu, Allah mengaburkan pemahaman orang-orang kafir. Orang-orang ini,
betapapun cerdasnya otak mereka, tidak dapat memahami prinsip-prinsip agama
yang sangat jelas. Hikmah adalah sifat istimewa yang dimiliki orang-orang yang
beriman. Sebagian besar manusia menganggap bahwa kecerdasan otak dan hikmah
itu memiliki makna yang sama. Kecerdasan otak adalah kemampuan pikiran yang
dimiliki oleh setiap orang. Misalnya, menjadi seorang ilmuwan ahli atom atau
jenius di bidang matematika menunjukkan kecerdasan otak. Akan tetapi hikmah
adalah hasil dari ketakwaan seseorang kepada Allah dan digunakannya hati
nurani, sama sekali tidak ada hubungannya dengan kecerdasan otak. Bisa saja
seseorang sangat cerdas otaknya, tetapi ia tidak akan menjadi orang bijak
selagi ia tidak bertakwa kepada Allah.
Dengan demikian, hikmah adalah rahmat
dari Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang yang beriman. Orang-orang yang
dijauhkan dari pemahaman seperti itu bahkan tidak menyadari keadaan mereka.
Misalnya, orang-orang yang menganggap bahwa mereka adalah sumber kekuasaan dan
kekayaan, lalu menjadi sombong. Sesungguhnya anggapan dan sikap seperti ini
menunjukkan bahwa ia tidak memiliki hikmah. Karena jika ia memiliki hikmah, ia
akan menyadari bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa kecuali Kehendak
Allah. Kesadaran ini pada akhirnya akan menghasilkan sikap yang rendah hati.
Namun, orang seperti ini tidak berpikir bahwa jika Allah menghendaki, semua
kekayaannya dapat musnah dalam waktu sekejap, atau bahwa dia dapat menghadapi
kematian, dan semua yang ia miliki ia tinggalkan di dunia, dan ia akan berada
di neraka untuk menerima balasannya. Semua ini lebih pasti dan lebih nyata
daripada apa yang dimiliki seseorang di dunia. Hanya orang-orang beriman yang
bertakwa kepada Allah yang memiliki pemahaman seperti ini, sehingga mereka
tidak tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka menghabiskan hidup mereka dengan
memahami hakikat segala sesuatu. Allah mengaruniakan pemahaman kepada
orang-orang beriman melalui keimanan mereka. Jika mereka merasa semakin dekat
kepada Allah, pemahaman mereka pun meningkat dan mereka menjadi lebih
memahami rahasia-rahasia ciptaan Allah.
ORANG-ORANG YANG
BERBUAT BAIK AKAN MEMPEROLEH KEBAIKAN
Rahasia lain yang dijelaskan Allah dalam
al-Qur’an adalah bahwa orang-orang yang berbuat kebaikan akan memperoleh pahala
berupa kebaikan di dunia dan akhirat. Mengenai hal ini, Allah berfirman
sebagai berikut:
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang
beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia
ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabar yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.s.
az-Zumar: 10).
Bagaimanapun, orang perlu mengetahui
apakah sesungguhnya “kebaikan” itu. Setiap kaum memiliki pendapat masing-masing
tentang kebaikan; ada yang menyatakan bahwa yang disebut kebaikan adalah
bersikap menyenangkan, memberikan uang kepada orang miskin, bersikap sabar
terhadap berbagai bentuk perlakuan, itulah yang sering kali disebut “kebaikan”
oleh masyarakat. Namun, Allah memberitahukan kita di dalam al-Qur’an tentang
hakikat “kebaikan”:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebaikan, akan tetapi sesungguhnya kebaikan ialah beriman
kepada Allah, hari Kiamat, malaikat-malaikat, Kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir, dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan,
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.s.
al-Baqarah: 177).
Sebagaimana diingatkan dalam ayat di atas,
kebaikan yang sesungguhnya adalah bertakwa kepada Allah, menyibukkan diri
mengingat hari perhitungan, menggunakan hati nurani, dan selalu sibuk melakukan
amalan yang mendatangkan ridha Allah. Utusan Allah, Nabi Muhammad saw., juga
memerintahkan agar orang-orang beriman bertakwa kepada Allah dan berbuat
kebaikan:
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun
engkau berada. Bersegeralah berbuat kebaikan setelah berbuat dosa agar dosa
itu menjadi bersih, dan selalu berlemah lembut dalam bergaul dengan manusia.” 1
Allah telah menyatakan dalam al-Qur’an
bahwa Dia mencintai orang-orang yang selalu berbuat kebaikan karena keimanan
mereka, dan orang-orang yang takut dan cinta kepada Allah, selanjutnya Dia
menyatakan akan memberi pahala kepada mereka dengan kebaikan:
“Karena itu Allah memberikan kepada
mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.s. Ali ‘Imran: 148).
“Orang-orang yang berbuat baik di dunia
ini memperoleh yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik,
dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (Q.s.
an-Nahl: 30).
Ini merupakan kabar baik yang
diberitakan dalam al-Qur’an kepada orang-orang yang berbuat kebaikan, yang
mengorbankan diri, dan yang berusaha untuk memperoleh keridhaan Allah.
Allah memberikan kepada orang-orang ini
berita gembira tentang kehidupan yang baik, di dunia ini dan di akhirat kelak,
dan Allah akan menambahkan karunia-Nya, baik yang berupa kebendaan maupun
keruhanian. Nabi Sulaiman yang diberi seluruh kerajaan, yang tidak pernah
diberikan kepada siapa pun, dan Nabi Yusuf yang diberi wewenang atas seluruh
harta benda Mesir, adalah contoh-contoh yang diceritakan dalam al-Qur’an. Allah
memberitahukan kita tentang nikmat yang Dia berikan kepada Nabi Muhammad saw.
dalam ayat, “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kecukupan.” (Q.s. adh-Dhuha: 8).
Perlu kita ketahui bahwa kehidupan yang
indah dan baik tidak saja diberikan kepada orang-orang beriman dari generasi
terdahulu. Allah menjanjikan bahwa dalam setiap kurun, Dia akan memberikan
kehidupan yang baik kepada hamba-hamba-Nya yang beriman:
“Barangsiapa mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (Q.s. an-Nahl: 97).
Orang-orang yang beriman tidak pernah
mengejar dunia, yakni mereka tidak tamak terhadap harta dunia, kedudukan, atau
kekuasaan. Sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam sebuah ayat, mereka telah
menjual diri dan harta mereka untuk memperoleh surga. Jual beli dan perdagangan
tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan berjuang
untuk agama. Di samping itu, mereka tetap sabar dan taat sekalipun mereka
diuji dengan kelaparan atau kehilangan harta, dan mereka tidak pernah
mengeluh. Orang-orang yang berhijrah pada zaman Nabi merupakan sebuah contoh.
Mereka berhijrah ke kota lain dengan meninggalkan rumah, pekerjaan,
perdagangan, harta, dan kebun mereka, dan di sana mereka puas dengan yang sedikit
mereka miliki. Sebagai balasannya, mereka hanya mengharapkan keridhaan Allah.
Kerelaan mereka dan keikhlasan mereka dalam mengingat akhirat menyebabkan
mereka memperoleh rahmat dari Allah berupa kehidupan yang baik. Kekayaan yang
diberikan Allah kepada mereka tidak menyebabkan mereka mencintai dunia,
sebaliknya mereka bersyukur kepada Allah dan mengingat-Nya. Allah menjanjikan
kehidupan yang baik di dunia ini kepada setiap orang yang beriman dan berakhlak
mulia.
Allah Berjanji akan Melipatgandakan Perbuatan
Hamba-hamba-Nya yang Berbuat Kebaikan
Allah berjanji akan melipatgandakan perbuatan
hamba-hamba-Nya yang berbuat kebaikan. Sebagian ayat-ayat al-Qur’an yang
membicarakan masalah ini adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa membawa amal yang baik,
maka baginya sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan
yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan
kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya.” (Q.s.
al-An‘am: 160).
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya
seseorang walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada kebajikan sebesar dzarrah,
niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang
besar. (Q.s. an-Nisa’: 40).
Tanda yang paling jelas bahwa Allah melipatgandakan
setiap perbuatan baik adalah perbedaan antara kehidupan di dunia dan akhirat.
Kehidupan di dunia sangatlah singkat waktunya, yang lebih kurang berlangsung
selama 60 tahun. Namun, orang-orang yang sibuk membersihkan diri mereka dan
sibuk dalam amal saleh di dunia ini akan memperoleh pahala berupa kebaikan tak
terbatas di akhirat sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan selama
kehidupannya yang singkat di dunia. Allah telah menyatakan janji ini dalam
sebuah ayat sebagai berikut:
“Bagi orang-orang yang berbuat baik ada
pahala yang terbaik dan tambahannya.” (Q.s. Yunus: 26).
Kita perlu merenungkan pengertian “tak
terbatas” agar dapat memahami besarnya pahala ini. Marilah kita bayangkan
tentang semua orang yang pernah hidup di bumi, orang-orang yang sedang hidup di
bumi, dan orang-orang yang akan hidup di bumi, bagaimana mereka menghabiskan
setiap detik dalam kehidupan mereka. Tentu saja angka ini akan sangat besar
jika dituliskan. Namun, sesudah “tak terbatas”, bahkan angka yang sangat besar
ini tidak berarti apa-apa. Karena “tak terbatas” maknanya adalah tidak ada
akhirnya, tidak memiliki batas waktu. Orang-orang yang taat kepada Allah ketika
di dunia, mereka ketika di akhirat akan bertempat tinggal di surga. Mereka akan
tinggal di sana untuk selama-lamanya, mereka akan memperoleh apa saja yang
mereka inginkan, yang tidak ada batasnya. Tentu saja ini merupakan contoh yang harus
direnungkan agar kita dapat memahami besarnya kasih sayang dan rahmat Allah.
RAHASIA MENGAPA
ALLAH MEMERINTAHKAN MANUSIA UNTUK “MELAPANGKAN” MAJELIS
Salah satu kesalahan besar yang
dilakukan oleh orang-orang adalah bahwa mereka menganggap segala sesuatu itu
sebagai akibat dari sesuatu lainnya. Misalnya, sebagaimana telah disebutkan
dalam halaman-halaman sebelumnya, mereka berpendapat bahwa mereka akan
kehabisan uang jika mereka menafkahkan harta mereka di jalan Allah. Padahal,
ada suatu rahasia dalam ciptaan Allah yang tidak mereka ketahui, bahwa Allah
akan menambah karunia-Nya kepada orang-orang yang menginfakkan hartanya
karena Allah, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Tentu saja Allah
menjadikan manusia melihat hal ini sebagai sebab akibat yang berlaku di dunia.
Misalnya, urusan seseorang yang menginfakkan hartanya karena Allah dijadikan
mudah dan rezekinya pun ditambah oleh Allah. Atau, sebagaimana dijelaskan
dalam bagian terdahulu, seseorang mungkin akan menggunakan kekerasan dalam
menghadapi orang yang marah karena ia mempercayai bahwa kata-kata yang lemah
lembut tidak dapat meredakan kemarahannya. Namun, bagi seseorang yang menaati
perintah Allah, rahasia-rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an
memberikan jalan keluarnya.
Salah satu di antara rahasia-rahasia
yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah perintah Allah lainnya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan,
‘Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.s.
al-Mujadalah: 11).
Allah memerintahkan orang-orang yang
beriman agar menaati seruan agar melapangkan majelis bagi orang yang baru
datang atau merenggangkan kerumunan jika diperlukan. Hal ini, di samping
menunjukkan pentingnya bertenggang rasa juga sebagai tanda ketaatan. Allah
menjelaskan bahwa Dia akan memberi kelapangan kepada orang-orang yang beriman
dan akan meninggikan derajat mereka sebagai balasan atas perbuatan mereka. Niat
dan hati setiap orang berada dalam genggaman Allah. Jika Dia ridha dengan
perbuatan mereka, Dia dapat memberikan apa saja yang Dia kehendaki kepada
orang ini. Untuk itulah orang-orang yang beriman mengharapkan balasan dan
pahala apa saja dari Allah. Jika mereka melapangkan ruangan dalam suatu
majelis, mereka tidak mengharapkan ucapan terima kasih dari orang lain, tetapi
hanya mengharapkan keridhaan Allah, karena Dia akan memberikan ketenangan
dalam hati mereka dan akan meninggikan derajat mereka.
ALLAH PASTI
MENOLONG ORANG-ORANG YANG MENOLONG AGAMANYA
Allah mengungkapkan sebuah rahasia dalam
al-Qur’an sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.s.
Muhammad: 7).
Sepanjang hidup mereka, orang-orang
beriman melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendakwahkan ajaran-ajaran
al-Qur’an di kalangan manusia, dan mendakwahkan perintah Allah. Di sisi lain,
di sepanjang sejarah, selalu saja ada sekelompok orang-orang kafir yang
menentang orang-orang beriman dan menghalangi mereka dengan kekerasan dan
tekanan. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan bahwa Dia akan selalu bersama-sama
orang yang beriman dalam menghadapi orang-orang kafir, bahwa Dia akan
menjadikan urusan orang-orang beriman menjadi mudah, dan bahwa Dia akan
membela dan menolong orang-orang beriman. Orang-orang beriman yang berjuang
dengan ikhlas di jalan Allah dapat merasakan semua ini dalam setiap detik dalam
kehidupan mereka, yakni Allah menjadikan urusan-urusan mereka dapat
diselesaikan dengan mudah, dan Allah memberikan kepada mereka kejayaan dan
kebahagiaan. Bahkan dalam situasi yang sangat sulit, Dia memberikan kemudahan
kepada orang-orang yang beriman. Bahkan ketika orang-orang lemah imannya
berkeluh kesah, berputus asa, dan tidak melihat jalan keluar, Allah menurunkan
bantuannya kepada orang-orang yang beriman dan memberikan kejayaan kepada
mereka.
Orang-orang beriman yang yakin akan
pertolongan Allah tidak pernah kehilangan harapan, dan mereka menunggu dengan
penuh kegembiraan untuk melihat bagaimana Allah akan menyelesaikan masalah
mereka. Nabi Musa dan kaumnya merupakan contoh dari peristiwa ini. Nabi Musa
dan Bani Israel meninggalkan Mesir untuk menyelamatkan diri dari kekejaman
Fir‘aun. Tetapi Fir‘aun dan bala tentaranya mengejar mereka. Ketika Nabi Musa
dan kaumnya, Bani Israel, sampai di lautan, sebagian dari mereka yang imannya
lemah merasa ketakutan dan kehilangan harapan, mereka berpikir akan terkejar
oleh Fir‘aun. Namun, Nabi Musa berkata, “Sesungguhnya Tuhanku besertaku,
kelak Dia akan memberikan petunjuk kepadaku.” (Q.s. asy-Syu‘ara’: 62).
Demikianlah Nabi Musa menunjukkan keimanannya bahwa Allah akan menolong
orang-orang yang beriman. Kemudian Allah mengeringkan air laut sehingga
memungkinkan Nabi Musa dan para pengikutnya melintasi lautan untuk menuju ke
pantai seberang dengan selamat. Sementara itu, Dia menutup lautan untuk Fir‘aun
dan bala tentaranya sehingga mereka tenggelam.
Orang yang beriman, yang dekat dengan
Allah, yang menjadikan Allah sebagai pelindungnya, dan mengetahui bahwa Dia
akan menolong orang-orang yang beriman, akan melihat rahasia-rahasia tersebut
ditampakkan dalam setiap saat dalam kehidupannya. Tentu saja mukjizat seperti
air laut yang mengering merupakan ayat-ayat (tanda-tanda) yang ditunjukkan
oleh Allah kepada sebagian dari para utusan-Nya. Namun demikian, jika
orang-orang yang beriman merenungkan dengan ikhlas, bertafakkur tentang ciptaan
Allah dan ayat-ayat al-Qur’an dalam setiap peristiwa, mereka dapat melihat
perwujudan dari pertolongan Allah yang menyerupai mukjizat dalam setiap
situasi.
Allah juga Menolong Orang-orang Beriman
Melalui Cara-cara yang Tak Terlihat
Dalam beberapa ayat, Allah telah memberitahukan
kepada orang-orang beriman tentang pertolongan yang Dia berikan kepada mereka.
Misalnya, dalam sebuah ayat, Allah telah menyatakan bahwa Dia akan menjadikan
musuh-musuh mereka melihat orang-orang beriman jumlahnya menjadi dua kali
lipat:
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu
pada dua golongan yang telah bertemu (dalam pertempuran). Segolongan berperang
di jalan Allah dan yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat orang-orang
muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa
yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (Q.s. Ali Imran: 13).
Allah Menolong Orang-orang Beriman dengan Cara
Menggagalkan Rencana Jahat yang Ditujukan
kepada Mereka
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
orang-orang kafir menyebabkan kesulitan bagi orang-orang beriman dan membuat
rencana jahat bagi mereka untuk menghalangi orang-orang beriman dari jalan
Allah. Tetapi Allah memberitahukan dalam al-Qur’an bahwa semua rencana jahat
terhadap orang-orang beriman itu akan digagalkan, akan dikembalikan kepada si
pembuat rencana, dan sama sekali tidak akan mencelakakan orang-orang beriman.
Di antara ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
“Ketika datang kepada mereka pemberi
peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka, kecuali
jauhnya mereka dari (kebenaran), karena kesombongan mereka di muka bumi dan
karena rencana mereka yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa
selain orang yang merencanakannya sendiri. Tidaklah yang mereka nanti-nantikan
melainkan (berlakunya) sunah kepada orang-orang yang terdahulu. Maka
sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, dan
sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu.” (Q.s.
Fathir: 42-3).
Sebagai contoh dari hal ini adalah
kehidupan Nabi Yusuf, yakni rencana yang dibuat untuk mencelakakan orang-orang
beriman pada akhirnya berbalik kepada mereka sendiri dan mencelakakan si
pembuat rencana. Sebagaimana diceritakan dalam Surat Yusuf, saudara-saudara
Nabi Yusuf, yang dihinggapi rasa iri, merencanakan untuk melempar beliau ke
dalam sumur. Ketika Nabi Yusuf a.s. masih muda, rencana yang lain juga dibuat
oleh istri gubernur, di mana Nabi Yusuf tinggal di tempat itu. Sesuai dengan
janji-Nya, Allah menggagalkan semua rencana itu dan melindunginya dari
madharat. Setelah rencana itu dibuat, Allah memberikan kekuasaan kepada Nabi
Yusuf atas seluruh perbendaharaan negeri. Setelah itu, Nabi Yusuf berkata
bahwa rencana orang-orang kafir itu menemui kegagalan.
“(Yusuf berkata), ‘Yang demikian itu
agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat
kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya
orang-orang yang berkhianat’.” (Q.s. Yusuf: 52).
SALING BERDEBAT
MENYEBABKAN HILANGNYA KEKUATAN
Salah satu rahasia penting dari Allah
yang diungkapkan kepada orang-orang beriman adalah supaya tidak berdebat. Jika
saling berdebat, kekuatan mereka akan hilang dan hati mereka akan menjadi
lemah. Adapun ayat yang membicarakan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya
dan jangan saling berdebat, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s.
al-Anfal: 46).
Akhlak Qur’ani bercirikan kerendahan
hati. Orang-orang yang berpegang pada nilai-nilai akhlak dalam al-Qur’an
menghindari pertengkaran, mencari jalan keluar dari masalah, memberikan
kemudahan kepada orang, dan tidak menunjukkan ketamakan. Tanpa berpegang pada
akhlak Qur’ani, pertikaian dan konflik tidak dapat dielakkan. Adalah hal yang
sangat wajar jika setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda. Misalnya,
20 orang dapat mengusulkan 20 pemecahan yang berbeda-beda. Masing-masing
pemecahan mungkin saja cocok bagi atau benar bagi orang yang bersangkutan. Jika
setiap orang bersikukuh bahwa usulannya yang benar, dapat dipastikan yang
terjadi adalah kekacauan dan konflik. Dalam kasus seperti ini, jika tidak
terwujud kesepakatan dari 20 orang tersebut, maka yang terjadi adalah
pertengkaran dan ambisi pribadi, yang dapat menghapuskan amal saleh yang telah
dilakukan untuk mencari ridha Allah. Akibatnya, seluruh kekuatan dari 20 orang
tersebut akan hilang, persatuan dan persaudaraan di antara mereka akan lemah.
Orang-orang yang beriman harus saling
mencintai satu sama lain, berkorban dan mempererat kesetia-kawanan dan kerja
sama di antara mereka. Terutama pada saat-saat menghadapi kesulitan, mereka
harus menyibukkan diri mengingat Allah, lebih bersabar dan saling membantu.
Saling berdebat dapat mengurangi kekuatan, sedangkan kerja sama dapat
meningkatkan kekuatan di antara orang-orang beriman. Dalam ayat lainnya, Allah
telah mengungkapkan rahasia bahwa jika orang-orang beriman tidak menjadi teman
dan pelindung satu sama lain, maka akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar
di muka bumi:
“Adapun orang-orang yang kafir,
sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu tidak
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya
akan terjadi kekacauan dan kerusakan yang besar.” (Q.s.
al-Anfal: 73).
Masing-masing dari rahasia Allah
tersebut telah diungkapkan, dan orang-orang Muslim dibebani tanggung jawab.
Orang Muslim tidak boleh menganggap bahwa pertengkaran dengan sesama Muslim
merupakan hal yang remeh, dengan mengatakan, “Bagaimanakah jika kita berdebat?”
Karena, sebagaimana telah diberitahukan oleh Allah kepada kita, setiap
pertengkaran antara orang-orang Muslim, artinya menghilangkan kekuatan
orang-orang beriman, terhadap hal ini, orang-orang Muslim akan dimintai
tanggung jawab oleh Allah. Itulah sebabnya Nabi kita tercinta saw. bersabda,
“Takutlah kepada Allah, berdamailah sesama kamu agar Allah menciptakan
perdamaian sesama Muslim.”1
Orang-orang Muslim jangan sampai saling
melihat kesalahan atau kekurangan masing-masing, tetapi sebaliknya supaya
menutupi kesalahan sesama Muslim yang lain dengan penuh kasih sayang. Kekuatan
orang-orang beriman berasal dari persatuan ini, artinya mengerahkan segenap
tenaganya untuk mendakwahkan agama Allah dan akhlak al-Qur’an. Dengan
persatuan, mereka dapat berkonsentrasi untuk menyampaikan tanda-tanda keberadaan
Allah melalui karya-karya ilmiah dan melakukan pelayanan yang bermanfaat bagi
umat manusia. Namun, kita harus ingat bahwa setiap orang yang melakukan
pelayanan ini harus diniatkan terutama untuk mencari kehidupan yang abadi di
akhirat dan agar diselamatkan dari azab Allah.
HANYA DENGAN
BERDZIKIR, HATI MENJADI TENANG
Semua manusia yang hidup di muka bumi
mencari jalan untuk memperoleh kebahagiaan hakiki. Harapan ditumpahkan untuk
mencapai tujuan memperoleh kebahagiaan. Sebagian orang mencari kebahagiaan
melalui gaya hidup yang mewah, sebagian lainnya melalui pekerjaan yang
bergengsi, perkawinan yang indah, bedah plastik, dan gelar akademis. Namun,
jika tujuan itu telah tercapai, semua kebahagiaan seperti itu hanyalah
bersifat sementara. Atau sering kali tidak ada kegembiraan atau kepuasan sama
sekali setelah semuanya itu diperoleh. Bagaimanapun, tak seorang pun di muka
bumi ini yang akan mencapai kebahagiaan sejati melalui cara-cara tersebut.
Terdapat beberapa hal yang mengganggu atau membuat bosan orang yang
mempercayai bahwa tujuan dalam mencapai kebahagiaan hakiki telah tercapai.
Kebahagiaan, ketenangan, kesenangan,
atau kenyamanan sejati hanya dapat ditemukan dalam mengingat Allah. Allah
menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Q.s. ar-Ra‘d: 28).
Ini merupakan rahasia yang sangat
penting yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an untuk umat manusia. Karena tidak
memahami kenyataan ini, banyak orang yang menghabiskan hidup mereka dalam
khayalan bahwa harta benda dunia dapat memberikan kepuasan. Seakan-akan tidak
akan pernah mati dan menghadapi hari hisab, mereka dengan tamaknya berusaha
keras untuk memiliki hal-hal yang bersangkut paut dengan keduniaan.
Namun, sesungguhnya ini merupakan khayalan
besar. Tidak ada sesuatu pun yang dimiliki di dunia ini yang dapat memberikan
ketenteraman dan kebahagiaan sejati. Hanya orang-orang yang beriman saja, yang
dengan ikhlas berbakti kepada Allah, dan orang-orang yang menyadari rahmat,
kasih sayang, dan perlindungan Allah atas mereka yang dapat memperoleh perasaan
hati yang tenteram. Allah memberikan perasaan tenteram ini ke dalam hati orang
yang memperhatikan bukti-bukti ciptaan Allah dan mengingat-Nya setiap saat.
Dengan demikian sia-sia saja jika mencari kesenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan
melalui asbab yang lain.
TIPU DAYA SETAN ITU LEMAH
Musuh manusia terbesar semenjak Nabi
Adam a.s. adalah setan. Setan bersumpah kepada dirinya sendiri untuk menyesatkan
manusia pada saat Nabi Adam diciptakan, dan setan melaksanakan sumpahnya itu
dengan menyusun tipu daya agar dunia ini tampak memikat dan mempesona di mata
manusia. Al-Qur’an juga memberi tahu kita bahwa tipu daya setan itu lemah dan
tidak memiliki kekuasaan atas manusia:
“Orang-orang yang beriman berperang di
jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu
perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu
lemah.” (Q.s. an-Nisa’: 76).
“Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan
kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali
sebagian orang-orang yang beriman. Dan tidak ada kekuasaan iblis atas mereka,
melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada
adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang itu. Dan Tuhanmu
Maha Memelihara segala sesuatu.” (Q.s. Saba’: 20-1).
Sesungguhnya, bahwa tipu daya setan itu
lemah dan bahwa ia tidak memiliki kekuasaan atas manusia, adalah agar Allah
menjadikan segala sesuatu itu mudah bagi manusia. Setan hanyalah kekuatan
negatif bagi agama, dan kelemahan setan ini bermakna, bahwa orang-orang yang
beriman tidak akan mengalami kesulitan apa pun dalam hidupnya jika mereka
mengamalkan agama. Tetapi, hal ini akan terjadi jika memiliki iman yang ikhlas.
Dalam al-Qur’an, Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang memiliki iman
yang ikhlas tidak akan terpengaruh oleh tipu daya setan:
“Ia (setan) berkata, ‘Ya Tuhanku,
karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
hal-hal di muka bumi terlihat baik bagi mereka (manusia) dan aku akan
menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara
mereka’.” (Q.s. al-Hijr: 39-40).
Dalam ayat lainnya, Allah telah mengungkapkan
bahwa setan tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal
kepada Tuhan:
“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya
atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya
kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas
orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (Q.s.
an-Nahl: 99-100).
Rahasia Bagaimana Menjauhi
Angan-angan Kosong dan Bisikan Setan
Meskipun setan itu tidak memiliki kekuasaan
atas orang-orang yang beriman, kadang-kadang ia berusaha menggoda mereka dengan
bisikan-bisikan, karena kesalahan yang telah mereka lakukan.
Rahasia penting lainnya yang diungkapkan
Allah dalam al-Qur’an adalah bagaimana menyelamatkan diri dari bisikan setan.
Ini merupakan masalah penting bagi orang-orang beriman yang takut kepada Allah
dan menginginkan surga, karena bisikan setan itu menyesatkan dan memalingkan
manusia dari jalan Allah, dan menjadikan manusia sibuk dengan perbuatan sia-sia
dan remeh. Setan berusaha untuk menanamkan perasaan sedih dan takut kepada
manusia, menyemaikan benih-benih pertentangan di antara mereka, menyebabkan
mereka merasa ragu-ragu terhadap Allah, al-Qur’an, dan agama. Setan memenuhi
hati manusia dengan angan-angan kosong. Sebagian dari ayat-ayat yang menjelaskan
tentang bisikan setan kepada manusia adalah sebagai berikut:
“Dan saya benar-benar akan menyesatkan
mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh
mereka memotong telinga binatang ternak, lalu mereka benar-benar memotongnya,
dan akan saya suruh mereka, lalu mereka benar-benar mengubah ciptaan Allah. Barangsiapa
yang menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita
kerugian yang nyata. Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak
menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (Q.s.
an-Nisa’: 119-20).
“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam
dada manusia.” (Q.s. an-Nas: 5).
Apa saja yang dibisikkan setan kepada
manusia, ia tidak dapat memalingkan manusia dari bimbingan Allah sepanjang
mereka mengikuti jalan yang telah Allah tunjukkan. Allah memperingatkan
orang-orang beriman agar waspada terhadap bisikan setan:
“Dan jika kamu ditimpa suatu godaan
setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa
was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya.” (Q.s. al-A‘raf: 200-01).
Sebagaimana dapat kita pahami dari ayat
tersebut, orang-orang yang beriman tetap waspada terhadap bisikan setan. Mereka
tidak mau kehilangan waktu untuk memperhatikan bisikan itu, dan karena sadar
bahwa hal itu tidak akan diridhai Allah, mereka tidak pernah membiarkan diri
mereka larut dalam keputusasaan, takut dan duka cita, yang semuanya itu
merupakan perasaan negatif yang dijauhi oleh orang-orang beriman. Manakala
orang-orang beriman diganggu dengan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran
al-Qur’an, mereka segera mengenali bahwa itu merupakan bisikan berbahaya dari
setan yang tidak akan mendatangkan keridhaan Allah. Mereka mengusir bisikan
setan itu melalui dzikrullah dan ayat-ayat al-Qur’an.
MENGIKUTI SEBAGIAN
BESAR ORANG HANYALAH AKAN MENYESATKAN DARI JALAN YANG BENAR
Anggapan yang pada umumnya diyakini
orang adalah bahwa mayoritas itu adalah yang benar, pandangan ini sering kali
menyesatkan manusia. Sesungguhnya, jika ditanya tentang alasan yang mendasari
perbuatan atau sikap tertentu, banyak orang yang menjawab, “Karena kebanyakan
orang melakukannya.” Namun, Allah memberitahukan kita bahwa mengikuti sebagian
besar orang itu menyesatkan:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka
tidak lain hanyalah berdusta.” (Q.s. al-An‘am: 116).
Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan
bahwa sebagian besar manusia tidak akan beriman:
“Dan sebagian besar manusia tidak akan
beriman, walaupun kamu menginginkannya.” (Q.s. Yusuf: 103).
Dalam surat al-Ma’idah, Allah menyebutkan
tentang merajalelanya yang “buruk” dan menyerukan agar orang-orang yang berakal
menjauhinya.
“Katakanlah, ‘Tidak sama yang buruk
dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan’.” (Q.s. al-Ma’idah: 100).
Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh
sebagian besar orang dan yang mempercayainya atau yang mendukungnya, tidaklah
dapat dipakai sebagai sumber rujukan yang dapat dipercaya. Orang-orang
cenderung untuk mengikuti sebagian besar orang karena menuruti “kecenderungan
berkelompok”. Namun, orang-orang yang beriman yang berbuat sesuai dengan
rahasia Ilahi yang diberikan Allah dalam al-Qur’an tidaklah mengikuti sebagian
besar orang, tetapi mereka hanya melaksanakan perintah Allah dan agama-Nya.
Sekalipun seorang diri, mereka tidak pernah merasa bimbang terhadap keyakinan
mereka dan jalan yang mereka tempuh.
RAHASIA TENTANG
BERTAMBAH ATAU BERKURANGNYA NIKMAT
Dalam al-Qur’an, Allah mengungkapkan
alasan mengapa Dia memberikan nikmat atau mengambilnya dari manusia:
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada
sesuatu kamu, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri,
dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.s.
al-Anfal: 53).
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia.” (Q.s. ar-Ra‘d: 11).
Apa yang dikemukakan dalam ayat-ayat
tersebut merupakan rahasia yang sangat penting yang tidak diketahui atau
diabaikan oleh kebanyakan manusia. Allah berfirman bahwa Dia akan menambah
nikmat bagi orang-orang yang sibuk mengerjakan amal saleh, dan akan
mempersempit nikmat bagi orang-orang yang melakukan kemaksiatan, dan nikmat
terhadap manusia akan berubah sesuai dengan perubahan perbuatan dan
keikhlasan mereka.
Orang-orang yang beriman yang mengetahui
rahasia-rahasia Allah ini berusaha untuk melihat maksud tersembunyi di balik
ciptaan Allah dalam setiap keadaan yang mereka jumpai dan mereka senantiasa
memperhatikan masalah tersebut. Mereka tidak pernah merasa sempurna, tetapi
mereka berusaha keras untuk memiliki kesempurnaan akhlak sebagaimana yang
dijelaskan dalam al-Qur’an, dan berusaha membetulkan kesalahan dan kekhilafan
mereka. Dalam hal ini, mereka tidak pernah ragu-ragu untuk selalu berusaha
memperbaiki akhlak mereka dan membersihkan tingkah laku mereka.
MENAATI RASUL BERARTI MENAATI ALLAH
Salah satu amal ibadah yang sangat
penting yang diperintahkan Allah kepada orang-orang beriman dalam al-Qur’an adalah
menaati Rasul-Nya. Allah berfirman bahwa Dia telah mengirim para rasul-Nya
untuk ditaati, dan orang-orang beriman, dalam setiap zaman, telah diuji
ketaatan mereka terhadap para rasul tersebut. Para rasul adalah orang-orang
yang menyampaikan pesan Allah dan perintah-Nya kepada manusia, dan
mengingatkan mereka tentang hari perhitungan dan tentang ayat-ayat-Nya. Para
rasul adalah orang-orang yang lurus dan dirahmati, yang dipilih Allah di antara
seluruh manusia; dan perbuatan, sikap, dan kesempurnaan akhlak mereka sebagai
teladan. Mereka adalah para kekasih Allah yang sangat dekat dengan-Nya. Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat berikut ini, orang yang menaati rasul berarti menaati
Allah.
“Barangsiapa yang menaati rasul itu,
sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling, maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (Q.s.
an-Nisa’: 80).
Rasulullah saw. juga bersabda bahwa
orang yang bersaksi terhadap hal ini akan memperoleh berita gembira:
“Tidakkah kamu telah bersaksi bahwa
tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa saya adalah utusan-Nya? Jika demikian,
maka kabar gembira bagi kamu. Qur’an adalah sebuah tali yang satu ujungnya
sampai kepada Allah dan ujung yang lain sampai kepadamu. Berpegang teguhlah
kepadanya. Jika kamu melakukan itu, kamu tidak pernah terjerumus dalam
kesalahan atau bahaya.1
Mendurhakai seorang rasul adalah mendurhakai Allah dan
agama-Nya. Ini merupakan salah satu rahasia penting yang diungkapkan Allah
dalam al-Qur’an. Dalam sebuah ayat, Allah menceritakan keadaan orang-orang yang
menaati rasul dan orang-orang yang mendurhakainya:
“Itu adalah ketentuan-ketentuan dari
Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang
menghinakan.” (Q.s. an-Nisa’: 13-4).
Allah telah mengungkapkan dengan jelas
dalam al-Qur’an tentang ketaatan kepada rasul, dan menjelaskan bahwa
orang-orang yang benar-benar taat dan berserah diri juga akan diterima di
sisi-Nya. Sebagaimana yang terlihat dalam ayat-ayat ini, dipenuhinya semua
syarat agama dan melakukan banyak ibadah belumlah mencukupi. Jika seseorang
tidak menerapkan sikap dan akhlak yang menunjukkan ketaatan kepada rasul
sesuai dengan yang dijelaskan Allah dalam al-Qur’an dan hanya setengah-setengah
dalam menaati-Nya, mungkin Allah akan menjadikan semua perbuatannya sia-sia.
Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini dikaji di bawah ini yang
dibagi menjadi beberapa bagian:
Tidak Beriman sehingga Menyerahkan Diri
Mereka Sepenuhnya kepada Rasul
Allah mengungkapkan sebuah rahasia yang
sangat penting dalam Surat an-Nisa’:
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Q.s.
an-Nisa’: 65).
Dalam ayat ini diungkapkan sebuah rahasia
penting tentang ketaatan yang sempurna kepada rasul. Hampir semua orang mengetahui
apakah ketaatan itu. Namun, ketaatan kepada rasul sangat berbeda dibandingkan
dengan bentuk-bentuk ketaatan sebagaimana yang diketahui orang banyak. Sebagaimana
dinyatakan Allah dalam ayat di atas, orang-orang yang beriman haruslah menaati
rasul dengan sepenuh hati, tanpa ada sedikit pun perasaan ragu di dalam hati.
Jika seseorang merasa ragu-ragu terhadap apa yang dikatakan oleh rasul dan
menganggap pikirannya sendiri lebih benar daripada pikiran rasul, maka
sebagaimana dinyatakan oleh ayat tersebut, pada hakikatnya ia bukanlah orang
yang beriman.
Orang-orang yang benar-benar beriman dan
berserah diri mengetahui bahwa apa yang disabdakan oleh rasul adalah yang
terbaik bagi mereka. Sekalipun sabdanya tersebut bertentangan dengan
kepentingan pribadi mereka, mereka menerima dan menaati dengan penuh gairah dan
semangat. Sikap seperti ini merupakan tanda bahwa ia adalah orang yang
benar-benar beriman, dan Allah memberikan kabar gembira berupa keselamatan
kepada orang-orang yang menaati rasul dengan ketaatan yang sempurna. Inilah
sebagian dari ayat-ayat yang menyatakan kabar gembira dari Allah:
“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan
Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat
oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin.” (Q.s.
an-Nisa’: 69).
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah
dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka
adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Q.s. an-Nur:
52).
“Katakanlah, ‘Taatlah kepada Allah dan
taatlah kepada Rasul, dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban
rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian
adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya,
niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan
menyampaikan dengan terang’.” (Q.s. an-Nur: 54).
Sebagaimana dinyatakan di atas,
orang-orang yang menaati rasul akan memperoleh petunjuk. Di sepanjang sejarah,
semua orang diuji atas ketaatan mereka terhadap para rasul. Allah selalu
memilih Rasul-rasul-Nya dari kalangan manusia. Dalam hal ini, orang-orang yang
berpikiran sempit dan tidak memiliki hikmah tidak mampu memahami bagaimana
menaati seorang manusia dari kalangan mereka sendiri, atau seseorang yang tidak
lebih kaya daripada diri mereka sendiri. Namun, Allah telah memilih
Rasul-rasul-Nya, menolong mereka dari sisi-Nya, dan memberikan kepada mereka
ilmu dan kekuatan. Hakikat dari persoalan ini yang tidak mampu dipahami oleh
orang-orang adalah bahwa Allah memilih siapa saja yang Dia kehendaki. Orang
beriman yang ikhlas dengan sepenuh hati menaati dan menghormati orang yang
telah dipilih Allah, lalu ia mengikutinya dengan sepenuh hati. Ia mengetahui
bahwa jika ia menaati rasul, sesungguhnya ia menaati Allah. Orang-orang yang
berserah diri kepada Allah dan melaksanakan agama dengan demikian juga
menyerahkan diri kepada rasul. Allah menceritakan keadaan orang-orang yang
menyerahkan diri kepada-Nya sebagai berikut:
“Bahkan barangsiapa yang menyerahkan
diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan mereka tidak bersedih
hati.” (Q.s. al-Baqarah: 112).
Perbuatan Orang-orang yang Meninggikan Suara
Mereka Melebihi Suara Nabi Menjadi Terhapus:
Dalam sebuah ayat, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya sebagian kamu terhadap
sebagian yang lain, supaya tidak hapus amalan-amalanmu sedangkan kamu tidak
menyadari. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi
Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka Allah untuk
bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.s.
al-Hujurat:: 2-3).
Rasulullah selalu menyeru orang-orang
beriman kepada jalan yang lurus dan kepada kebaikan. Tentu saja ada saat-saat
ketika seruan para rasul ini bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang
diseru. Namun, orang-orang yang beriman dan menaati rasul tidak menuruti
pikirannya sendiri, tetapi berserah kepada firman Allah, Rasul-Nya, dan
al-Qur’an . Dalam pada itu, orang-orang yang imannya lemah, yang tidak dapat
mengendalikan nafsu mereka menunjukkan kedurhakaan atau kelemahan terhadap
seruan rasul. Sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut, suara mereka,
pembicaraan mereka, dan kata-kata yang mereka ucapkan, dapat mengungkapkan
penyakit yang ada dalam hati mereka dan lemahnya mereka dalam ketaatan.
Perbuatan mereka yang menentang apa yang dikatakan oleh Nabi dan sikap mereka
yang meninggikan suaranya tersebut, sesungguhnya menunjukkan kebodohan mereka.
Allah memberi tahu bahwa perbuatan orang-orang seperti ini akan menjadi terhapus.
Allah menyatakan bahwa semua perbuatan orang seperti ini, sekalipun ia
berusaha siang malam untuk menyebarkan agama, hanyalah sia-sia karena kedurhakaannya
tersebut.
Ini merupakan rahasia penting yang diungkapkan
dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an. Allah telah memerintahkan manusia agar
mengerjakan amal saleh, berjuang dengan sungguh-sungguh dan teguh untuk kepentingan
Islam, bertingkah laku sesuai dengan akhlak mulia sebagaimana yang dijelaskan
dalam al-Qur’an , dermawan, sabar, menjaga perasaan orang lain, jujur, dan
dapat dipercaya. Tidak diragukan lagi, semua ini merupakan bentuk ibadah yang
penting yang akan mensyafaati orang yang melakukannya di akhirat kelak. Namun,
sebagaimana yang tercantum dalam Surat al-Hujurat, satu sikap yang tidak
menghormati Rasulullah dapat menyebabkan semua perbuatan orang itu sia-sia.
Sekali lagi, hal ini mengingatkan kita betapa pentingnya menaati dan menghormati
Rasulullah.
Allah Mencabut Kekuatan Orang-orang
yang Tidak Menaati Rasul
Kisah tentang Thalut dan bala tentaranya
yang diceritakan dalam al-Qur’an merupakan peringatan lain, yang sangat
menekankan pentingnya menaati Rasulullah. Sebagaimana diceritakan dalam
al-Qur’an , ketika Thalut memberangkatkan pasukannya untuk melawan musuh, ia
memperingatkan pasukannya agar jangan minum air sungai yang akan mereka
seberangi. Berikut ini adalah ayat yang menceritakan kisah tersebut:
“Maka ketika Thalut keluar membawa tentaranya,
ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka
siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa
tidak meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka ia adalah pengikutku.”
Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka ketika
Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu,
orang-orang yang telah minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini
untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka
akan menemui Allah berkata, ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta
orang-orang yang sabar’.” (Q.s. al-Baqarah: 249).
Sebagaimana terlihat dari ayat tersebut,
orang-orang yang tidak menaati perintah Thalut menjadi lemah, sedangkan
orang-orang yang menaati Thalut diberi kekuatan oleh Allah, dan atas
kehendak-Nya, mereka dapat mengalahkan musuh meskipun jumlah mereka lebih sedikit.
Ini merupakan rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an kepada manusia.
Kekuatan, kemenangan, dan keunggulan tidak tergantung pada kekayaan materi,
kedudukan yang bergengsi, jumlah yang banyak, atau kekuatan jasmani. Barangsiapa
yang menjalankan perintah Allah, menaati Dia dan Rasul-Nya, Allah menjadikan
mereka lebih kuat dibandingkan semuanya, dan Allah akan memberi pahala kepada
mereka dengan karunia yang sangat banyak seperti hikmah, kekayaan, kebaikan,
kenikmatan, dan kekayaan. Bagi orang-orang yang siap untuk mengikuti
Rasulullah disediakan kenikmatan yang kekal abadi di akhirat kelak.
KELOMPOK MINORITAS ORANG
BERIMAN DAPAT MENGALAHKAN ORANG KAFIR YANG JUMLAHNYA LEBIH BESAR
Salah satu mukjizat dari Allah yang diberikan
kepada orang-orang yang beriman, meskipun mereka berjumlah sedikit adalah bahwa
mereka dapat mengalahkan musuh-musuh mereka dengan Kehendak Allah. Ini
merupakan rahasia penting yang diungkapkan Allah dalam beberapa ayat sehingga
menjadikan orang-orang kafir tertipu. Sebagaimana dapat dilihat dalam kisah
tentang Thalut, Allah menjadikan orang-orang beriman memperoleh kemenangan
karena ketaatan mereka, meskipun mereka berjumlah sedikit. Allah mengakhiri
kisah tentang Thalut dengan kata-kata sebagai berikut:
“Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s. al-Baqarah: 249).
Dengan Bersabar, Orang-orang Beriman
akan Memperoleh Kekuatan Besar
Sebagaimana sering kali ditekankan dalam
buku ini, terdapat banyak rahasia yang tersembunyi dalam berbagai ayat
al-Qur’an. Salah satu di antara rahasia-rahasia tersebut adalah tentang
kesabaran. Allah memberikan kabar gembira bahwa orang-orang yang bersabar akan
semakin kuat. Ingatlah bahwa semua kekuatan adalah milik Allah. Bahkan kekuatan
orang yang menentang Allah sesungguhnya juga milik Allah. Allah memberikan
berbagai macam kemampuan kepada orang-orang untuk menguji mereka dan
orang-orang di sekeliling mereka. Demikian pula, Dia dapat mengambil dengan
mudah sebagaimana Dia dapat memberikan dengan mudah apa saja yang Dia
kehendaki. Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang bersabar akan menjadi
kuat, yakni Dia akan memberikan kekuatan kepada mereka. Tentang hal ini, Allah
menyatakan sebagai berikut:
“Ya, jika kamu bersabar dan bersiap
siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah
menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.” (Q.s.
Ali Imran: 125).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di
atas, jika Allah menghendaki, Dia dapat memberikan kemenangan kepada
orang-orang dengan cara yang tak terlihat. Dalam usaha untuk memperjuangkan
agama Allah misalnya, Allah dapat memberikan pertolongan yang tak terlihat
sehingga memungkinkan seseorang bicaranya sangat berpengaruh dan membuat hati
orang-orang yang mendengarkannya berpaling kepada agama. Dengan demikian, tak
seorang pun yang dapat memperoleh kemenangan atau mempengaruhi orang lain,
kecuali jika Allah menghendakinya. Pemilik semua kejayaan, kemenangan, dan
pengaruh adalah Allah. Apa yang harus dilakukan oleh manusia adalah menaati
perintah Allah dan melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya. Dalam ayat lainnya,
Allah memberi tahu orang-orang yang beriman cara memperoleh kekuatan besar:
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para
mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus musuh. Dan jika ada seratus orang
diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir disebabkan orang-orang
kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu
dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu
seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang,
dan jika diantaramu ada seribu orang, niscaya mereka dapat mengalahkan dua
ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s.
al-Anfal: 65-6).
Sebagaimana dinyatakan Allah dalam ayat tersebut,
jika orang-orang beriman tidak memiliki kelemahan dalam diri mereka, dan mereka
teguh, sabar, dan yakin, maka kekuatan satu orang beriman adalah sama dengan
kekuatan sepuluh orang. Dalam hal ini, perkataan “kekuatan” memiliki
pengertian lain yang bukan sekadar kekuatan fisik. Misalnya, kekuatan seorang
beriman yang menyampaikan pesan agama dan menyeru manusia ke jalan Allah
adalah sama dengan kekuatan sepuluh orang. Dalam pada itu, pengetahuan seorang
yang beriman dapat menyamai pengetahuan sepuluh orang. Perbuatan baik seorang
beriman yang dilakukan semata-mata untuk mencari ridha Allah dapat menyamai
perbuatan yang dilakukan sepuluh orang. Seorang yang beriman dapat menyeru
sepuluh orang kafir yang tersesat kepada jalan Allah yang benar dan dapat
menjadi asbab bagi perbaikan iman mereka. Seorang yang beriman dapat
menghancurkan kekafiran orang kafir dan menggantinya dengan kebenaran.
Rahasia yang diungkapkan Allah dalam
al-Qur’an ini sangat penting. Hal ini karena jika semua orang Islam saling
berlomba-lomba di jalan yang benar, betapapun kecilnya jumlah mereka, Allah
akan memberikan kemenangan kepada mereka dalam setiap urusan yang mereka
lakukan. Misalnya, jika orang di seluruh dunia ini berkumpul yang terdiri dari
orang-orang kafir, dan profesor-profesor kafir dari seluruh dunia yang memimpin
semua orang di setiap negara agar menjadi kafir, maka Allah cukup mengirim
sekelompok kecil orang-orang Muslim yang kuat, bertanggung jawab, dan cukup
bijak untuk menunjukkan kepada orang-orang tersebut jalan yang benar. Allah
memberikan kemudahan kepada orang-orang beriman dalam setiap urusan mereka dan
membuat berbagai urusan menjadi sulit bagi orang-orang kafir. Untuk itulah,
orang-orang beriman yang mengetahui rahasia ini jangan sampai meremehkan usaha
mereka dan mengatakan, “Mungkinkah usaha kita ini dapat membawa perubahan
terhadap situasi seperti ini?” Tetapi sebaliknya mereka yakin bahwa Allah akan
membalas setiap perbuatan yang ikhlas, yang dilakukan semata-mata untuk
mencapai ridha-Nya tersebut dengan hasil yang baik. Sebaris tulisan tentang
keberadaan Allah, sepatah kata yang menyeru manusia kepada Allah, atau suatu
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran al-Qur’an dapat saja membawa
manusia kepada keselamatan dan membangkitkan perasaan cinta dan takut kepada
Allah dalam diri mereka. Perlu kita camkan bahwa hukum-hukum dan fenomena sebab
dan akibat yang berlaku di dunia ini hanyalah berdasarkan apa yang dijelaskan
oleh Allah dalam al-Qur’an. Siapa pun yang berpikirnya sesuai dengan al-Qur’an
dapat memahami rahasia-rahasia dalam ciptaan Allah ini, dan dengan kehendak
Allah, akan memperoleh kekuatan yang lebih unggul dan hikmah melebihi apa yang
dapat dicapai oleh orang lain. Allah memberikan berita gembira kepada
orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mengalahkan orang-orang kafir jika
mereka teguh keimanannya:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.s. Ali Imran: 139).
Sebagaimana dapat dibaca pada ayat di
atas, persyaratan yang diperlukan agar memperoleh kemenangan dan ketinggian,
baik di dunia ini maupun di akhirat kelak adalah keimanan yang ikhlas. Rahasia
lain yang diungkapkan dalam al-Qur’an dalam masalah ini adalah beriman dengan
tidak menyekutukan Allah.
ALLAH MENJADIKAN AGAMANYA TINGGI
JIKA ORANG-ORANG
HANYA MENYEMBAH DIA SAJA
Salah satu tujuan terpenting bagi
seorang Muslim dalam hidup ini adalah mendakwahkan ajaran-ajaran al-Qur’an ke
seluruh dunia, sehingga orang-orang dapat menyembah Allah sebagaimana yang
seharusnya. Dalam al-Qur’an, Allah telah menunjukkan kepada orang-orang beriman
jalan untuk mencapai tujuan ini, dan Dia memerintahkan sebagai berikut:
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh, bahwa
Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia
akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir
sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.s.
an-Nur: 55).
Berdasarkan rahasia Allah yang diungkapkan
kepada orang-orang beriman, Allah akan meneguhkan nilai-nilai al-Qur’an di
seluruh dunia jika orang-orang beriman dan hanya menyembah Allah, tanpa
menyekutukan-Nya. Ini merupakan rahasia yang sangat penting, karena hal ini
menunjukkan bahwa sesungguhnya merupakan tanggung jawab setiap orang beriman
untuk mendakwahkan ajaran al-Qur’an kepada manusia. Dengan demikian setiap
orang beriman yang memiliki hati nurani harus menjauhkan diri dengan sungguh-sungguh
dari menyekutukan Allah dan hanya menyembah-Nya. Dibandingkan hal-hal lainnya,
menyekutukan Allah merupakan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah dan
orang yang melakukannya akan dimasukkan ke dalam neraka. Bagaimanapun,
tampaknya sebagian besar manusia terlibat dalam ajaran-ajaran orang musyrik
yang menyembah berhala. Manusia harus waspada terhadap “kemusyrikan yang
tersembunyi”. Dalam bentuk kemusyrikan seperti ini, orang tersebut menyatakan
beriman kepada Allah, mengakui Allah itu satu, Allah Yang Menciptakan, dan
Yang wajib ditaati. Tetapi, ia juga takut kepada makhluk selain Allah, menganggap
persetujuan dan dukungan orang lain lebih penting, menganggap bahwa perdagangan,
keluarga, dan anak cucu lebih penting daripada Allah dan berjuang di
jalan-Nya, sesungguhnya semua ini merupakan bentuk kemusyrikan yang nyata.
Keimanan yang benar sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an adalah
memandang bahwa keridhaan Allah adalah di atas segala-galanya. Mencintai
makhluk lain selain Allah hanyalah sebagai asbab untuk mencari keridhaan-Nya.
Orang-orang yang merasa berutang budi kepada manusia yang telah memberi sesuatu
kepada mereka, yang memandang manusia sebagai pelindungnya, sesungguhnya mereka
adalah orang-orang musyrik. Hal ini karena Yang memberi rezeki hanyalah Allah,
Yang memberi makan, menolong, dan melindungi setiap makhluk hidup dan
menyembuhkan orang yang sakit, hanyalah Allah. Jika Allah menghendaki, Dia
dapat menyembuhkan orang yang sakit melalui tangan seorang dokter. Dalam hal
ini, sungguh tidak masuk akal jika seseorang menumpukan harapannya hanya pada
dokter. Karena, tak seorang dokter pun yang dapat menyembuhkan pasiennya
kecuali jika Allah menghendaki. Seseorang yang melihat kesehatannya membaik
harus melihat, bahwa dokter itu sebagai orang yang dipakai tangannya oleh
Allah untuk menyembuhkannya, sehingga ia akan menghormati dokter itu dengan
semestinya. Namun, karena ia mengetahui bahwa sesungguhnya yang menyembuhkan
adalah Allah, maka hanya kepada Allah saja ia harus bersyukur. Jika tidak demikian,
berarti ia telah menyekutukan Allah dan menganggap sama sifat Allah dengan
sifat manusia. Semua Muslim harus menjauhi dengan sungguh-sungguh syirik yang
tersembunyi ini, dan jangan sampai menjadikan penolong dan pelindung selain
Allah.
KEHIDUPAN DUNIA INI SANGAT SINGKAT
Sebagian besar manusia sangat mencintai
dunia ini seakan-akan mereka tidak akan pernah mati, sehingga mereka menjauhi
kehidupan agama, tidak ingat mati dan akhirat. Padahal, kehidupan dunia yang
sangat mereka cintai ini sesungguhnya sangatlah singkat dan sementara. Bahkan
orang-orang yang umurnya sangat panjang pada suatu saat pasti akan menghadapi
kematian. Di samping itu, kehidupan dunia ini sesungguhnya tidaklah
sebagaimana yang tampak. Allah mengungkapkan rahasia ini kepada manusia dalam
beberapa ayat al-Qur’an:
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya
kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau
setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah
berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu
sesungguhnya mengetahui.’ Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada Kami?” (Q.s. al-Mu’minun: 112-15).
“Dan pada hari terjadinya Kiamat,
orang-orang yang berdosa bersumpah bahwa mereka tidak berdiam melainkan sesaat,
seperti itulah mereka selalu dipalingkan dari kebenaran.” (Q.s.
ar-Rum: 55).
Percakapan di atas adalah percakapan
antara orang-orang yang dikumpulkan untuk dihisab. Sebagaimana yang ditunjukkan
dalam percakapan tersebut, setelah mati orang-orang menyadari bahwa
sesungguhnya mereka tinggal di dunia hanya sebentar. Yaitu, waktu yang
tampaknya enam puluh atau tujuh puluh tahun dalam kehidupan dunia ini,
sesungguhnya sama singkatnya dengan satu hari, atau bahkan lebih singkat lagi.
Hal ini bagaikan kisah seseorang yang menganggap bahwa ia telah menghabiskan
beberapa hari, bulan, atau bahkan beberapa tahun dalam mimpinya, tetapi setelah
bangun baru menyadari bahwa mimpi tersebut hanya berlangsung selama beberapa
detik.
Dengan bertafakkur, orang akan dapat
memahami betapa singkatnya dan betapa sementaranya kehidupan dunia ini.
Misalnya, setiap orang membuat rencana yang jelas dan menetapkan beberapa
tujuan dalam hidupnya. Rencana-rencana ini merupakan tujuan yang tidak pernah
berakhir. Antara keduanya saling mengikuti. Demikian pula orang yang baru lulus
dari SLTA, lalu masuk ke Perguruan Tinggi, lalu bekerja di sebuah perusahaan.
Betapapun, semua ini merupakan pengalaman yang bersifat sementara. Ketika
muda, orang hampir-hampir tidak dapat membayangkan ia akan berumur tiga puluh
tahun. Tetapi tahu-tahu ia telah berumur empat puluh tahun.
Singkatnya kehidupan dunia ini merupakan
kepastian dari Allah yang diungkapkan dalam al-Qur’an, yang dapat dipahami oleh
siapa pun sebelum mati. Bagi orang yang memahaminya, betapa bodohnya jika ia
mengabaikan kehidupan yang nyata dan tidak berakhir di akhirat, hanya untuk
mengejar kehidupan yang singkat dan sementara ini. Sebagian di antara
ayat-ayat, yang di dalamnya Allah mengingatkan manusia tentang singkatnya
kehidupan dunia adalah sebagai berikut:
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah kesenangan sementara, dan sesungguhnya akhirat itulah negeri
yang kekal.” (Q.s. Ghafir: 39).
“Sesungguhnya mereka menyukai kehidupan
dunia yang sementara dan mereka tidak mempedulikan hari yang berat.” (Q.s.
al-Insan: 27).
ALLAH MEMASUKKAN
RASA TAKUT KE DALAM HATI ORANG-ORANG KAFIR
Allah menyatakan dalam beberapa ayat
bahwa Dia memasukkan perasaan takut ke dalam hati orang-orang kafir:
“Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para
malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah orang-orang yang
telah beriman.’ Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati
orang-orang kafir.” (Q.s. al-Anfal: 12).
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang
kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran
kali yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar dan mereka pun
yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan)
Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak
mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka;
mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan
orang-orang yang beriman. Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai
orang-orang yang mempunyai pandangan.” (Q.s. al-Hasyr: 2).
Apa yang diceritakan dalam ayat-ayat tersebut
merupakan mukjizat dari Allah. Dengan cara memasukkan perasaan takut ke dalam
hati mereka, Allah menghilangkan kekuatan orang-orang yang menentang
orang-orang beriman dan yang menolak Allah dan agama-Nya. Sangatlah penting
agar orang-orang beriman merenungkan ayat-ayat ini dan mengambil pelajaran
bagi diri mereka. Hal ini karena — sebagaimana disebutkan pada bab-bab
terdahulu — hati kita berada di tangan Allah, dan Allah memasukkan apa saja ke
dalam hati, kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tugas orang-orang beriman
bukanlah berusaha untuk menciptakan pengaruh kepada orang lain, tetapi hanya
supaya ikhlas. Misalnya, seorang beriman memiliki tanggung jawab untuk
mengingatkan seseorang berdasarkan ayat-ayat Allah. Namun, orang itu hanya akan
memperoleh hidayah dari nasihat yang diberikan — betapapun penjelasannya itu
sangat terang — Allah membimbing orang itu ke jalan yang benar. Dengan
penjelasan tersebut, seorang beriman tidak berdaya menghadapi bahaya. Demikian
pula, ia tidak mempunyai kekuatan untuk menjadikan musuh ketakutan. Tetapi
Allah melindungi dan menolong orang-orang beriman yang ikhlas dan dalam
melakukan usahanya hanya untuk mencari ridha Allah. Misalnya, sebagaimana
dikatakan dalam ayat di atas, Dia memasukkan perasaan takut ke dalam hati
musuh, dan menjadikan mereka terjerumus dalam kesulitan mereka sendiri. Dengan
cara inilah Allah memberikan jalan keluar kepada orang-orang yang beriman.
Allah memasukkan berbagai ketakutan ke
dalam hati orang-orang kafir seperti takut mati, takut masa depan, takut
terluka, takut akan bencana, atau takut kehilangan harta. Demikian pula, mereka
takut mati karena tidak mempercayai akhirat dan sangat mencintai dunia.
Meyakini bahwa ia akan lenyap dan kehilangan semua kekayaannya, ketakutan
terhadap mati semakin besar. Pada akhirnya, rasa takut ini berkembang menjadi
sakit.
Allah menceritakan kepada kita bahwa
rasa takut tersebut dimasukkan ke dalam hati orang-orang kafir karena mereka
menyekutukan Allah. Kesudahan orang-orang seperti ini diceritakan dalam
al-Qur’an sebagai berikut:
“Akan Kami masukkan ke dalam hati
orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka menyekutukan Allah dengan
sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat
kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang
yang zalim.” (Q.s. Ali Imran: 151).
HIKMAH DAN
PEMBICARAAN YANG JELAS ADALAH RAHMAT DARI ALLAH
Hikmah dan pembicaraan yang jelas adalah
rahmat dari Allah, sebagaimana yang diceritakan dalam ayat-ayat al-Qur’an sebagai
berikut:
“Allah memberikan hikmah kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa diberi hikmah, sungguh telah diberi
kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal.” (Q.s. al-Baqarah: 269).
“Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami
berikan kepadanya hikmah dan pembicaraan yang jelas.” (Q.s.
Shad: 20).
Hikmah dan kemampuan berbicara yang
jelas adalah karunia yang besar dari Allah. Suatu persoalan dapat dijelaskan
oleh bermacam-macam orang dengan gaya yang berbeda-beda. Namun, gaya yang
paling berpengaruh adalah gaya yang mengesankan dan jelas. Penjelasan seperti
itu dapat menjadikan seseorang memusatkan perhatiannya, membangunkannya dari
kelalaian, mendorongnya untuk berpikir tentang hal-hal yang telah diketahui
tetapi sering dilupakan. Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara yang
jelas tidak perlu berbicara panjang lebar, tetapi cukup menyatakan
pikiran-pikirannya dan pandangan-pandangannya secara singkat, padat, namun
memiliki pengertian yang sangat luas dan mengesankan. Seorang bijak yang menjelaskan
suatu persoalan dengan ikhlas menjadikan penjelasan yang diberikannya menimbulkan
kesan yang lebih kuat bagi orang lain. Satu hal yang patut disebutkan di sini —
bahwa berbicara dengan jelas itu bukan merupakan sebuah bidang yang dapat
dipelajari. Ia tidak memiliki aturan atau teori yang rumit. Ia hanya
memerlukan keikhlasan dan doa untuk meminta rahmat dari Allah. Ketika seseorang
berbicara, Allah memberikan ilham kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Karya agung tentang hikmah dan pembicaraan
yang jelas adalah al-Qur’an , yang merupakan firman Allah secara langsung.
Hikmah ini merupakan sesuatu yang istimewa dari semua kitab yang diturunkan
Allah kepada umat manusia. Hal ini diceritakan dalam ayat berikut ini:
“Dan sesungguhnya telah datang kepada
mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan: itulah suatu hikmah
yang sempurna — tetapi peringatan-peringatan itu tidak berguna.” (Q.s.
al-Qamar: 4-5).
MANUSIA JUGA AKAN DIMINTAI TANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG MEREKA PIKIRKAN DAN
MEREKA NIATKAN
Dalam al-Qur’an, Allah memerintahkan manusia
agar hidup berdasarkan asas-asas agama dengan kerelaan hati dan dengan khusyuk:
“Barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan
kebaikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 184).
“Peliharalah segala shalatmu, dan peliharalah
shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (Q.s.
al-Baqarah: 238).
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Q.s.
an-Nahl: 120).
Sebagaimana terlihat dalam ayat-ayat di
atas, Allah memerintahkan umat manusia agar mengerjakan semua shalatnya dengan
khusyuk. Di samping mengerjakan shalat, puasa, bersedekah, atau amal saleh
lainnya, yang sesungguhnya sangat penting bagi seseorang adalah niatnya. Dalam
al-Qur’an, Allah mengingatkan kita tentang keadaan sebagian orang yang
mengerjakan shalat atau yang menginfakkan hartanya hanya untuk pamer.
Kemungkinan orang seperti ini tidak mengingat Allah, tidak bersikap khusyuk
dan khudhu’ di hadapan Allah dalam shalatnya, tetapi shalatnya hanya bersifat
ritual saja. Mungkin seseorang secara lahiriah tampak melakukan kedermawanan,
menyumbang sekolah, atau membantu orang miskin. Tetapi jika hal itu tidak
dikerjakan untuk mencari ridha Allah, tidak menyadari kelemahannya, tidak
merasa memerlukan Allah, tidak takut terhadap akhirat, amalan-amalan ini tidak
akan diterima Allah. Allah menceritakan kepada kita bahwa darah binatang
kurban tidak sampai kepada-Nya, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah
ketakwaannya:
“Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang
dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.s. al-Hajj:
37).
Di antara kesalahan-kesalahan besar yang
banyak dipercayai adalah bahwa manusia menganggap, mereka hanya akan dimintai
tanggung jawab atas perbuatan mereka. Padahal, Allah memberi tahu kita bahwa
manusia akan dimintai tanggung jawabnya atas niatnya, pikirannya, bahkan apa
yang tersimpan di dalam lubuk hatinya.
“Kepunyaan Allah segala apa yang ada di
langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau
kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.s.
al-Baqarah: 284).
Allah mengetahui apa yang ada dalam hati
seseorang, apa yang ada dalam bawah sadarnya, apa yang dipikirkannya, dan apa
yang tersembunyi dari orang lain. Allah menengahi antara seseorang dan hatinya.
Dengan demikian, manusia tidak mungkin menyembunyikan segala sesuatu dari
Allah. Keraguan apa pun yang terlintas dalam hati, bisikan-bisikan setan,
keimanannya yang sesungguhnya, keimanannya terhadap al-Qur’an, apa saja yang
terlintas dalam hatinya ketika sedang shalat, semuanya diketahui satu per satu
oleh Allah, dan semuanya diingat oleh Allah. Misalnya, Allah mengetahui ketika
seseorang mengerjakan shalat dengan malas, atau ketika pikirannya mengalami
pertentangan. Manusia akan menjumpai semuanya itu pada Hari Akhir.
Membersihkan hati, menjalani hidup berdasarkan agama dan dalam mengamalkannya
tidak hanya bersifat ritual tetapi dengan ikhlas dan penuh kekhusyukan, semua
ini merupakan jalan untuk mencapai keselamatan. Betapa bodohnya mengabaikan
kehidupan yang abadi dan hakiki hanya untuk mengejar kehidupan yang singkat dan
sementara. Di bawah ini diketengahkan beberapa ayat, yang di dalamnya Allah
mengingatkan manusia tentang singkatnya kehidupan di dunia:
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri
yang kekal.” (Q.s. Ghafir: 39).
“Sesungguhnya mereka menyukai kehidupan
dunia dan mereka tidak mempedulikan hari yang berat.” (Q.s.
al-Insan: 27).
ALLAH MEMASUKKAN
RASA CINTA KE DALAM HATI MANUSIA
Dalam beberapa ayat, Allah menyatakan
bahwa Dialah Yang memasukkan perasaan cinta dan kasih sayang ke dalam hati
manusia. Misalnya, Allah telah menyatakan dalam ayat di bawah ini bahwa Dialah
Yang mengumpulkan orang-orang beriman dan menyatukan hati mereka sebagai
saudara:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.” (Q.s. Ali Imran: 103).
Dalam ayat lainnya, Allah memberi tahu
kita bahwa Dialah Yang memberikan kepada orang-orang beriman perasaan belas
kasihan.
“Dan Kami berikan kepadanya hikmah
selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi
Kami dan kesucian. Dan ia adalah seorang yang bertakwa.” (Q.s.
Maryam: 12-3).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati)
mereka rasa kasih sayang.” (Q.s. Maryam: 96).
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.s. ar-Rum:
21).
Allah juga menyatakan bahwa Dia akan
memasukkan perasaan kasih sayang di antara orang-orang yang beriman dan
orang-orang yang memusuhi mereka. Telah jelas bahwa Allahlah yang mengendalikan
semua hati – baik orang-orang yang beriman maupun yang tidak beriman.
“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih
sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah
adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s.
al-Mumtahanah: 7).
KEMATIAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN KAFIR TIDAK AKAN SAMA
Dalam al-Qur’an, Allah mengungkapkan
suatu rahasia tentang kematian, yang tidak diketahui oleh banyak orang — bahwa
saat kematian yang dialami oleh seseorang sesungguhnya tidaklah sebagaimana
yang dilihat orang lain. Allah menceritakan kepada kita dalam al-Qur’an, sebagai
berikut:
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di
kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” (Q.s. al-Waqi‘ah: 83-5).
Rahasia lain yang diungkapkan Allah tentang
kematian adalah bahwa saat kematian itu bagi orang-orang kafir merupakan pengalaman
yang mengerikan dan menyengsarakan. Tetapi orang-orang di sekitarnya tidak
dapat menyaksikan kengerian itu. Allah menyatakan kenyataan ini dalam
ayat-Nya sebagai berikut:
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada
orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata, ‘Telah diwahyukan
kepada saya,’ padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang
yang berkata, ‘Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.’
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim
berada dalam tekanan-tekanan sakaratul-maut, sedang para malaikat memukul
dengan tangannya, sambil berkata, ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Di hari ini kamu
dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan
terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan
diri terhadap ayat-ayat-Nya. (Q.s. al-An‘am: 93).
“Dan janganlah harta benda dan
anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab
mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka,
dalam keadaan kafir.” (Q.s. at-Taubah: 9).
Berdasarkan rahasia yang diungkapkan
dalam al-Qur’an, seorang kafir tampaknya saja mati dalam keadaan tenang di
tempat tidurnya. Kelihatannya bagi orang-orang yang ada di sekitarnya ia sama
sekali tidak mengalami kesakitan atau penderitaan pada saat kematiannya,
kecuali matanya hanya tertutup. Namun, Allah memberi tahu kita bahwa seorang
kafir merasakan penderitaan yang dahsyat yang tidak dapat kita saksikan.
Bagaimana para malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir dijelaskan dalam
al-Qur’an sebagai berikut:
“Bagaimanakah apabila malaikat mencabut
nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu
adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan
Allah dan (karena) mereka membenci apa yang diridhai-Nya; sebab itu Allah menghapus
amal-amal mereka.” (Q.s. Muhammad: 27-8).
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat
mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka mereka dan belakang
mereka, ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar. Demikian itu disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak
menganiaya hamba-Nya’.” (Q.s. al-Anfal: 50-1).
Sebagai kebalikan dari kematian yang
menyengsarakan yang dialami orang-orang kafir, orang-orang beriman mengalami
kematian dengan sangat mudah. Misalnya, seorang beriman yang berperang di
medan peperangan di dekat nabi, kemudian ditikam dengan pedang, ia terbebas
dari semua rasa takut, ia mengalami saat kematian yang damai. Sebagaimana
diberitakan oleh Allah dalam ayat tersebut, nyawa orang-orang yang beriman
akan dicabut dalam keadaan suci dan mereka akan disambut oleh malaikat dengan
salam dan berita gembira. Allah menjelaskan kematian orang-orang beriman
sebagai berikut:
“Orang-orang yang diwafatkan dalam
keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan, ‘Salaamun’alaikum, masuklah
kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan’.” (Q.s.
an-Nahl: 32).
SHALAT MENJAUHKAN MANUSIA DARI
PERBUATAN JAHAT
Shalat diperintahkan kepada orang-orang
beriman pada saat-saat yang telah ditetapkan setiap hari, sebagaimana telah
dijelaskan dalam al-Qur’an. Allah menjanjikan pahala bagi orang-orang yang
benar-benar menjaga shalatnya dan yang istiqamah dalam mengerjakannya. Pahala
lain yang akan diberikan kepada orang-orang yang mengerjakan shalat dijelaskan
dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an ) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. al-‘Ankabut: 45).
Sebagaimana dinyatakan Allah dalam ayat
di atas, orang-orang yang mengerjakan shalat dijauhkan dari perbuatan keji dan
mungkar. Allah akan menolong untuk menjauhkannya dari perbuatan jahat.
Orang yang benar-benar menjaga dan
mengerjakan shalat sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an adalah orang yang
bertakwa kepada Allah. Orang yang berdiri, ruku’, dan sujud di hadapan Allah
pada waktu-waktu tertentu setiap hari pasti akan dijauhkan dari perbuatan
jahat, dan ia akan sangat takut kepada Allah. Hati nurani orang-orang seperti
itu, dengan kehendak Allah, akan senantiasa dijauhkan dari perbuatan keji dan
mungkar. Sekalipun mereka melakukan kemungkaran untuk sementara waktu, mereka
akan menyadari kesalahan mereka pada saat berdoa dan bertafakkur di hadapan
Allah Yang Mahakuasa. Kemudian mereka akan bertobat dan menjauhi kemungkaran
tersebut pada masa berikutnya.
ORANG-ORANG YANG
TERBUNUH DI JALAN ALLAH TIDAKLAH MATI
Allah telah mengungkapkan dalam al-Qur’an,
bahwa orang-orang yang meninggal di jalan-Nya sesungguhnya tidaklah “mati”,
tetapi hidup di sisi-Nya. Keadaan mereka ini diungkapkan dalam ayat-ayat
sebagai berikut:
“Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan
karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bersenang hati
terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka,
bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati. Mereka bersenang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah,
dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (Q.s.
Ali Imran: 169-71).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan mereka itu hidup tetapi
kamu tidak menyadarinya.” (Q.s. al-Baqarah: 154).
Bahwa Allah akan menyempurnakan rahmat
bagi orang-orang yang syahid dan bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga
merupakan rahasia Allah lainnya yang diungkapkan dalam al-Qur’an.
“Dan orang-orang yang gugur di jalan
Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan
kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam
surga yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka.” (Q.s.
Muhammad: 4-6).
“Maka Tuhan mereka mengabulkan permohonan
mereka, ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, sebagian kamu adalah turunan dari
sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh,
pastilah akan Aku hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan
mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala
di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik’.” (Q.s.
Ali Imran: 195).
“Dan orang-orang yang berhijrah di
jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan
memberikan kepada mereka rezeki yang baik. Dan sesungguhnya Allah adalah
sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke
dalam suatu tempat yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Q.s. al-Hajj: 58-9).
Kenyataan yang diungkapkan dalam
ayat-ayat di atas tentang orang-orang yang gugur di jalan Allah adalah di
antara rahasia-rahasia dalam al-Qur’an, yang pada umumnya tidak diketahui orang
banyak.
ALLAH PEMBERI KEMULIAAN
Banyak orang yang tidak mempercayai
akhirat, sehingga berlomba mencari kekuasaan, kekuatan, dan kehebatan di
dunia, mereka menganggap bahwa kehidupan itu hanyalah kehidupan dunia.
Sepanjang hidup mereka, mereka berusaha dengan tamak untuk mencapai tujuan ini.
Mereka memiliki nilai dan patokan tersendiri tentang kekuasaan, kekuatan, dan
kemuliaan. Menurut kriteria mereka, orang perlu kaya, memiliki peran penting
dalam masyarakat, dan kemasyhuran. Seandainya mereka tidak memiliki salah satu
di antara kriteria tersebut, mereka menganggap bahwa mereka tidak memiliki
harga diri, kemuliaan, dan gengsi. Padahal itu merupakan pandangan yang salah.
Kesalahan ini dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan mereka telah mengambil
sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung
bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan
mengingkari penyembahan terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi
musuh bagi mereka.” (Q.s. Maryam: 81-2).
Satu-satunya pemiliki kekuatan dan kekuasaan
adalah Allah, dan Dialah yang memberikan kekuatan dan kekuasaan kepada siapa
saja yang dikehendaki-Nya. Dengan demikian, orang-orang yang menggunakan asbab
lain untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan selain dari berdoa kepada Allah
sesungguhnya telah menyekutukan-Nya. Hal ini karena kekayaan, prestise,
atau kedudukan tidak dapat memberikan kekuatan kepada seseorang. Di samping
itu, bagi Allah hanya memerlukan waktu sedetik saja untuk mencabut kekuasaan
itu dari seseorang. Misalnya, seorang top-eksekutif bisa saja kehilangan
seluruh kekayaannya, kehormatannya, dan kedudukannya dalam sesaat, karena
satu-satunya pemilik yang hakiki dari segala sesuatu adalah Allah.
Allah mengaruniakan kekuatan dan kemuliaan
kepada hamba-hamba-Nya yang dekat dengan-Nya, yang dengan sepenuh hati mengabdi
kepada-Nya, dan yang mengikuti al-Qur’an. Seseorang yang hidup berdasarkan
al-Qur’an tidak pernah melakukan apa pun yang dapat membawa kepada kehinaan,
penyesalan, atau malu di hadapan Tuhan. Orang-orang yang benar-benar beriman
tidak takut kepada siapa pun dan kekuasaan mana pun, dan tidak pernah menjilat
siapa pun. Yang mereka inginkan hanyalah memperoleh ridha Allah dan hanya takut
kepada Allah. Itulah sebabnya mereka tidak merasa lemah dan tidak pernah merasa
kekurangan. Meskipun mereka tidak memiliki harta benda, kekayaan, jabatan,
atau prestise, Allah memberikan kepada mereka kekuatan dan kemuliaan.
Orang-orang seperti itu memiliki ketinggian dan kemuliaan karena iman mereka,
dan mereka hidup berdasarkan ajaran al-Qur’an. Tentang hal ini, Allah
menyatakan sebagai berikut:
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi
Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik
itu tidak mengetahui.” (Q.s. al-Munafiqun: 8).
RAHASIA MENCARI JALAN YANG BENAR
Hampir setiap orang memiliki kriteria
sendiri-sendiri tentang yang benar dan yang salah. Kriteria yang digunakan
untuk menetapkan yang benar dan yang salah ini sangat berbeda-beda. Sebuah
buku, seseorang, seorang politisi, atau kadang-kadang seorang filsuf,
barangkali dijadikan pembimbing dalam kehidupan seseorang. Namun demikian,
jalan yang benar, sebagai satu-satunya jalan yang menuju kepada keselamatan,
adalah agama yang telah dipilihkan oleh Allah. Menurut jalan ini, tujuan
utamanya adalah untuk mencari keridhaan, rahmat, dan surga Allah. Sedangkan
jalan-jalan lainnya, betapapun menariknya jalan itu kelihatannya, hanyalah
menipu dan menjerumuskan kepada kehancuran, keputusasaan, penderitaan, dan
siksa yang pedih, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang-orang yang dibimbing ke jalan yang
benar merupakan rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Mereka adalah
hamba-hamba yang dibimbing Allah kepada jalan-Nya dan yang memperoleh
surga-Nya.
Beriman dengan
Penuh Keyakinan
Sebelum yang lain-lainnya, orang perlu
memiliki iman agar dapat memperoleh bimbingan kepada jalan yang lurus. Jika
seseorang meyakini bahwa pemilik dan Pencipta langit dan bumi dan segala
sesuatu di antara langit dan bumi itu adalah Allah, dan ia merasa yakin bahwa
tujuan keberadaannya di dunia adalah untuk menjadi hamba Allah, dan ia mencari
ridha Allah dalam seluruh kehidupannya, maka Allah akan membimbingnya ke jalan
yang lurus. Beriman kepada Allah, akhirat, dan al-Qur’an haruslah merupakan
iman yang teguh dan yakin. Meskipun sebagian orang mengatakan bahwa mereka
adalah orang-orang yang beriman, tetapi mereka menyimpan keraguan. Ketika
mereka berkumpul dengan orang-orang kafir dan berada di bawah pengaruh
mereka, orang-orang seperti itu kemungkinan menampakkan kelemahan dan bersikap
memusuhi terhadap Allah dan agama-Nya. Akan tetapi, orang-orang yang dibimbing
Allah kepada jalan yang lurus memiliki iman yang teguh dan tidak tergoyahkan:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi
ilmu meyakini bahwa al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman
dan hati mereka tunduk kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi
Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Q.s.
al-Hajj: 54).
Berpaling kepada Allah dengan
Penyerahan yang Sempurna
Orang-orang beriman yang berpaling
kepada Allah dengan penyerahan yang sempurna merupakan rahasia lain dalam
memperoleh petunjuk ke jalan yang lurus. Bagi orang yang beriman kepada Allah
dan takut akan akhirat, dunia ini tidaklah menarik baginya.
Karena yang didambakannya hanya mencari
ridha Allah, orang-orang yang benar-benar beriman berpaling kepada Allah dalam
semua perbuatan mereka, dan mereka mengetahui bahwa Allah menguji mereka,
mereka berserah diri kepada Allah atas takdir mereka yang telah ditetapkan
Allah. Allah telah memberi tahu bahwa orang-orang yang berserah diri
kepada-Nya akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus:
“Dan bagaimanakah kamu menjadi kafir,
padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah
kamu? Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.s. Ali Imran: 101).
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang
agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya
dan memberi petunjuk kepada-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (Q.s.
asy-Syura: 13).
Mengikuti Nasihat yang Diberikan
Perintah Allah lainnya kepada
hamba-hamba-Nya yang menginginkan petunjuk kepada jalan yang lurus adalah
sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan
pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih
baik bagi mereka dan lebih menguatkan mereka. Dan kalau demikian, pasti Kami
berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami
tunjukkan mereka ke jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 66-8).
Orang-orang beriman yang bertakwa kepada
Allah berusaha untuk membersihkan diri mereka dari kesalahan dan berusaha untuk
memperoleh kesempurnaan akhlak yang menjadikan Allah ridha kepadanya. Namun,
orang perlu bersikap rendah hati agar kesalahan-kesalahannya diampuni dan agar
memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus. Orang yang rendah hati yang
berusaha untuk membersihkan dirinya, pertama-tama akan bersungguh-sungguh
mengikuti perintah-perintah Allah. Di samping itu, orang-orang beriman yang
ikhlas saling menjadi teman dan pelindung bagi orang lain. Mereka memerintahkan
yang benar dan melarang yang mungkar. Dengan demikian, karena mengetahui bahwa
peringatan seorang yang beriman itu sangat penting bagi penghisaban seseorang
di akhirat, maka orang-orang yang beriman juga harus saling mau menerima
nasihat. Orang yang mau mengikuti nasihat yang baik akan memperoleh petunjuk
kepada jalan yang lurus. Allah memberikan kabar gembira kepada hamba-hamba-Nya
yang menjauhi bujukan setan dan menaati orang-orang yang menyeru kepada
al-Qur’an dan perintah-perintah-Nya:
“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut
tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab
itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai
akal.” (Q.s. az-Zumar: 17-8).
NAFSU MANUSIA MEMERINTAHKAN
PERBUATAN FASIK
Nafsu manusia merupakan kekuatan dari
dalam yang mendorong dan mengetahui kefasikan dan cara menjauhinya. Dengan kata
lain, ia merupakan nafsu yang mengilhamkan kefasikan dan kejahatan. Allah
menceritakan dua sifat nafsu ini dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Dan nafsu serta penyempurnaannya, maka
Allah mengilhamkan kepada nafsu itu kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan nafsu itu.” (Q.s.
asy-Syams: 7-9).
Nafsu disebutkan dalam ayat tersebut
sebagai sumber semua keburukan dan kesalahan bagi manusia. Karena memiliki
sifat seperti itu, nafsu merupakan salah satu di antara musuh manusia yang
sangat berbahaya. Nafsu itu bersifat sombong dan mementingkan diri sendiri;
ia selalu ingin memuaskan kehendaknya dan kesombongannya. Ia hanya
memperhatikan kebutuhannya sendiri, kepentingannya sendiri, dan hanya
mencari kesenangan. Ia berusaha melakukan apa saja untuk memperdayakan manusia,
karena nafsu selalu tidak mungkin dapat memenuhi keinginannya melalui cara
yang benar. Ucapan Nabi Yusuf menjelaskan keadaan ini dalam al-Qur’an, sebagai
berikut:
“Dan aku tidak membebaskan diriku dari
kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Yusuf: 53).
Bahwa nafsu seseorang dengan kuat mengilhamkan
perbuatan fasik dan jahat merupakan rahasia penting yang diungkapkan kepada
orang-orang beriman, dan takut kepada Allah. Dengan diungkapkannya rahasia ini,
mereka dapat mengetahui bahwa nafsu tidak pernah berhenti bekerja, sekalipun
hanya sedetik. Melalui godaan, ia selalu berusaha menjerumuskan manusia dari
jalan Allah. Berdasarkan rahasia ini, nafsu tidak akan pernah diam; ia akan
selalu membenarkan perbuatannya dalam keadaan apa saja, ia akan selalu
mencintai dirinya sendiri melebihi yang lain, ia semakin sombong, menginginkan
benda apa saja dan menginginkan kenikmatan. Pendek kata, ia berusaha dengan
cara apa saja agar seseorang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
hal-hal yang diridhai Allah.
Sesungguhnya, perilaku dan perbuatan
orang-orang kafir yang tidak sesuai dengan ajaran al-Qur’an sepenuhnya
dibentuk oleh nafsu mereka. Karena tidak takut kepada Allah, orang-orang kafir
tidak memiliki kehendak untuk mengikuti hati nurani mereka, tetapi lebih
cenderung untuk mengikuti nafsu mereka. Percekcokan, konflik kepentingan, dan
ketidakbahagiaan yang melanda masyarakat dan agama diabaikan, berakar dari
individu-individu yang terjerat oleh nafsu mereka dan kepentingan diri mereka,
sehingga akibatnya, mereka kehilangan sifat-sifat manusia seperti kasih
sayang, saling menghormati, dan pengorbanan.
Itulah sebabnya mengapa rahasia yang
diungkapkan oleh Allah ini sangat penting. Jika seseorang mencamkan rahasia ini
dalam hatinya, ia dapat mewaspadai nafsu dan melakukan perbuatan yang benar.
Nafsu dapat ditundukkan dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa
yang diperintahkan. Misalnya, ketika nafsu memerintahkan untuk
bermalas-malas, kita harus bekerja lebih keras. Ketika nafsu memerintahkan
untuk mementingkan diri sendiri, kita harus lebih banyak berkorban. Ketika
nafsu memerintahkan untuk berbuat kikir, kita harus menjadi lebih dermawan.
Di samping sisi nafsu yang jahat, dari
surat asy-Syams kita mengetahui bahwa Allah juga mengilhamkan kepada nafsu hati
nurani yang menjadikan seseorang dapat mengendalikan nafsunya agar tidak
memuaskan keinginannya yang rendah. Yaitu, di samping nafsu itu mendordong
kepada kefasikan, ia juga mendorong kepada kebajikan. Setiap orang mengetahui
akan bisikan ini dan dapat mengenali perbuatan fasik dan perbuatan baik.
Namun, hanya orang-orang yang takut kepada Allah yang dapat mengikuti hati
nurani mereka.
RAHASIA KEMAKMURAN
DAN KEKAYAAN YANG DIBERIKAN KEPADA MANUSIA
Seluruh alam raya ini adalah milik
Allah, dan Dia memberikan apa saja yang Dia kehendaki kepada siapa saja yang
Dia kehendaki. Allahlah yang memberi rezeki kepada manusia, Dialah yang
menjadikan mereka kaya, dan Dialah yang memberi panen yang berlimpah kepada
mereka. Sebagaimana Allah menyatakan dalam sebuah ayat, Allah meluaskan rezeki
kepada hamba-hamba-Nya menurut kehendak-Nya, dan Dialah juga yang menyempitkan
rezeki tersebut. Dia melakukan ini untuk alasan tertentu dan karena hikmah
tertentu. Baik orang-orang yang rezekinya diluaskan maupun yang rezekinya
disempitkan, pada hakikatnya merupakan ujian dari Allah. Orang-orang yang tidak
menjadi sombong dan boros karena apa yang telah diberikan kepada mereka, tetapi
bersyukur kepada Allah atas segala sesuatu yang dikaruniakan kepada mereka,
orang-orang yang bertawakal kepada Allah dan tetap bersabar ketika harta mereka
disempitkan, mereka adalah hamba-hamba yang diridhai Allah. Ucapan Nabi
Sulaiman yang diketengahkan dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa nikmat dari Allah
yang dikaruniakan kepada manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari ujian:
“Seorang yang mempunyai ilmu dari
al-Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip.’ Maka ketika Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, ia pun berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku
apakah aku bersyukur atau ingkar. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar,
maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia’.” (Q.s.
an-Naml: 40).
Ucapan Nabi Sulaiman yang menyatakan,
“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
ingkar,” menjelaskan salah satu alasan mengapa orang-orang diberi harta.
Apa yang Allah nyatakan sebagai “kesenangan
dunia” dalam al-Qur’an — termasuk harta benda, anak-anak, istri, sanak
keluarga, kedudukan, kehormatan, kecerdasan, kecantikan atau ketampanan,
kesehatan, perdagangan yang menguntungkan, keberhasilan, pendek kata segala
sesuatu yang diberikan tersebut merupakan ujian bagi manusia.
Rahasia Kemakmuran yang Diberikan
kepada Orang-orang Kafir
Banyak manusia di dunia ini, meskipun
tidak beriman kepada Allah, mereka menikmati umur yang panjang, memiliki
kekayaan yang tak terhitung banyaknya, memiliki kebun yang berbuah dan
anak-anak yang sehat. Orang-orang seperti ini bukannya mencari keridhaan
Allah, tetapi semua karunia yang dinikmatinya tersebut justru menjauhkan
dirinya dari Allah. Orang-orang seperti ini, yang menjalani kehidupannya yang
panjang dengan mendurhakai Allah dan yang melakukan dosa semakin banyak hari
demi hari, menganggap bahwa apa yang mereka miliki itu merupakan kebaikan bagi
mereka. Namun, al-Qur’an mengingatkan kita tentang rahasia lain dan tujuan
Allah di balik nikmat dan waktu yang diberikan kepada mereka:
“Dan janganlah harta benda dan
anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab
mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka,
dalam keadaan kafir.” (Q.s. at-Taubah: 85).
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang
kafir menyangka bahwa Kami menangguhkan mereka itu lebih baik bagi mereka.
Sesungguhnya Kami menangguhkan mereka hanyalah supaya bertambah dosa mereka, dan
bagi mereka azab yang menghinakan.” (Q.s. Ali Imran: 178).
“Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya
sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami
berikan kepada mereka itu Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada
mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Q.s.
al-Mu’minun: 54-6).
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut,
apa yang dimiliki orang-orang tersebut sesungguhnya bukanlah merupakan kebaikan
bagi mereka. Waktu yang diberikan kepada mereka hanyalah untuk menambah dosa
mereka. Ketika waktu yang diberikan kepada mereka sudah habis; kekayaan mereka,
anak-anak mereka, atau kedudukan mereka, tidak dapat menyelamatkan mereka dari
siksa yang pedih. Sesungguhnya, Allah telah menceritakan keadaan umat-umat
terdahulu yang hidup dengan kekayaannya dan harta yang melimpah, namun mereka
ditimpa azab yang pedih:
“Berapa banyak umat yang telah Kami
binasakan sebelum mereka , sedang mereka lebih bagus alat rumah tangganya dan
lebih sedap dipandang mata.” (Q.s. Maryam: 74).
Ayat berikut ini menjelaskan alasan mengapa
orang-orang tersebut diberi perpanjangan waktu:
“Katakanlah, ‘Barangsiapa yang berada
di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo
baginya; sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya,
baik siksa maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek
kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya?” (Q.s.
Maryam: 75).
Allah adalah Mahaadil dan Maha Penyayang.
Dia menciptakan segala sesuatu dengan kebijaksanaan dan kebaikan, dan setiap
orang akan dibalas sepenuhnya atas apa yang mereka kerjakan. Menyadari hal ini,
orang-orang yang beriman melihat berbagai peristiwa dengan maksud untuk melihat
kebijaksanaan dan kebaikan yang diciptakan Allah dalam setiap peristiwa. Jika
tidak, orang-orang akan menjalani hidupnya dengan tertipu dan jauh dari
kenyataan.
RAHASIA MENGAPA
ALLAH TIDAK SEGERA MENYIKSA ORANG-ORANG KAFIR
Salah satu rahasia yang diungkapkan
dalam al-Qur’an adalah bahwa manusia tidak segera dibalas atas perbuatan buruk
yang mereka lakukan, tetapi siksa tersebut ditangguhkan hingga waktu tertentu.
Hal ini dikemukakan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa
manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas
permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan
mereka, sampai waktu tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Q.s.
Fathir: 45).
“Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun
lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu
Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang
tertentu yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung
daripadanya.” (Q.s. al-Kahfi: 58).
Bahwa banyak orang yang tidak segera
dibalas atas perbuatan buruk mereka menyebabkan mereka beranggapan bahwa
mereka tidak akan pernah diminta tanggung jawab atas perbuatan jahat mereka.
Anggapan ini menyebabkan mereka tidak mau bertobat, merasa menyesal, dan
memperbaiki kesalahan mereka. Di samping itu, hal tersebut semakin menambah
keangkuhan mereka. Karena terjauh dari hikmah, mereka tidak dapat melihat
bahwa apa yang mereka lakukan itu akan menyebabkan datangnya azab, bahkan azab
tersebut semakin berat di akhirat kelak. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan
sebagai berikut:
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang
kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik
bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya
bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Q.s.
Ali Imran: 178).
Inilah penangguhan yang diberikan Allah
untuk menguji manusia. Namun, tentu saja ada waktu yang telah ditetapkan Allah
sehingga setiap orang akan dibalas atas apa yang mereka perbuat. Ketika waktu
yang ditetapkan ini tiba, maka waktu tersebut tidak dapat ditunda atau
dipercepat, meskipun hanya sesaat. Allah memberi tahu kita bahwa setiap orang
pasti akan memperoleh balasan:
“Dan sekiranya tidak ada suatu
ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah
ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka.” (Q.s. Thaha:
129).
“Dan Aku tangguhkan mereka. Sesungguhnya
rencana-Ku amat teguh.” (Q.s. al-A‘raf: 183).
KESIMPULAN
Setiap orang yang membaca al-Qur’an
kemudian dicamkan dalam hati dan jiwanya, yang memikirkan tentang kehidupan,
berbagai peristiwa, dan orang-orang di sekitarnya dengan sikap seorang yang
beriman, dan yang menganggap Allah sebagai satu-satunya penolong dapat melihat
rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Tidak ada satu peristiwa pun,
yang penting dan yang remeh, terjadi begitu saja; tak ada sesuatu pun yang
terjadi secara kebetulan. Di balik sebuah rahasia terdapat tujuan yang baik,
dan hikmah yang diciptakan oleh Allah. Jika manusia berbuat dengan ikhlas dan
selalu berpaling kepada Allah, maka mereka dapat mengetahui rahasia-rahasia ini
dan hikmah di balik rahasia-rahasia tersebut.
Orang yang dapat memahami rahasia-rahasia
al-Qur’an dan memperhatikan rahasia-rahasia dalam kehidupan ini semakin dekat
kepada Allah dan hubungan dengan-Nya akan semakin kokoh. Orang-orang seperti
ini semakin mengenal Rabbnya, Pencipta langit dan bumi dan akan semakin
memahami kekuasaan-Nya, hikmah-Nya, dan ilmu-Nya. Mereka menyadari bahwa tidak
ada penolong atau pelindung selain Allah. Mereka merasa bergembira ketika
melihat dan memahami hikmah dan rahasia yang diciptakan Allah setiap saat.
Allah menyingkapkan lebih banyak rahasia-rahasia ciptaan-Nya kepada orang-orang
seperti itu. Sekalipun kehidupan orang seperti itu tampaknya biasa-biasa saja
bagi orang lain, namun sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu yang luar biasa
kepada orang tersebut setiap saat. Allah akan menunjukkan hal ini kepada
setiap orang yang dengan ikhlas ingin memahami hikmah dan rahasia dalam
ciptaan-Nya.
Allah menyatakan dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya (dalam al-Qur’an)
terdapat peringatan yang jelas bagi orang-orang yang menyembah.” (Q.s.
al-Anbiya’: 106).
KEPALSUAN TEORI EVOLUSI
Setiap bagian di alam semesta ini menunjukkan
adanya penciptaan yang luar biasa. Sebaliknya, faham materialisme, yang berusaha
menolak fakta tentang penciptaan alam semesta, tidak lain hanyalah merupakan
faham palsu yang tidak ilmiah.
Jika faham materialisme telah tumbang,
maka semua faham lainnya yang berdasarkan pada filsafat ini juga tidak memiliki
landasan. Hampir semua penganut faham ini adalah penganut Darwinisme, yakni
teori evolusi. Teori ini, yang berpendirian bahwa kehidupan berasal dari benda
mati, yang terjadi secara kebetulan, telah ditumbangkan oleh kenyataan bahwa
alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross,
menyatakan sebagai berikut:
Atheisme,
Darwinisme, dan pada dasarnya semua “isme” yang muncul dari filsafat abad
kedelapan belas hingga abad kedua puluh, yang dibangun berdasarkan asumsi,
yakni asumsi yang tidak benar, bahwa alam semesta ini tak terbatas. Keajaiban
alam semesta telah membawa kita berhadapan dengan sebab atau penyebab utama di
balik/ di belakang/ di hadapan alam semesta dan semua isinya, termasuk
kehidupan itu sendiri.1
Allah-lah yang menciptakan alam semesta
dan Yang merancangnya hingga ke bagian-bagiannya yang terkecil. Dengan demikian
teori evolusi yang menyatakan bahwa makhluk hidup itu tidak diciptakan oleh
Allah, tetapi terjadi secara kebetulan, adalah teori yang sama sekali tidak
benar.
Tidak heran jika kita memperhatikan
teori evolusi, maka kita akan melihat bahwa teori ini dikecam oleh penemuan
ilmiah. Rancangan kehidupan ini sangatlah kompleks dan menakjubkan. Di dunia
makhluk tak bernyawa misalnya, kita dapat melihat betapa luar biasanya
keseimbangan pada atom-atom. Belum lagi pada dunia makhluk bernyawa, kita dapat
melihat betapa kompleksnya rancangan dari kumpulan atom, dan betapa luar
biasanya cara kerja dan struktur seperti protein, enzim, dan sel, yang
diciptakan di dalamnya.
Rancangan yang luar biasa dalam kehidupan
ini menumbangkan Darwinisme pada akhir abad kedua puluh.
Kita telah membicarakan dengan sangat
detail masalah ini dalam beberapa kajian kami lainnya, dan kami akan terus
melakukannya. Namun mengingat pentingnya persoalan ini, tentunya akan
bermanfaat jika pada kesempatan ini diketengahkan ringkasannya.
Ilmu Pengetahuan Menumbangkan Darwinisme
Meskipun doktrin ini berasal dari zaman
Yunani kuno, teori evolusi dikembangkan secara luas pada abad ke-19.
Perkembangan terpenting yang menjadikan teori ini menjadi topik terbesar dalam
dunia sains adalah buku karya Charles Darwin yang berjudul The Origin of
Species, yang diterbitkan pada tahun 1859. Dalam buku ini, Darwin menolak
bahwa berbagai spesies yang hidup di bumi, masing-masing diciptakan oleh Tuhan.
Menurut Darwin, semua makhluk hidup memiliki nenek moyang yang sama dan makhluk-makhluk
tersebut kemudian menjadi beraneka ragam dengan berjalannya waktu melalui
perubahan-perubahan kecil.
Teori Darwin tidak berdasarkan pada
pembuktian ilmiah yang kongkret; sebagaimana yang diakuinya sendiri, tetapi
hanya berupa “asumsi”. Tambahan pula, sebagaimana pengakuan Darwin dalam bab
panjang dari bukunya yang berudul Difficulties of the Theory, teori
tersebut tidak mampu menghadapi berbagai pertanyaan penting.
Darwin menumpukan semua harapannya pada
penemuan-penemuan ilmiah baru, yang ia harapkan dapat memberikan pemecahan atas
Difficulties of the Theory. Namun, berlawanan dengan harapannya,
pembuktian ilmiah justru semakin memperluas dimensi dari kesulitan-kesulitan
ini.
Kekalahan Darwinisme atas ilmu pengetahuan
dapat disimpulkan menjadi tiga topik dasar:
1)
Teori tersebut sama sekali tidak menjelaskan tentang bagaimana asal mula
kehidupan di bumi.
2)
Tidak ada pembuktian ilmiah yang menunjukkan bahwa “mekanisme evolusioner”
yang diajukan dalam teori tersebut memiliki kekuatan untuk berkembang.
3)
Apa yang dikemukakan dalam teori evolusi tersebut sama sekali bertolak belakang
dengan Catatan fosil.
Dalam bagian ini, kita akan mengkaji
tiga poin dasar tersebut secara garis besar:
Langkah Pertama yang Tidak Dapat Diatasi:
Asal-usul Kehidupan
Teori evolusi berpendirian bahwa semua
spesies hidup berasal dari satu sel hidup tunggal yang muncul di bumi 3.8
milyar tahun yang lalu. Bagaimanakah sebuah sel tunggal dapat menghasilkan
jutaan spesies hidup yang kompleks, dan jika evolusi semacam itu benar-benar
terjadi, mengapa jejak-jejaknya tidak dapat dilihat pada catatan fosil, itu
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh teori evolusi.
Namun, yang pertama dan utama, dari langkah pertama yang dinyatakan oleh proses
evolusioner tersebut muncul pertanyaan: Bagaimanakah asal mula terjadinya “sel
pertama” tersebut?
Karena teori evolusi menolak penciptaan
dan tidak menerima campur tangan supernatural dalam bentuk apa pun, maka ia
berpendirian bahwa “sel pertama” muncul secara kebetulan berdasarkan hukum
alam, tanpa ada rancangan atau perencanaan. Menurut teori ini, materi tak
bernyawa menghasilkan sel bernyawa sebagai akibat dari munculnya sel pertama
secara kebetulan tersebut. Namun, pernyataan ini bahkan tidak sesuai dengan
hukum biologi yang paling tidak terbantahkan.
Kehidupan Berasal dari Kehidupan
Dalam bukunya, Darwin tidak pernah menyebut
asal-usul kehidupan. Pemahaman kuno tentang ilmu pengetahuan pada zamannya
berangkat dari asumsi bahwa makhluk hidup memiliki struktur yang sangat sederhana.
Semenjak zaman pertengahan, generasi spontan, yakni teori yang menyatakan bahwa
materi tak bernyawa muncul untuk membentuk organisme hidup diterima secara
luas. Pada umumnya diyakini bahwa serangga terjadi dari sisa-sisa makanan, dan
tikus berasal dari gandum. Berbagai eksperimen yang menarik dilakukan untuk
membuktikan teori ini. Beberapa gandum diletakkan pada sebidang kain kotor,
kemudian diyakini bahwa setelah beberapa saat tikus akan muncul darinya.
Demikian pula, ulat yang muncul dalam
daging dianggap sebagai bukti dari teori tentang generasi spontan. Namun, tidak
lama kemudian diketahuilah bahwa ulat tidak muncul dari daging secara spontan,
tetapi dibawa oleh lalat dalam bentuk larva, yang tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang.
Bahkan pada periode ketika Darwin menulis
The Origin of Species, keyakinan bahwa bakteri dapat terwujud dari materi
tak bernyawa diterima secara luas dalam dunia ilmu pengetahuan.
Namun, lima tahun setelah buku Darwin
diterbitkan, penemuan Louis Pasteur mematahkan keyakinan ini, yang merupakan
landasan evolusi. Setelah melakukan penelitian dan eksperimen yang melelahkan,
Pasteur menyimpulkan secara ringkas, “Pernyataan bahwa materi tak bernyawa
dapat memunculkan kehidupan telah dikubur dalam sejarah untuk selamanya.”2
Para pendukung teori evolusi menolak
penemuan Pasteur dalam waktu yang lama. Namun, ketika perkembangan ilmu pengetahuan
berhasil menjelaskan tentang struktur sel dari makhluk hidup yang kompleks,
gagasan bahwa kehidupan dapat muncul secara kebetulan bahkan semakin menghadapi
kebuntuan yang lebih besar.
Usaha-usaha yang Tidak Pernah Menghasilkan
Kesimpulan pada Abad Ke-20
Ahli evolusi pertama yang menggeluti
masalah asal-usul kehidupan pada abad ke-20 adalah ahli biologi Rusia terkenal,
Alexander Oparin. Dengan berbagai tesisnya yang ia ajukan pada tahun 1930-an,
ia berusaha membuktikan bahwa sel dari sebuah makhluk hidup dapat terjadi
secara kebetulan. Namun, penelitian ini ternyata mengalami kegagalan, dan
Oparin harus membuat pengakuan sebagai berikut:
Sayang, asal-usul sel tetap menjadi
tanda tanya, yang sesungguhnya merupakan titik paling gelap dari seluruh teori
evolusi.3
Para penganut teori evolusi Oparin
berusaha untuk meneruskan eksperimen untuk memecahkan masalah asal-usul
kehidupan. Yang paling terkenal di antara eksperimen-eksperimen ini dilakukan
oleh ahli kimia Amerika, Stanley Miller pada tahun 1953. Dalam permulaan
eksperimennya, ia menyatakan bahwa gabungan gas telah ada pada atmosfer bumi
pada zaman kuno, dan dengan menambahkan energi pada campurannya, Miller
mensitesakan beberapa molekul organik (asam amino) yang ada dalam struktur
protein.
Beberapa tahun berlalu, eksperimen tersebut
tidak berhasil mengungkapkan apa pun, yang pada saat itu dilakukan sebagai
langkah penting atas nama evolusi, terbukti tidak valid, sedangkan atmosfer
yang digunakan dalam eksperimen tersebut sangat berbeda dengan kondisi bumi
yang sesungguhnya.4
Setelah diam dalam jangka waktu yang
lama, Miller mengakui bahwa medium atmosfer yang ia gunakan tidaklah realistik.5
Semua usaha ahli evolusi yang dilakukan
pada abad ke-20 untuk menjelaskan asal-usul kehidupan berakhir dengan
kegagalan. Ahli geokimia Jeffrey Bada dari San Diego Scripps Institute,
mengakui kenyataan ini dalam sebuah artikel yang dipublikasikan dalam majalah Earth
pada tahun 1998:
Dewasa ini,
ketika kita meninggalkan abad kedua puluh, kita masih menghadapi persoalan
sangat besar yang belum terpecahkan yang harus kita hadapi ketika kita memasuki
abad kedua puluh: Bagaimanakah asal-usul kehidupan di Bumi ini?6
Struktur Kehidupan yang
Kompleks
Alasan utama mengapa teori evolusi
berakhir dalam kebuntuan besar tentang asal-usul kehidupan adalah bahwa
organisme hidup yang dianggap sangat sederhana ternyata memiliki struktur yang
sangat kompleks. Sel dari makhluk hidup lebih kompleks dibandingkan dengan
semua produk teknologi yang dihasilkan oleh manusia. Dewasa ini, bahkan dalam
laboratorium yang paling maju di seluruh dunia sekalipun, sebuah sel hidup
tidak dapat dihasilkan dari materi inorganik.
Persyaratan yang diperlukan bagi terbentuknya
sebuah sel terlalu besar kuantitasnya untuk diabaikan dengan berpegang pada
landasan bahwa terbentuknya sel tersebut terjadi secara kebetulan. Probabilitas
tentang protein, perkembangan blok dalam sel, disentesakan secara kebetulan
adalah 1 dalam 10950 untuk rata-rata protein yang terdiri dari
500 asam amino. Dalam matematika, suatu probabilitas yang lebih kecil dari 1
dibanding 1050 dengan
sendirinya dianggap tidak mungkin.
Molekul DNA yang terletak di inti sel
dan yang menyimpan informasi genetik merupakan bank data yang luar biasa. Jika
informasi yang ada dalam DNA ditulis, maka ia akan merupakan perpustakaan
raksasa yang terdiri dari 900 jilid ensiklopedi yang masing-masing terdiri dari
500 halaman.
Dalam masalah ini muncul dilema yang
sangat menarik: DNA hanya dapat direplikasi dengan bantuan protein-protein
khusus (enzim). Namun, sintesa dari enzim-enzim ini hanya dapat diwujudkan
melalui informasi yang tercatat dalam DNA. Karena keduanya saling tergantung,
mereka harus ada pada waktu yang bersamaan untuk replikasi. Hal ini menunjukkan
bahwa pernyataan yang menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari dirinya
sendiri mengalami kebuntuan. Prof. Leslie Orgel, seorang ahli evolusi ternama
dari Universitas San Diego, Kalifornia, mengakui fakta ini di majalah Scientific
American yang diterbitkan pada September 1994:
Sangat
mustahil bahwa protein dan asam, yang keduanya sama-sama memiliki struktur yang
kompleks, muncul dengan sendirinya pada waktu dan tempat yang sama. Namun juga
mustahil jika yang satu ada tanpa adanya yang lain. Demikian pula, secara
sekilas orang dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya kehidupan tidak mungkin
berasal dari sarana kimiawi.7
Mekanisme Evolusi
Imajiner
Persoalan penting kedua yang menafikan
teori Darwin adalah bahwa kedua konsep yang dikemukakan oleh teori tersebut
sebagai “mekanisme evolusioner” pada dasarnya tidak memiliki kekuatan
evolusioner.
Darwin mendasarkan pernyataan evolusinya
sepenuhnya pada mekanisme “seleksi alam”. Pernyataan yang ia tekankan tentang
mekanisme ini dapat dilihat dalam bukunya: The Origin of Species, By Means
of Natural Selection…
Seleksi alam berpendirian bahwa
makhluk-makhluk hidup yang lebih kuat dan lebih cocok bagi kondisi alam pada
habitat mereka akan dapat bertahan dalam bergulat untuk mempertahankan
kehidupan. Sebagai contoh, pada kawanan rusa yang menghadapi ancaman serangan
binatang buas, maka rusa-rusa yang berlarinya lebih cepat dapat mempertahankan
kehidupannya. Dengan demikian, kawanan rusa itu terdiri dari individu-individu
yang lebih cepat dan lebih kuat. Namun tak dapat disangkal bahwa mekanisme ini
tidak menyebabkan rusa tersebut muncul dan berubah menjadi spesies hidup yang
lain, misalnya menjadi kuda.
Dengan demikian, mekanisme seleksi alam
tidak memiliki kekuatan evolusioner. Darwin juga menyadari fakta ini sehingga
ia harus menyatakan dalam bukunya The Origin of Species:
Seleksi alam
tidak dapat berbuat apa pun hingga terjadi peluang variasi yang sesuai.8
Pengaruh Lamarck
Lalu, bagaimanakah “variasi yang sesuai”
ini terjadi? Darwin berusaha untuk menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang
pemahaman ilmu pengetahuan kuno pada zamannya. Menurut ahli biologi Prancis,
Lamarck, yang hidup sebelum Darwin, makhluk hidup memiliki karakter yang
dibutuhkan selama jangka hidupnya hingga generasi selanjutnya, dan karakter ini
berakumulasi dari satu generasi ke generasi seterusnya sehingga menyebabkan
terbentuknya spesies baru. Misalnya, menurut Lamarck, jerapah terjadi dari
kijang, karena kijang-kijang itu berjuang untuk makan daun dari pohon yang
tinggi, sehingga lehernya memanjang dari generasi ke generasi.
Darwin juga memberikan contoh serupa
dalam bukunya, The Origin of Species, misalnya, ia berkata bahwa
sebagian beruang ada yang menyelam ke air untuk mencari makanan sehingga
berubah menjadi ikan paus setelah beberapa lama.9
Namun, hukum genetika yang ditemukan
oleh Mendel dan dibuktikan oleh ilmu genetika yang berkembang pada abad ke-20,
menolak mentah-mentah anggapan yang mengatakan bahwa karakter itu diteruskan
kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian, seleksi alam bertentangan dengan
kenyataan seperti halnya mekanisme evolusioner.
Neo-Darwinisme dan
Mutasi
Agar dapat menemukan pemecahan, para
pengikut Darwin mengajukan “Teori Sintesa Modern” atau lebih dikenal sebagai
Neo-Darwinisme, pada akhir tahun 1930an. Neo-Darwinisme menambahkan mutasi,
yakni penyimpangan yang dimunculkan oleh gen-gen makhluk hidup karena adanya faktor-faktor
eksternal seperti radiasi atau kesalahan replikasi, sebagai “penyebab variasi
yang sesuai” di samping mutasi alam.
Dewasa ini, model yang mewakili evolusi
di dunia adalah Neo-Darwinisme. Teori tersebut berpendirian bahwa berjuta-juta
makhluk hidup yang ada di bumi ini terjadi sebagai akibat dari suatu proses di
mana berbagai organ-organ kompleks dari beberapa organisme seperti telinga,
mata, paru-paru, sayap, mengalami “mutasi”, yakni penyimpangan genetis. Namun
terdapat fakta ilmiah yang sama sekali bertentangan dengan teori ini: Mutasi
tidak menyebabkan makhluk hidup berkembang, sebaliknya mutasi menyebabkan
kerusakan.
Adapun alasannya sangat sederhana: DNA
memiliki struktur yang sangat kompleks, dan efek kebetulan hanya dapat
menyebabkan kerusakan baginya. Ahli genetika Amerika, B.G. Ranganathan,
menjelaskan hal ini sebagai berikut:
Mutasi itu
kemungkinannya sangat kecil, kebetulan, dan merusak. Mutasi hampir-hampir tidak
terjadi dan kemungkinan besar tidak membawa pengaruh. Empat karakteristik
mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak menyebabkan terjadinya pekembangan
evolusioner. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada organisme yang sangat
khusus tidak ada pengaruhnya dan tidak merusak. Perubahan yang terjadi secara
kebetulan pada sebuah arloji tidak dapat memperbaiki arloji tersebut. Bahkan
dapat merusak atau paling-paling tidak berpengaruh. Sebuah gempa bumi tidak
mungkin memperbaiki kota, tetapi ia menyebabkan kerusakan10
Dengan demikian tidak ada contoh mutasi
yang bermanfaat, yakni yang dapat mengembangkan aturan genetika yang pernah
dilihat buktinya hingga saat ini. Semua mutasi terbukti bersifat merusak. Maka
perlu dipahami bahwa mutasi yang dinyatakan sebagai “mekanisme evolusioner”
sesungguhnya merupakan peristiwa genetik yang merusak makhluk hidup dan
menimbulkan gangguan. (Pengaruh mutasi yang sangat umum pada manusia adalah
kanker). Tidak diragukan lagi bahwa suatu mekanisme destruktif tidak dapat
menjadi “mekanisme evolusioner”. Dalam pada itu, seleksi alam “tidak dapat
melakukan apa pun bagi dirinya sendiri,” sebagaimana juga diakui oleh Darwin.
Fakta ini menunjukkan pada kita bahwa tidak ada “mekanisme evolusioner” di
alam. Karena mekanisme evolusioner itu tidak ada, maka juga tidak terjadi
proses imajiner yang disebut sebagai evolusi itu.
Catatan Fosil: Tidak Ada Bukti-bukti
tentang Bentuk-bentuk Antara
Bukti yang sangat jelas bahwa pernyataan
sebagaimana yang disebutkan dalam teori evolusi itu tidak pernah terjadi adalah
berdasarkan catatan fosil.
Menurut teori evolusi, setiap spesies
hidup muncul dari yang mendahuluinya. Suatu spesies yang dahulu pernah ada,
lambat laun berubah kepada bentuk lainnya dan semua spesies muncul dengan cara
seperti ini. Menurut teori ini, transformasi ini berjalan dengan pelan-pelan
selama jutaan tahun.
Seandainya hal ini benar, maka banyak
sekali spesies antara yang ada dan hidup dalam periode transformasi yang
panjang.
Misalnya, binatang-binatang yang separuh
berbentuk ikan dan separuhnya lagi berbentuk reptil tentu pernah hidup pada
masa lampau sehingga memiliki karakter reptil di samping juga memiliki karakter
ikan. Atau pernah ada burung-reptil, yang memiliki karakter burung di samping
karakter reptil. Karena semua ini berada dalam fase transisi, makhluk-makhluk hidup
tersebut tentu akan lumpuh, cacat, atau pincang. Para ahli evolusi menyebut
makhluk-makhluk imajiner ini, yang mereka yakini pernah hidup pada masa lampau,
sebagai “bentuk-bentuk transisi”.
Jika binatang seperti itu benar-benar
ada, tentunya terdapat jutaan, bahkan milyaran jumlahnya dan variasinya. Dan
yang lebih penting, sisa-sisa dari makhluk-makhluk aneh seperti itu tentu ada
dalam jejak fosil. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:
Jika teori
saya benar, maka tentu terdapat sangat banyak varietas perantara yang saling
menghubungkan antara spesies-spesies dari kelompok yang sama. …Dengan demikian,
bukti tentang keberadaannya pada masa lalu hanya dapat ditemukan di antara
peninggalan-peninggalan fosil.11
Harapan Darwin yang
Kandas
Bagaimanapun, sekalipun ahli-ahli
evolusi telah bekerja keras untuk menemukan fosil sejak pertengahan abad ke-19
di seluruh dunia, tidak ada bentuk-bentuk transisi yang mereka temukan. Semua
fosil yang digali menunjukkan, berlawanan dengan harapan ahli-ahli evolusi,
kehidupan muncul di muka bumi secara tiba-tiba dan telah berbentuk sempurna.
Seorang ahli paleontologi ternama dari
Inggris, Derek V. Ager, mengakui fakta ini, sekalipun ia seorang penganut
evolusi:
Persoalan pun
menjadi jelas ketika saya meneliti bukti-bukti fosil secara detail, entah itu
pada tingkatan ordo atau spesies, berulang kali kami menemukan bahwa bukannya
evolusi yang terjadi secara lambat laun, tetapi yang terjadi adalah satu
kelompok muncul secara tiba-tiba, demikian pula kelompok lainnya.12
Ini artinya bahwa bukti fosil
menunjukkan bahwa semua spesies hidup tiba-tiba muncul dalam bentuk yang telah
sempurna, tanpa melalui bentuk perantara. Hal ini berlawanan dengan asumsi
Darwin. Demikian pula, terdapat bukti yang sangat kuat bahwa makhluk hidup itu
ada karena diciptakan. Satu-satunya penjelasan yang dapat diberikan adalah
bahwa spesies hidup itu muncul dengan tiba-tiba dan telah sempurna setiap
detail tanpa melalui nenek moyang yang berevolusi, dengan demikian spesies
tersebut adalah diciptakan. Fakta ini juga diakui oleh sebagian besar ahli
biologi evolusi, Douglas Futuyma:
Penciptaan dan
evolusi, di antara keduanya memerlukan penjelasan tentang asal-usulnya dari
benda-benda hidup. Organisme muncul di bumi dalam keadaan telah berkembang
secara sempurna atau tidak berkembang. Jika organisme tidak berkembang,
organisme itu pasti telah berkembang dari spesies yang pernah ada melalui
proses-proses modifikasi. Jika organisme itu muncul dalam keadaan yang telah
berkembang secara sempurna, organisme tersebut tentu telah diciptakan oleh
sesuatu yang luar biasa cerdasnya.13
Berbagai fosil menunjukkan bahwa makhluk
hidup muncul dalam keadaan yang sempurna di bumi. Ini artinya bahwa “asal-usus
spesies”, bertentangan dengan asumsi Darwin, bukan merupakan evolusi tetapi
merupakan penciptaan.
Dongeng tentang Evolusi Manusia
Persoalan yang seringkali dikemukakan
oleh para pendukung teori evolusi adalah persoalan tentang asal-usul manusia.
Para pengikut Darwin menyatakan pendiriannya bahwa manusia modern dewasa ini
merupakan hasil evolusi dari makhluk yang menyerupai kera. Menurut mereka,
selama proses evolusi ini, yang diperkirakan telah dimulai 4-5 juta tahun yang
lalu, konon terdapat beberapa “bentuk transisi” antara manusia modern dengan
nenek moyang mereka. Dalam pernyataan yang sepenuhnya bersifat khayalan ini,
disebutkan tentang empat “kategori” dasar:
1. Australopithecus
2. Homo
habilis
3. Homo
erectus
4. Homo
sapiens
Para ahli evolusi menyebut apa yang dinamakan
sebagai nenek moyang manusia pertama yang menyerupai monyet sebagai “Australopithecus”
yang artinya “Monyet Afrika Selatan”. Makhluk hidup ini sesungguhnya tidak
lain adalah spesies monyet kuno yang telah punah. Riset yang mendalam yang
dilakukan pada berbagai sampel Australopithecus oleh dua orang ahli anatomi
ternama dunia dari Inggris dan Amerika Serikat, yakni Lord Solly Zuckerman dan
Prof. Charles Oxnard, telah menunjukkan bahwa Australopithecus tersebut
merupakan spesies monyet biasa yang telah punah dan terbukti tidak memiliki
kemiripan dengan manusia.14
Para ahli evolusi mengklasifikasikan
tahap selanjutnya dari evolusi manusia sebagai “homo”, yakni “manusia”. Menurut
pernyataan ahli evolusi, makhluk hidup pada sejumlah Homo lebih berkembang
dibandingkan Australopithecus. Para ahli evolusi telah mengembangkan skema
evolusi khayalan dengan menyusun berbagai fosil dari makhluk-makhluk ini dalam
urutan tertentu. Skema ini bersifat khayalan karena tidak pernah terbukti bahwa
terdapat hubungan evolusioner antara beberapa kelas ini. Ernst Mayr, salah
seorang pembela teori evolusi yang terkemuka pada abad ke-20 mengakui fakta ini
dengan mengatakan bahwa “mata rantai yang sampai kepada Homo sapiens
sesungguhnya terputus”.15
Dengan membuat pembagian mata rantai
seperti “Australopithecus — Homo habilis — Homo erectus — Homo sapiens”, para
ahli evolusi memaksudkan bahwa masing-masing spesies ini merupakan nenek moyang
bagi yang lain. Namun, penemuan terkini dari ahli paleoantrhropologi telah mengungkapkan
bahwa Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hidup di bagian yang
berlainan di dunia pada saat yang sama.16
Di samping itu, segmen manusia tertentu
yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus telah hidup hingga zaman modern.
Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens sapiens (manusia modern) hidup
bersama-sama di kawasan yang sama.17
Situasi ini seolah-olah menunjukkan keabsahan
klaim tersebut yang menyatakan bahwa mereka adalah nenek moyang bagi lainnya.
Seorang ahli paleontologi dari Universitas Harvard, Stephen Jay Gould,
menjelaskan kebuntuan teori evolusi meskipun ia sendiri seorang penganut
evolusi:
Apa yang
menjadi tangga bagi kita jika ada tiga garis silsilah hominid (A. africanus,
australopithecines yang tegap, dan H. habilis), tak satu pun yang jelas-jelas
berasal dari yang lain. Lagi pula, tak satu pun dari ketiganya yang menunjukkan
kecenderungan berevolusi selama mereka mendiami bumi.18
Pendek kata, pandangan tentang evolusi
manusia, yang berusaha mencari dukungan dengan bantuan berbagai gambaran
makhluk “separuh manusia, separuh kera” yang muncul di media dan buku
pelajaran, dan dengan bantuan propaganda, terus terang saja hanyalah dongeng
yang tidak memiliki landasan ilmiah.
Lord Solly Zuckerman, salah seorang ilmuwan
yang terkenal dan dihormati di Inggris, yang melakukan riset tentang persoalan
ini selama beberapa tahun, dan secara khusus meneliti fosil-fosil
Australopithecus selama 15 tahun, pada akhirnya berkesimpulan bahwa meskipun ia
sendiri seorang penganut evolusi, namun sesungguhnya tidak ada tiga cabang
famili seperti itu antara makhluk yang menyerupai kera dengan manusia.
Zuckerman juga membuat sebuah “spektrum
ilmu pengetahuan” yang menarik. Ia membentuk sebuah spektrum ilmu pengetahuan
dari pernyataan yang dianggap ilmiah hingga pernyataan yang dianggap tidak
ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling “ilmiah”, yakni yang tergantung
pada medan data kongkret dalam ilmu pengetahuan adalah kimia dan fisika.
Setelah keduanya, muncullah ilmu biologi, kemudian ilmu sosial. Pada akhir
dari spektrum tersebut, sebagai bagian yang dianggap paling “tidak ilmiah”
adalah konsep “persepsi di luar panca indera” seperti telepati dan indera
keenam, dan akhirnya “evolusi manusia”. Zuckerman menjelaskan alasannya:
Kemudian kami
segera beralih untuk mencatat kebenaran objektif dalam bidang-bidang yang
dianggap sebagai ilmu biologi, seperti persepsi di luar panca indera atau
interpretasi tentang sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang
mempercayainya (penganut evolusi) apa saja mungkin — dan bagi orang yang sangat
mempercayainya (dalam evolusi) kadang-kadang dapat mempercayai beberapa hal
yang bertentangan pada waktu yang bersamaan.19
Dongeng tentang evolusi manusia semakin
tidak berarti, tetapi interpretasi tentang fosil-fosil yang digali oleh
orang-orang tertentu tetap dipercayai oleh orang-orang yang menganut teori ini
dengan membabi buta.
Teknologi Mata dan
Telinga
Persoalan lainnya yang tetap tak
terjawab oleh teori evolusi adalah kemampuan panca indera yang luar biasa pada
mata dan telinga.
Sebelum melanjutkan pembicaraan tentang
mata, marilah kita jawab secara sepintas tentang pertanyaan “bagaimanakah kita
melihat”. Cahaya yang masuk dari sebuah benda jatuh secara berlawanan pada
retina mata. Di sini, cahaya ditransmisikan menjadi sinyal-sinyal elektris oleh
sel, dan cahaya tersebut sampai ke titik kecil di belakang otak yang disebut
sebagai pusat penglihatan. Sinyal-sinyal elektris ini di pusat otak terlihat
sebagai bayangan setelah melewati serangkaian proses. Dengan latar belakang
teknis ini, marilah kita berpikir sejenak.
Otak terlindung dari cahaya. Ini artinya
bahwa di bagian dalam otak sama sekali gelap, dan cahaya tidak sampai ke lokasi
otak. Tempat yang disebut sebagai pusat penglihatan benar-benar gelap, dan
cahaya tidak pernah mencapainya. Bahkan mungkin merupakan tempat yang paling
gelap yang pernah anda ketahui. Namun, anda melihat dunia yang cemerlang dan
terang benderang dari tempat yang sangat gelap.
Gambar yang terbentuk di mata sangat
tajam dan sangat jelas, bahkan teknologi abad ke-20 tidak mampu menyamainya.
Misalnya, perhatikanlah buku yang anda baca, tangan yang dengannya anda
memegang, kemudian angkatlah kepala anda dan lihatlah sekitar anda. Pernahkah
anda melihat bayangan yang sangat tajam dan sangat jelas seperti ini di tempat
lain? Bahkan layar televisi yang paling unggul yang diproduksi oleh pabrik
televisi dunia yang paling canggih sekalipun tidak akan mampu menyajikan gambar
yang sangat tajam kepada anda. Gambar di mata ini berbentuk tiga dimensi,
berwarna, dan sangat tajam. Selama lebih dari seratus tahun, ribuan insinyur
telah berusaha untuk menghasilkan ketajaman ini. Pabrik-pabrik dan
perusahaan-perusahaan raksasa pun didirikan, berbagai riset dilakukan, berbagai
rencana dan desain dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Sekali lagi, lihatlah
ke layar TV dan buku yang anda pegang. Anda akan melihat bahwa terdapat
perbedaan besar dalam ketajaman dan kejelasan. Di samping itu, layar TV
menunjukkan gambar dua dimensi, sedangkan dengan mata anda, anda melihat gambar
tiga dimensi yang memiliki ketajaman.
Selama beberapa tahun, sepuluh dari
seribu insinyur telah berusaha untuk membuat TV tiga dimensi yang dapat
menyamai kualitas pandangan seperti mata. Ya, mereka telah membuat sistem
televisi tiga dimensi, tetapi mustahil untuk melihatnya tanpa mengenakan kaca
mata, lagi pula, gambar itu merupakan gambar tiga dimensi yang artifisial. Latar
belakang tampak kabur, latar depan tampak seperti setting kertas. Sampai kapan
pun mustahil untuk menghasilkan pandangan yang tajam dan jelas seperti
pandangan pada mata. Baik kamera maupun televisi tidak memiliki kualitas gambar
yang tajam dan jelas.
Para ahli evolusi menyatakan bahwa mekanisme
yang menghasilkan gambar yang tajam dan jelas ini terjadi secara kebetulan.
Sekarang, jika seseorang mengatakan kepada anda bahwa televisi yang ada di
kamar anda terjadi secara kebetulan, semua atomnya datang secara kebetulan lalu
membentuk peralatan yang dapat menghasilkan gambar, maka bagaimanakah pendapat
anda? Bagaimana mungkin atom-atom dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat
dilakukan oleh ribuan orang?
Jika suatu peralatan yang menghasilkan
gambar yang lebih primitif daripada mata tidak dapat terjadi secara kebetulan,
maka jelaslah bahwa mata dan gambar yang terlihat oleh mata tidak dapat terjadi
secara kebetulan. Keadaan yang sama juga berlaku pada telinga. Telinga bagian
luar menangkap suara yang ada melalui daun telinga lalu megarahkan suara itu ke
bagian tengah telinga, dan bagian tengah telinga mengirimkan getaran suara ke
otak dengan mengubah suara itu menjadi sinyal-sinyal elektrik. Sebagaimana mata,
proses mendengar berakhir di pusat pendengaran di otak.
Situasi pada mata juga berlaku pada
telinga. Yakni, otak terlindung dari suara sebagaimana ia terlindung dari
cahaya: ia tidak membiarkan suara apa pun memasukinya. Dengan demikian,
betapapun berisiknya suara di luar, bagian dalam otak sepenuhnya sunyi senyap.
Namun demikian, otak dapat menangkap suara dengan sangat jelas. Di otak anda,
yang terlindung dari suara, anda mendengar simponi dari sebuah orkestra, dan
anda mendengar semua bunyi di keramaian. Namun demikian, jika tingkat suara di
otak anda diukur dengan peralatan yang akurat pada saat itu, maka akan
diketahui bahwa yang terjadi dalam otak adalah kesunyian.
Sebagaimana pada kasus alat perekam
gambar, selama puluhan tahun telah dilakukan usaha untuk menghasilkan suara
sebagaimana dalam bentuk aslinya. Hasil dari usaha tersebut adalah perekam
suara “high fidelity system”, dan sistem untuk merekam suara. Meskipun
teknologi ini telah digali dan ribuan insinyur dan ahli telah bekerja keras,
tetapi tidak ada suara yang diperoleh, yang memiliki ketajaman dan kejelasan
seperti suara yang ditangkap oleh telinga. Perhatikanlah HI-FI sistem dengan
kualitas sangat tinggi yang dihasilkan oleh perusahaan terbesar dalam industri
musik. Bahkan dalam peralatan ini, ketika suara direkam, sebagian suara ada
yang hilang; atau ketika anda menghidupkan HI-FI, anda selalu mendengar suara
yang mendesis sebelum musik dimulai. Namun, suara-suara yang merupakan produk
dari teknologi tubuh manusia sangat tajam dan jelas. Telinga manusia tidak
pernah menangkap suara yang disertai dengan bunyi mendesis sebagaimana pada
HI-FI; telinga menangkap suara seperti apa adanya, tajam dan jelas. Keadaan
ini berlaku semenjak manusia pertama kali diciptakan.
Sejauh ini, tidak ada peralatan visual
atau perekam suara yang dihasilkan oleh manusia yang sangat peka dan berhasil
menangkap data indera sebagaimana mata dan telinga.
Namun, sepanjang yang berkaitan dengan
penglihatan dan pendengaran, terdapat fakta yang lebih besar di balik semua
itu.
Siapakah yang Memberi Kemampuan
Otak untuk Melihat dan Mendengar?
Siapakah yang memberi kemampuan pada
otak sehingga ia dapat melihat gemerlapnya dunia, mendengar simponi kicau
burung, dan mencium bunga mawar?
Rangsang yang datang dari mata, telinga,
dan hidung manusia diteruskan ke otak sebagai impuls syaraf elektro-kimia.
Dalam buku-buku biologi, fisiologi, dan biokimia, anda dapat menemukan
penjelasan bagaimanakah gambar tersebut terbentuk di otak. Namun, anda tidak
akan pernah menemukan fakta yang paling penting tentang persoalan ini: Siapakah
yang mengatur terjadinya impuls syaraf elektro-kimia tersebut sebagai gambar,
suara, bau, dan penginderaan di otak? Terdapat suatu kesadaran di otak yang
mampu menangkap semuanya tanpa harus memerlukan mata, telinga, dan hidung.
Siapakah yang memberi kemampuan ini? Tidak diragukan lagi bahwa kemampuan ini
tidak dimiliki oleh syaraf, lapisan lemak, dan syaraf-syaraf yang terdapat di
otak. Itulah sebabnya pengikut Darwin dan kaum materialis tidak mempercayai
bahwa segala sesuatu terdiri dari materi, tidak dapat memberikan jawaban apa
pun terhadap pertanyaan ini.
Kemampuan ini adalah ruhani yang diciptakan
oleh Allah. Ruhani tidak memerlukan mata untuk melihat gambar, atau telinga
untuk mendengar suara. Di samping itu, ia juga tidak memerlukan otak untuk
berpikir.
Setiap orang yang membaca fakta yang
jelas dan ilmiah ini harus berfikir tentang Tuhan Yang Mahakuasa, takut
kepada-Nya, dan berlindung kepada-Nya, Dialah Yang menguasai seluruh alam
semesta dan sebuah bidang yang gelap yang luasnya beberapa sentimeter kubik
dalam bentuk tiga dimensi, berwarna, teduh, dan terang benderang.
Keyakinan Kaum
Materialis
Informasi yang kami ketengahkan hingga
kini menunjukkan kepada kita bahwa teori evolusi adalah pernyataan yang sangat
berbeda dengan temuan ilmiah. Pernyataan yang diberikan oleh teori tersebut
tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, dan mekanisme evolusioner yang
diajukannya tidak memiliki pengaruh evolusioner, dan fosil-fosil yang
ditunjukkan tentang bentuk-bentuk transisi untuk mendukung teori tersebut tidak
pernah ada. Dengan demikian, tentu saja teori evolusi harus dienyahkan karena
ia adalah gagasan yang tidak ilmiah, sebagaimana gagasan yang menyatakan bahwa
alam semesta ini berpusat pada bumi telah dienyahkan dari agenda ilmu
pengetahuan di sepanjang sejarah.
Namun, teori evolusi tetap dimasukkan
dalam agenda ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian orang berusaha untuk mengajukan
kritik terhadap orang-orang yang membantah teori tersebut sebagai “serangan
terhadap ilmu pengetahuan”. Mengapa?
Alasannya adalah, bahwa teori evolusi merupakan
keyakinan dogmatis yang tidak boleh dibantah bagi beberapa kalangan. Kalangan
ini dengan membabi buta mengabdi kepada filsafat materialis dan menerapkan
Darwinisme, karena ia merupakan satu-satunya penjelasan ilmiah yang dapat
dikemukakan tentang bekerjanya alam.
Yang cukup menarik, kadang-kadang mereka
juga mengakui fakta ini. Seorang ahli genetik dan seorang penganut evolusi yang
jujur, Richard C. Lewontin dari Universitas Harvard mengakui bahwa dialah yang
“mula-mula dan terutama sebagai seorang materialis, kemudian menjadi seorang
limuwan”:
Bagaimanapun,
bukannya metode dan institusi ilmu pengetahuan yang memaksa kita untuk menerima
penjelasan material tentang dunia fenomenal, tetapi sebaliknya, kita dipaksa
oleh kesetiaan kita yang a priori terhadap penyebab material untuk menciptakan
peralatan penelitian dan seperangkat konsep yang menghasilkan penjelasan
material, meskipun ia bertentangan dengan intuisi, dan meskipun ia menyesatkan
bagi orang-orang awam. Di samping itu, bahwa materialisme itu absolut sehingga kami
tidak dapat membiarkan Kaki Tuhan memasuki pintu.20
Itulah pernyataan terus terang yang
menyatakan bahwa Darwinisme adalah sebuah dogma yang tetap dipertahankan demi
kesetiaannya kepada filsafat materialis. Dogma ini berpendirian bahwa tidak ada
being (yang ada) kecuali materi. Dengan demikian ia berpendapat bahwa
pencipta kehidupan adalah materi tak bernyawa dan tidak memiliki kesadaran. Ia
berpendapat bahwa jutaan spesies hidup yang berbeda-beda; misalnya burung,
ikan, jerapah, harimau, serangga, pohon, bunga, ikan paus, dan manusia itu
terwujud sebagai hasil dari interaksi antara materi seperti hujan yang turun,
kilat yang menyambar, dan sebagainya, dari materi tak bernyawa. Pandangan ini
bertentangan dengan akal maupun ilmu pengetahuan. Namun, Darwinisme tetap
mempertahankannya hanya agar “jangan sampai Kaki Tuhan masuk di pintu”.
Siapa pun yang tidak memperhatikan
asal-usul makhluk hidup dengan pandangan materialis akan melihat kebenaran
yang nyata ini: Semua makhluk hidup adalah karya dari Sang Pencipta, Yang
Mahaperkasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Sang Pencipta ini adalah
Allah, Yang menciptakan seluruh alam semesta dan semua makhluk dari tidak ada,
dan merancangnya dalam bentuk yang sangat sempurna.
“Mereka berkata, “Mahasuci Engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.s.
al-Baqarah: 32).
Allah menjelaskan berbagai rahasia
kepada manusia melalui al-Qur’an, doa, perintah, larangan, dan akhlak yang
mulia. Semua ini merupakan rahasia yang sangat penting, dan orang yang berpikir
dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini dalam hidupnya. Tidak ada sumber lain
kecuali al-Qur’an yang menjelaskan rahasia ini. al-Qur’an merupakan
satu-satunya sumber rahasia sehingga orang-orang yang sangat cerdas dan sangat
pandai sekalipun tidak akan menemukan rahasia ini di mana pun juga.
Jika sebagian orang dapat memahami
sedangkan orang lain tidak dapat memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam
al-Qur’an, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan Allah. Orang-orang yang
tidak memahami rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an ini hidup dalam
penderitaan dan kesulitan. Anehnya, mereka tidak pernah mengetahui penyebab
penderitaannya. Dalam pada itu, orang-orang yang mengkaji rahasia-rahasia dalam
al-Qur’an menjalani hidupnya dengan mudah dan gembira.
Buku ini membicarakan tentang persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan ayat-ayat yang diungkapkan oleh Allah kepada manusia sebagai sebuah
rahasia. Manakala orang membaca ayat-ayat ini, dan perhatiannya didtumpukan
kepada rahasia-rahasia dalam ayat-ayat ini, apa yang harus ia lakukan adalah
berusaha mengetahui tujuan Allah yang tersembunyi dalam setiap peristiwa
kemudian mengkaji segala sesuatunya berdasarkan al-Qur’an. Kemudian, orang pun
akan menyadari dengan kegembiraan tentang rahasia-rahasia ini, bahwa al-Qur’an
mengendalikan kehidupannya dan kehidupan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar