BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak
geografis yang yang cukup strategis membuat Islam yang diturunkan di Makkah menjadi
cepat disebarluaskan ke berbagai wilayah. Di samping juga didorong oleh faktor
cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan umat islam, dan bahkan bangsa
Arab telah dapat mendirikan kerajaan di antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta
Himyar yang semuanya berasa di wilayah Yaman.
Di sisi lain, kenyataan bahwa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
dan diturunkan dalam konteks geografis Arab, mengimplikasikan sebuah asumsi
bahwa suatu pemahaman yang komprehensif terhadap al-Qur’an hanya mungkin
dilakukan dengan sekaligus melacak pemaknaan dan pemahaman pribadi, masyarakat
dan lingkungan mereka yang menjadi audiens pertama al-Qur’an, yaitu Muhammad
dan masyarakat Arab saat itu dengan segala kultur dan tradisinya. Dan untuk
memiliki pengertian yang sebenar-benarnya tentang asal mula Islam, maka satu
hal yang perlu diketahui adalah bagaimana keadaan Arab sebelum adanya Islam,
Muhammad, dan sejarah Islam terdahulu.
Untuk lebih
jelasnya, pemakalah akan membahas pengaruh peradaban Arab terhadap peradaban
Islam, letak geografis Arab, silsilah bangsa Arab, suku-suku bangsa Arab.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana letak geografis Bangsa Arab?
2. Bagaimana dengan silsilah Bangsa Arab?
3. Bagaimana dengan suku-suku Bangsa Arab?
4. Bagaimana dengan kebudayaan bangsa Arab?
5. Bagaimana dengan peradaban Pra-Islam?
C.
Tujuan
1. Mengetahui dan memahami letak geografis bangsa
Arab.
2. Mengetahui dan memahami silsilah bangsa Arab.
3. Mengerti dan mengetahui suku-suku bangsa di
Arab.
4. Dapat mengetahui dan memahami kebudayaan bangsa
Arab.
5. Mengetahui dan memahami peradaban pra Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Letak Geogarfis Bangsa Arab
Kata Arab identik dengan padang
pasir dan tanah kering yang tidak ada air minum maupun
tumbuhan. Kata ini telah dipakai sejak zaman dahulu pada jazirah Arab. Kata itu juga dipakai untuk istilah bangsa yang mendiami daerah itu dan
menjadikanya sebagai tanah airnya.
Sebelah barat jazirah Arab dibatasi dengan
laut Arab dan gurun Sinai. Sebelah
timur menghadap ke teluk Arab dengan laut Hindia. Di sebelah utara
dibatasi dengan Syam dan sebagian
berbatasan dengan Irak, meski selisih
pendapat mengenai batas-batas jazirah Arab sekitar 1.000.000 mil
hingga 1.300.000 persegi.[1]
Letak geografis jazirah Arab memiliki peran strategis. Secara internal ia dikelilingi oleh padang pasir
dan bebatuan dari berbagai sisi. Karena
kondisilah, bangsa-bangsa asing tidak mampu menguasai dan menaklukannya.
Dari sini kita menyaksikan penduduk Arab
menjadi bangsa yang merdeka dahulu, padahal mereka berdampingan dengan imperium
besar yang tidak ada benteng alam ini, tentu bangsa Arab takan mampu melawan
tangan dua imprium tersebut.
Secara eksternal, ia terletak di persimpangan antara tiga
benua yang dikenal dimasa dahulu, baik dari arah daratan mupun lautan. Sebelah
barat laut menjadi pintu masuk ke benua Afrika. Sebelah timur laut terbuka gerbang untuk bangsa-bangsa non Arab yang terdiri dari bangsa-bangsa Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Laut dari semua benua juga bertemu dijazirah Arab sehingga
kapak-kapal biasa singgah dipelabuhan utama jazirah Arab.
Karena kondisi geografis inilah, sebelah utara jazirah
Arab dan sebelah selatannya menjadi pemukiman yang pada penduduk dan menjadi
pusat perdagangan, kebudayaan, agama dan seni. [2]
Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau. Jadi “Jazirah
Arab” berarti “pulau Arab”. Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu dengan
“Shibhul Jazirah” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Semenanjung”. Dilihat
dari peta, Jazirah Arab berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya tidak
sejajar.[3]
B.
Silsilah Bangsa Arab Pra-Islam
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah, no maden karena
tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan.
Perpindahan bangsa Arab dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya
stepa dipadang rumput yang tumbuh secara sporadis di tanah Arab. Padang rumput diperlukan oleh bangsa Arab yang disebut juga Badawi,
Badawah, Badui, untuk menggembalakan ternak mereka berupa domba, unta, dan
kuda sebagai binatang unggulannya. Penduduk Arab tinggal di kemah-kemah dan
hidup berburu untuk mencari nafkah, bukan bertani dan berdagang yang tidak
diyakini sebagai kehormatan bagi mereka. Wilayah Arab ini subur dalam
menghasilkan bahan perminyakan.[4]
Para penulis klasik membagi negeri itu menjadi Arab
Felix, Arab Petra, dan Arab Gurun, ini didasarkan atas pembagian wilayah itu
kedalam tiga kekuatan politik pada abad pertama masehi yakni kawasan yang
secara nominal berada dalam kendali persia. Arab Felix meliputi bagian
semenanjung Arab, yang kondisinya tidak banyak diketahui. Arab Petra (gunung batu) berpusat didataran Sinai dan kerajaan Nabasia dengan ibukota
petra. Arab gurun meliputi gurun pasir Suriah-Mesopotania (badiyah).
Ungkapan orang-orang Arab pertama kali digunakan dalam
literatur Yunani oleh Aeschylus (525-456 S:M) yang merujuk pada para perwira
tinggi Arab yang ikut dalam barisan angkatan perang Xerxes. Semenanjung Arab adalah sebuah negeri yang sangat makmur dan mewah. Arab merupakan negeri
tempat tumbuhnya tanaman penghasil wewangian dan rempah-rempah lainnya. Ciri
bangsa Arab yang paling memikat para penulis barat ialah ciri yang terakhir
(terutama minyak, pen). Watak orang-orang Arab yang independen telah menjadi
bahan pujian dan kekaguman para penulis Eropa sejak masa lalu hingga saat ini. Itulah asal-usul bangsa Arab yang
memiliki ciri karakteristik yang unik dan istimewa.[5]
Wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum islam,
orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab padahal bangsa Arab juga
mendiami daerah-daerah disekitar jazirah. Jazirah Arab merupakan kediaman mayoritas
bangsa Arab kala itu. Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar yakni
bagian tengah dan bagian pesisir. Di sana tidak ada sungai yang mengalir tetap,
yang hanya adalah lembah-lembah berair dimusim hujan. Sebagian besar daerah
jazirah Arab adalah padang pasir sahara yang terletak di tengah dan memiliki
keadaan dan sifat yang berbeda-beda. Karena itu, ia di bagi menjadi tiga bagian
yaitu [6]:
1. Sahara langit, memanjang 140 mil dari
utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat, disebut juga sahara Nufud.
2. Sahara Selatan, yang membentang menyambung
sahara langit ke arah timur sampai selatan persia.
3. Sahara Harrat, suat daerah yang terdiri
atas tanah Hat yang berbatu hitam bagaikan terbakar.
Penduduk Sahara minoritas terdiri atas suku-suku Badui
yang mempunyai gaya hidup pedesaan dan nomaden, berpindah dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari air dan padang
rumput untuk binatang gembalaan mereka yaitu kambing dan unta. Adapun daerah
pesisir bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita
yang mengelilingi jazirah.
Bila di lihat dari asal-usul keturunan, penduduk jazirah
Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qathaniyun (keturunan
Qahthan) dan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail dan Ibrahim).
Masyarakat baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam
budaya kesukuan badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan
dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk
kabilah (clan). Bebrapa kelompok kabilah membentuk suku (trile)
dan dipimpin oleh seorang syekh. Mereka sangat menekankan hubungan
kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan
bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka berperang.
Oleh karena itu, peperangan antar suku sering terjadi. Sikap
ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab.
Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan bangsa
Arab tidak berkembang. Ahmad Syalabi menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat
diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama islam.[7]
Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar di kalangan para
perawi syair.
C.
Suku-Suku Bangsa Arab
Berdasarkan garis keturunannya, para ahli sejarah
mengkategorikan silsilah bangsa Arab kedala tiga macam, yaitu[8]:
1. Arab al-ba’idah yaitu bangsa Arab yang telah lama musnah dan tidak mungkin
lagi ditemukan detail-detail mengenai sejarahnya, contohnhya: kaum ad, tsamud, thasm, jadis, imlaq, umaim, jurhum,
hadhur, wabar, abil, jasim, hadhramaut, dan lain-lain .
2. Arab al-Arabiah, yaitu bangsa Arab yang merupakan
keturunan yasjub bin ya’rub bin qahthan, yang juga dikenal dengan nama Arab
qathaniyyah.
3. Arab musta’ribah, yaitu bangsa Arab yang merupakan keturunan ismail, yang
juga dikenal dengan nama Arab adaniyyah.
Arab al-aribah, merupakan klan qahthan, bermukim didaerah
Yaman suku dan golongan-golongannya berkembang semakin
banyak, mereka merupakan keturunan saba bin yasjub bin ya’rub bin qahthan.
Dibangsa ini, kabilah yang paling terkenal adalah kabilah
himyar bin saba dan kahlan bin saba, masih ada golongan-golongan suku saba yang
lain yang berjumlah 11 atau 13 keturunan dan mereka
merupakan populer dengan sebutan as-saba’iyyun, bangsa Arabiah merupakan
sebutan lain dari bani saba.
Suku Himyar
Golongan suku himyar yang
terkenal adalah :
a) Qudha’ah yang diantaranya adalah bahra, baily, al-qain, kalb udzrah dan
wabarah.
b) As-sakasik, yang merupakan keturunan zaid bin wa’ilah bin himyar, zaid
bergelar as-sakasik, ini bukan sakasik yang berasal dari suku kindah yang
merupakan golonga dari suku kahlan
c) Zaid al jumhur, yang meliputi himyar al-ashgar, saba al-asghar, hadhur dan dzu
ashbah.
Suku kahlan
Golongan suku kahlan yang terkenal adalah : hamdan,
alhan, asy’ar thayyi, madzhij ( yang melahirkan ans dan an-nakhl ) lahkm ( yang
melahirkan kindah, lalu kindah melahirkan muawiyyah, bin as-sakun dan bani
as-sakasik ), judzam, amilah, khaulan, ma’afir, anmar ( yang azd (dari
al-azd lahir dari golongan al-aus,
al-khajraz,dan anak-anak jafnah yang menjadi raja syam yang terkenal dengan sebutan keturunan ghassan)
Suku kahlan melakukan imigrasi bahwa kebanyakan mereka
berimigrasi sebelum terjadi banjir sail al-iram saat perniagaan mereka
mengalami kegagalan karena romawi menguasai jalur perdagangan laut dan
melumpuhkan jalur darat setelah menguasai mesir dan syam.
Ada pula yang berpendapat bahwa mereka berhijrah setelah
terjadi banjir, saat lahan pertanian dan perternakan mereka mengalami kerusakan
besar-besaran, setelah sebelumnya perniagaan mereka mengalami kegagalan total
dengan begitu, mereka kehilangan sumber daya kehidupan. Pendapat ini dikuatkan
dengan konteks kisah dalam QS. Saba’ ayat 15-19
Tidak dirugikan lagi, jika ada sebab selain sebab-sebab
tersbeut, maka itu adalah persaingan antara suku himyar dan suku kahlan yang
menyebabkan terusirnya suku kahlan . hal itu ditunjukkan denga berkuasanya suku
himyar di yaman dan imigrasinya suku kahlan.
Golongan-golongan suku kahlan yang melakukan imigrasi
bisa diklasifikasikan menjadi empat golongan, yakni :
a) Al-azd
Imigrasi mereka karena mengiktui pendapat pemimpin mereka
yang bernama “ imran bin amur muzaikiya. Mereka berpindah-pindha diyaman dengan
membawa pemandu-pemandu jalan, lalu mereka pergi kearah utara dan timur. Adapun
tempat-tempat yang di singgahi dan menjadi tempat tinggal setelah perjalana
mereka adalah : “ imran dan amru tinggal di oman. Ia dan anak-anaknya tinggal
disana. Mereka adalh suku azd oman.
Bani nashr bin al az tinggal didaerah tihamah. Mereka
adalah suku azd syanu’ah. Tsa’labah bin amru
muzaiqiya menuju dareha hijaz dan mendiami daerah antara ats-tsalabiyyah dan
dziqar.
b) Lahkm dan judzam
Mereka berpindah kearah timur dan utara dari negeri
yaman. Salah satu dari sukulahkm adalah nashr bin rabiah, bapak dari raja-raja
di al-hijrah.
c) Bani thayyi
Setelah suku al-azd berimigrasi mereka juga pindah menuju
utara hingga singgah dan mendiami daerah antara gunung aja dan gunung salma dua
gunung itu dikenal dengan sbeutan dua gunung thayyi.
d) Kindah
Mereka tinggal dibahrain dan terpaksa meninggalkanya,
lalu singgah di hadramaut mereka mengalami hal serupa dengan mereka yang alami
di bahrain. Mereka pun pergi kenajd. Disana mereka membangun kerajaan besar,
hanya saja dalam waktu singkat, kerajaan itu hancur dan lenyaplah sisa-sisa
peradabannya.
D.
Kebudayaan bangsa Arab Pra Islam
Wilayah Timur Tengah menurut Ali Mufrodi meliputi Turki, Iran, Israel,
Libanon, Yordania, Syiria, Mesir dan kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan
Teluk Persia.[9] Turki yang
berbudaya Turki dan Iran yang berbudaya Persia tidak dianggap berkebudayaan
Arab karena memiliki kebudayaan sendiri-sendiri demikian juga Mesir yang sudah
memiliki budaya Firaun, sedangkan yang masuk kawasan kebudayaan Arab terdiri
dari Timur Tengah Afrika Utara seperti Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libia.
yang menurut Haekal antara budaya dan peradaban tersebut tidak pernah saling
mempengaruhi perkembangannya kecuali setelah adanya akulturasi dan asimilasi
dengan peradaban Islam.
Orang-orang arab sebelum
islam telah mengalami periode-periode kemajuan dengan adanya kerajaan-kerajaan
sehingga hasil budaya mereka didapati beberapa bekasnya yang dapat di bagi
kepada :
1. Budaya materil yang sangat terkenal adalah: bendungan Ma'rib di Yaman dari
kerajaan saba dan begitu juga bekas-bekas kerajaan Tsamud, Aad dan kaum
Amalika.
2. Budaya non material, sangat banyak juga yang terkenal, di antaranya,
syair-syair bangsa arab yang terkenal dengan cerita-cerita tentang keturunan
dan keahlian dalam membuat patung, keahlian mereka dalam bersyair sebenarnya
karena mereka dapat mengetahui bangsa yang halus dan menarik dengan bahasa yang
indah mereka dapat mewariskan amtsai (pepatah arab) dan pepatah itu merupakan
kata-kata orang bijak seperti Luqman
Di samping budaya yang didapat dari bangsa Arab sebelum Islam, mereka
terkenal terikat dengan Tahayul dan adat istiadat yang melembaga diturunkan
turun temurun. Tahayul dan adat istiadat ini bertumpu kepada kepercayaan
Watsaniyah. Mereka percaya hantu dan Roh jahat. Mereka juga percaya kepada
kahin (tukang tenun, ramal). Mereka juga meyakini kejadian-kejadian alam yang
halus. Misalnya, kalau terjadi sesat di jalan, hendaklah dibalikkan baju supaya
dapat petunjuk.
Meskipun belum terdapat sistem pendidikan, masyarakat Arabia pada saat itu
tidak mengabaikan kemajuan kebudayaan. Mereka sangat terkenal kemahirannya
dalam bidang sastra yaitu bahasa dan syair. Bahasa mereka sangat kaya sebanding
dengan bahasa Eropa sekarang ini. Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa
merupakan kontribusi mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan
penyebaran agama Islam.
E.
Peradaban Arab Pra-Islam
Peradaban Arab adalah akibat pengaruh dari budaya
bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih dahulu maju daripada kebudayaan dan
peradaban Arab. Pengaruh itu masuk ke jazirah Arab melalui beberapa jalur yang
terpenting di antaranya adalah :
1. Melalui hubungan dagang dengan bangsa lain.
2. Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, hirah, dan ghassan.
Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan
bangsa-bangsa Siria, Persia, Habsyim Mesir (Qibthi), dan Romawi yang semuanya
telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Penganut agama yahudi juga
banyak mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting di antaranya adalah
Yatsrib.
Walaupun agama yahudi dan kristen sudah masuk ke Jazirah
Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka yaitu percaya
pada banyak dewa, yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung.
Orang-orang Arab adalah orang yang bangga, tetapi
sensitif. Kebanggaan itu disebabkan bahwa bangsa Arab memiliki sastra yang
terkenal; kejayaan sejarah Arab, dan mahkota bumi pada masa klasik dan bahasa
Arab sebagai bahasa ibu yang terbaik di antara bahasa-bahasa lain di dunia.
Beberapa sifat lain bangsa Arab pra-islam adalah sebagai berikut [11]
1. Secara fisik, mereka lebih sempurna dibanding orang-orang eropa dalam
berbagai organ tubuh.
2. Kurang bagus dalam pengorganisasian kekuatan dan lemah dalam penyatuan
aksi.
3. Faktor keturunan, kearifan, dan keberanian lebih kuat dan berpengaruh.
4. Mempunyai struktur kesukuan yang diatur oleh kepala suku atau clan.
5. Tidak memiliki hukum yang reguler, kekuatan pribadi, dan pendapat suku
lebih kuat dan diperhatikan.
6. Posisi wanita tidak lebih baik dari binatang, wanita dianggap barang-barang
dan hewan ternak yang tidak mempunyai hak. Setelah menikah, suami sebagai raja
dan penguasa.
Dalam bidang hukum, Musthafa Sa’id Al-Khinn sebagaimana
dikutip oleh jaih mubarok [12]menyebutkan
bahwa bangsa Arab pra-Islam menjadikan adat sebagai hukum dengan berbagai
bentuknya. Dalam perkawinan, mereka mengenal beberapa macam perkawinan, di
antaranya :
1. Istibadha
2. Poliandri
3. Maqthu’
4. Badal
5. Shighar
Selain beberapa tipe perkawinan di atas, Fyzee yang
mengutip pendapat Abdur Rahim dalam buku Kasf Al-Ghumma,[13]
menjelaskan beberapa perkawinan lain yang terjadi pada bangsa Arab sebelum
datangnya Islam sebagai berikut :
1) Bentuk perkawinan yang diberi sanksi oleh Islam, yakni seseorang meminta
kepada orang lain untuk menikahi saudara perempuan atau budak dengan bayaran
tertentu (mirip kawin kontrak).
2) Prostitusi, biasanya dilakukan kepada
para pendatang atau tamu di tenda-tenda denga cara mengibarkan bendera sebagai
tanda memanggil. Jika wanitanya hamil, ia akan memilih antara laki-laki yang
mengencaninya sebagai bapak dari anak yang dikandung.
3) Mut’ah adalah praktik yang umum
dilakukan oleh bangsa Arab sebelum Islam meskipun pada awalnya, Nabi Muhammad
SAW membiarkannya tapi selanjutnya melarangnya. Hanya kelompok syiah itsna
‘ashari yang mengijinkan perkawinan tersebut.
Anderson menambahkan pula
bahwa di Arab pada jaman pra-islam, tampaknya telah ada berbagai macam corak
perkawinan boleh jadi mulai dari perkawinan patrilineal dan patrilokal sampai
pada perkawinan matrilineal dan matrilokal, termasuk juga apa yang dikenal
sebagai perkawinan sementara waktu untuk bersenang-senang (mut’ah).[14][14]
Dalam kasus lain, anderson
menguraikan bahwa bangsa Arab sebelum islam, sebagaimana orang badui di Arab
sekarang, terorganisasikan berdasarkan kesukuan dan bersifat patriakal. Diluar
suku, tidak ada jaminan keamanan, selain hukum. Pertumpahan darah yang tidak
tertulis berdasarkan hukum ini, seseorang harus dibela oleh sanak keluarganya
dari pihak laki-laki, bila dia dibunuh oleh salah seorang anggota suku lain,
sedangkan sanak keluarga dari pihak laki-laki si pembunuh, jika mereka tidak
menghendaki pertumpahan darah lebih lanjut, harus menyediakan tebusan darah,
berupa sejumlah uang imbalan untuk diberikan kepada “ahli waris”. Oleh karena
itu, wajarlah bila keturunan terdekat dari pihak laki-laki secara hukum berhak
mewarisi harta milik seseorang pada saat dia meninggal, sedangkan para wanita,
sanak keluarga jauh dan anak-anak yang belum dewasa tidak memiliki hak seperti
itu.[15]
Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa kondisi sosial
Arab meskipun cenderung primitif, memiliki nilai peradaban yang tinggi bahkan
menjadi istilah goldziher, meskipun bangsa Arab cenderung barbarisme, bukan
jahiliyah (bodoh, dungu dan awam).[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Letak geografis jazirah Arab Sebelah barat jazirah Arab dibatasi dengan
laut Arab dan gurun Sinai.
Sebelah
timur menghadap ke teluk Arab dengan laut Hindia. Di sebelah utara
dibatasi dengan Syam dan sebagian
berbatasan dengan Irak, meski selisih
pendapat mengenai batas-batas jazirah Arab sekitar 1.000.000 mil
hingga 1.300.000 persegi.
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah, no maden karena
tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan.
Perpindahan bangsa Arab dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya
stepa dipadang rumput yang tumbuh secara sporadis di tanah Arab.
Suku-suku bangsa Arab terbagi menjadi dua :
1.
Suku Himyar
2.
Suku Kahlan
Dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial Arab meskipun cenderung primitif, memiliki nilai
peradaban yang tinggi bahkan menjadi istilah goldziher, meskipun bangsa Arab
cenderung barbarisme, bukan jahiliyah (bodoh, dungu dan awam).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mubarakfuri ,Syeikh Shafirrahman, , 2012,sejarah
Emas dan Atlas Perjalanan Nabi Muhamad, Jakarta: Jaziyad visi Media.
Dedi Supriyadi, 2008,Sejarah Peradaban
Islam, Bandung: Pustaka Setia
A.Syalabi, 1983, Sejarah dan Kebudayaan
Islam 1, Jakarta: Pustaka Al-husna.
Mufrodi,Ali ,1997,Islam di kawasan
Kebudayaan Arab, Jakrta : Logos.
[1] Syeikh Shafirrahman Al-Mubarakfuri, sejarah Emas dan Atlas
Perjalanan Nabi Muhamad, Jaziyad visi Media, Jakarta, 2012 hlm 28-30
[2] Syeikh Shafirrahman Al-Mubarakfuri, sejarah Emas dan Atlas
Perjalanan Nabi Muhamad, Jaziyad visi Media, Jakarta, 2012 hlm 30
[3] http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html
diunduh pada hari Rabu tanggal
20-februari 2013 pukul 18.56 WIB
[4]Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,Pustaka Setia, Bandung, 2008 hlm 47
[5]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,Pustaka Setia,
Bandung, 2008 hlm 49
[7]A.Syalabi,
Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Pustaka Al-husna,Jakarta 1983 hlm 29
[8]Syeikh
Shafirrahman Al-Mubarakfuri, sejarah Emas dan Atlas Perjalanan Nabi Muhamad,
Jaziyad visi Media, Jakarta, 2012 hlm 32-35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar