BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tantangan yang dihadapi dalam Pendidikan Agama,
khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana
mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan
tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki
kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian materi pendidikan agama
bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana
membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dan
kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia dimanapun mereka
berada, dan dalam posisi apapun mereka bekerja.
Jika
kita cermati pada keadaan sekarang ini Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah
atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan
yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan
tentang Agama Islam”. Tidak hanya itu, semakin tingginya tingkat kenakalan dan
kerusak moral para peserta didik menjadi bukti bahwa pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, terutama pembelajaran Aqidah Akhlak yang menyangkut pembentukan Akhlak peserta
didik hanya terjadi sebatas transfer
ilmu atau bisa dikatakan pembelajarannya berorientasi pada penyampaian tentang
konsep-konsep Agama Islam. Belum menyentuh pada internalisasi nilai-nilai Agama
yang ada di dalamnya ke dalam jiwa peserta didik.
Dalam
upaya untuk merealisasikan pelaksanaan pendidikan agama Islam, guru dituntut
untuk menguasai pengetahuan yang memadai dan teknik-teknik mengajar yang baik
agar ia mampu menciptakan suasana pengajaran yang efektif dan efisien atau
dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena
itu, dalam makalah ini akan sedikit dipaparkan tentang proses internalisasi
dalam pembelajaran Aqidah Akhlak khususnya di MI.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan proses internalisasi?
2. Nilai-nilai
apa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak yang harus di internalisasikan?
3. Bagaimana
proses internalisasi nilai dalam pembelajaran Aqidah Akhlak MI dan tahap-tahap
dalam internalisasi nilai?
4. Upaya
apa saja yang bisa dilakukan dalam menginternalisasikan niali-nilai dalam
pembelajaran Aqidah Akhlak?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk
menngetahui pengertian proses internalisasi.
2. Untuk
menganalisi nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran Aqidah Akhlak yang
harus di internalisasikan.
3. Untuk
memberikan informasi kepada pembaca mengenai penerapan Internalisasi dalam
pembelajaran Aqidah Akhlak di MI dan tahapan-tahapan dalam internalisasi nilai.
4. Untuk
mengetahui upaya-upaya alternatif yang bisa dilakukan untuk
menginternalisasikan nilai-nilai dalam pembelajaran Aqidah Akhlak.
BAB
II
PEMBAHASAN
PROSES
INTERNALISASI DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAQ DI MADRASAH IBYIDAIYAH (MI)
A.
Pengertian Proses Internalisasi.
Secara etimologis, internalisasi menunjukkan suatu proses. Dalam kaidah
bahasa Indonesia akhiran-sasi mempunyai definisi proses. Sehingga internalisasi
dapat didefinisikan sebagai suatu proses. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
internalisasi diartikan sebagai penghayatan, pendalaman, penguasaan secara
mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya.[1]
Jadi teknik pembinaan agama yang dilakukan melalui internalisasi
adalah pembinaan yang mendalam dan menghayati nilai-nilai relegius (agama) yang
dipadukan dengan nilai-niali pendidikan secara utuh yang sasarannya menyatu
dalam kepribadian peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak
peserta didik. Dalam kerangka psikologis, internalisasi diartikan sebagai
penggabungan atau penyatuan sikap, standart tingkah laku, pendapat dan
seterusnya di dalam kepribadian.
Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi
peserta didik untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama
dalam kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai. Upaya dari
pihak sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada diri
peserta didik menjadi sangat penting, dan salah satu upaya tersebut adalah
dengan metode pembiasaan di lingkungan sekolah. Metode pembiasaan tersebut
adalah dengan menciptakan suasana religius di sekolah, kegiatan-kegiatan
keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan secara terprogram dan
rutin (pembiasaan) diharapkan dapat mentransformasikan dan menginternalisasikan
nilai-nilai ajaran Islam kepada peserta didik.
B.
Nilai-nilai dalam Pembelajaran
Aqidah Akhlak.
Jika kita membicarakan
tentang nilai-nilai yang akan atau harus di internalisasikan dalam pembelajaran
Aqidah Akhlak MI, maka secara ptpmatis kita akan merujuk pada dua aspek
pengajaran yang ada dalam pembelajaran Aqidah Akhlak. Kedua pengajaran tersebut
adalah pengajaran Aqidah dan pengajaran Akhlak. Adapun rincian keduanya adalah
sebagai berikut:
1.
Pengajaran Aqidah.
Yang dimaksud denga aqidah dalam bahasa Arab,
menurut etimologi adalah ikatan atau sangkutan. Dalam pengertian teknis aqidah
dapat diartikan sebagai iman atau keyakinan. Kedudukannnya menjadi sangat
fundamental karena iman atau tauhid menjadi inti dari segala aspek.
Adapun nilai-nilai yang tergambar dalam pengajaran
aqidah ini adalah rukun iman, yaitu:
a.
Iman kepada Allah.
b.
Iman kepada Malaikat-malaikat Allah.
c.
Iman kepada kitab-kitab Allah.
d.
Iman kepada Rasul Allah.
e.
Iman kepada hari Akhir.
f.
Iman kepada qada’ dan qadar.[2]
2.
Pengajaran Akhlak.
Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa,
yang berarti perangai, tabiat, adat, atau khalqun yang berarti kejadian,
buatan, ciptaan. Jadi secara etimo;ogi akhlak itu berarti perangai, adat,
tabiat, atau sistem penilaian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) akhlak
identik maknanya dengan pekerti atau budi pekerti. Karenanya akhlak secara
kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai
sebagai landasan. Dalam pengajaran Akhlak ada dua nilai yang kita kenal. Yakni
Akhlak tercela dan Akhlak terpuji. Dalam hal ini tentu nilai yang berusaha kita
internalisasikan dalam diri peserta didik kita adalah nilai yang berkaitan
dengan akhlak terpuji (Akhlakul Kharimah). Contoh-contoh akhlakul kharimah
adalah:
a.
Akhlak yang berhubungan dengan Allah; mentauhidkan
Allah, taqwa, berdoa, tawakka.
b.
Akhlak terhadap diri sendiri; sabar, syukur,
tawadhu’ (rendah hati), jujur dan amanah.
c.
Akhlak terhadap keluarga; Birrul Walidain, adil
terhadap saudara, membina dan mendidik keluarga.
d.
Akhlak terhadap masyarakat; tolong-menolong, adil,
pemurah, ukhuwah atau persaudaraan, pemaaf, menepati janji, musyawarah.
Akhlak dapat dididikan atau ditanamkan melalui dua
pendekatan, yaitu:
a.
Rangsangan-jawaban (stimulus-renspon) atau yang
disebut proses mengkondisi sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1)
Melalui latihan;
2)
Melalui tanya jawab;
3)
Melalui contoh.
b.
Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis
yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
1)
Melalui da’wah;
2)
Melalui ceramah;
3)
Melalui diskusi, dan lain-lain.[3]
Pengajaran
aqidah dan akhlak dalam pembelajaran aqidah akhlak tentu harus disesuaikan
dengan usia dan perkembangan pola pikir siswa atau peserta didik. Penerapan
pengajaran aqidah dan akhlak di MI masih sangat lah sederhana. Konsep-konsep
tnetang nilai diatas pun masih sangat sederhana. Misalanya saja tentang iman
kepada Allah, penerapannya baru sampai pada mengenal asmaul husna dan
sifat-sifat Allah. Iman kepada malaikat-malaikat Allah baru sampai pada tahap
mengenal nama-nama dan tugasnya. Penerapan pengajaran akhlak pun masih sangat
sederhana. Mengenal macam-macam akhlak yang terpuji dan tercela, pembeiasaan
berakhlakul kharimah dan lain-lain.
C.
Proses Internalisasi dan Tahapan
dalam Menginternalisasikan Nilai.
Proses pembelajaran Aqidah Akhlak atau umumnya
pengajaran agama dapat dipandang sebagai suatu usaha mengubah tingkah laku
siswa dengan menggunakan bahan atau materi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Perubahan tingkah
laku siswa setelah menerima dan mengikuti pembelajaran dinamakan dengan hasil
belajar.
Hasil belajar atau bentuk perubahan yang diharapakan
meliputi tiga aspek, yaitu: pertama aspek kognitif, meliputi
perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan keterampilan/kemampuan
yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Kedua adalah aspek
afektif,meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan dan
kesadaran. Dan yang ketiga adalah aspek psikomotorik, meliputi
perubahan-perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan motorik.[4]
Jika kita membahas tentang proses internalisasi
dalam pembelajaran Aqidah Akhlak, maka secara tidak langsung kita akan
mebicarakan hasil belajar dalam aspek afektif. Karena aspek afektif merupakan
aspek yang bersangkutan dengan sikap mental, perasaan dan kesdaran siswa dan
hasil belajar pada aspek ini diperoleh melalui proses internalisasi.
Hasil belajar dalam aspek ini terdiri dari lima
tahapan. Kelima tingkatan tersebut adalah:
1.
Penerimaan
Yang
dimaksud dengan penerimaan adalah kesediaan siswa untuk mendengarkan dengan
sungguh-sungguh terhadap bahan pelajaran tanpa melakukan penilaian,
berperasangka, atau menyatakan sesuayu sikap terhadap pengajaran tersebut.
Penerimaan mencakup:
a.
penyadaran,
aritnya siswa menyadari akan segala sesuatau yang sedang diberikan, sehingga ia
menarik perhatian penuh terhadapnya, termasuk ke dalam:
1)
mengembangkan
kesadaran itu, sehinnga ia merasa bahwa bahan pelajaran yang diberikan itu
diperlukan baginya.
2)
Mengamati
perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam bahan, dari yang sederhana hingga
yang kompleks.
b.
kemauan
untuk menerima, artinya siswa bersikap mau menerima berbagai kenyataan dalam
pengajaran agama.
1)
Dapat
menerima berbagai pendapat, sikap, aliran atau mazhab.
2)
Mengembangkan
saling pengertian, kerukunan dalam hidup beragama.
c.
perhatian
yang terarah, artinya setelah siswa memiliki persepsi,perhatiannya terarah
kepada sesuatu rangsangan tertentu yang baru, misalnya:
1)
Tetap
dapat mendenganrkan atau menikmati pembicaraan Al-Qur’an, walaupun dengan
qiraat, lagu dan suasana yang berbeda-beda.
2)
Perhatiannya
terarah kepada sesuatu yang baru dalam pembacaan itu dan menyimak serta
mengenalinya.
2.
Memberikan
renspon dan jawaban.
Berkenaan
dengan renspon-renspon yang terjadi karena menerima atau mempelajari suatu
materi. Dalam hal ini siswa diberi motivasi agar menerima secara aktif, ada
partisipasi atau keterlibatan siswa dalam menerima pelajaran yang merupakan
pangkal dari belajar sambil berbuat. Jawaban ini mencakup:
a.
Persetujuan
untuk menjawab, artinya siswa berkemauan untuk menyesuaikan diri dan mengamati
berbagai ajaran agama islam.
b.
Keikut
sertaan dalam menjawab, artinya ikut serta dengan kemauan sendiri dlam berbagai
kegiatan keagamaan dan tahu bilamana harus diam atau ikut bicara menyumbangkan
pikiran.
c.
Keputusan
dalam menjawab, artinya siswa dpat memilih dan menemukan kepuasan dalam
melakukan berbagai kegiatan dan senang terhadap kebajikan dan keindahan yang
sesuai dengan ajaran agama islam.
3.
Penialaian
Penilaian
di sini menunjuk pada asal artinya, yaitu bahwa sesuatu memiliki nilai atau
harga. Dalam hal ini, tingkah laku siswa dikatakan bernilai atau berharga, jika
tingkah laku itu dilakukan secara tetap atau konsisten. Penilaian mencakup:
a.
Penerimaan
suatu nilai, berarti siswa merasa bertanggung jawab mendengarkan pelajaran agam
dan mengikuti segala kegiatan-kegiatannya.
b.
Pemilihan
suatu nilai, artinya dengan memilih suatu nilai, maka yang bersangkutan:
1)
Dapat
mendorong siswa-siswa lain agar menaruh perhatian terhadap pelajaran agama.
2)
Berminat,
yang memungkinakan siswa lain merasa senang dan puas atas apa yang diminatinya.
3)
Mau
berusaha meningkatkan pelaksanaan ajaran-ajaran agama.
c.
Pertanggungan
jawab untuk meningkatkan diri atau menjadi peringatan bagi diri sendiri, yang
ternyata dari perbuatannya:
1)
Bersikap
loyal kepada teman dan keluarganya serta masyarakat di mana tempat ia menjadi
anggotanya.
2)
Secara
aktif melakukan perintah agama dan meninggalkan larangan-Nya di mana pun ia
berada.
3)
Dapat
menggunakan akal sehat di bawah tuntunan wahyu Ilahi dalam setiap usaha
kegiatan atau dalam musyawarah.
4.
Pengorganisasian
nilai.
Untuk
memiliki sesuatu nilai atau sikap diri yang tegas jelas terhadap sesuatu harus
dilalui proses pilihan terhadap berbagai nilai-nilai yaang sama-sama relevan
diterapkan atas sesuatu tersebut. Di sinilah kebutuhan akan kemampuan siswa
untuk: pertama, mengorganisasikan nilai-nilai ke dalam suatu sistem, kedua
menetapkan saling hbungan antar nilai-nilai dan ketiga menentukan mana yang
dominan dan mana yang kurang dominan. Dengan singkatnya, siswa memiliki
kemampuan untuk mengorganisasikan nilai-nilai. Pengorganisasian mencakup:
a.
Konseptualisasi
suantu nilai:
1)
Siswa
berkehendak untuk menilai sesuatu yang dihadapkan kepadanya atau sesuatu yang
disadarinya.
2)
Siswa
mampu menemukan dan mengkristalisasikan kaidah-kaidah etika islam secara tepat.
b.
Menata
sesuatu sistem nilai:
Siswa
mampu menimbang berbagai alternatif (pilihan), baik sosial, politik maupun
ekonomi, sehingga membangun sistem nialai pribadi yang memberikan keuntungan
dan manfaat bagi kepentingan diri, keluarga dan kehidupan masyarakat islam.
5.
Karakterisasi
dengan suatu nilai.
Pada
tingkatan ini internalisasi telah menjadi matang. Sehingga menyatu dengan diri.
Artinya nilai-nilai itu sudah menjadi milik dan kedudukannya telah kokoh
sebagai watak atau karakter dari pemiliknya, dan mengendalikan seluruh tingkah
laku dan perbuatannya. Karakterisasi mencakup:
a.
Perangkat
yang tergeneralisasi:
1)
Siswa
bersedia untuk mengubah dan memperbaiki penilaian dan tingkah lakunya sehingga
sesuai dengan kebenaran ajaran islam dalam keadaan bagaimanapun ia berada.
2)
Siswa
dapat menerima kebenaran yang datangnya dari mana pun juga dan merasa puas
serta tentram jiwanya dengan memiliki iman, islam dan ihsan sebagai pandangan
hidupnya.
b.
Karakterisasi:
1)
Siswa
mampu secara nyata mendukung (drager) ajaran islam, sehingga selaras, serasi
dan seimbang dalam iktikad, ucapan dan perbuatan sehari-hari.
2)
Siswa
dapat mengembangkan kepribadiannya dalam segala segi kehidupan masyarakat
dengan penuh kesadaran sebagai seorang muslim yang senantiasa meningkatkan
ketaqwaannya untuk mencapai keridhaan Allah SWT semata-mata.[5]
D.
Upaya Yang Dapat Dilakuakan Untuk
Menginternalisasikan Nilai-Nilai Yang Terkandung dalam Aqidah Akhlak MI.
Upaya untuk mewujudkan ciri khas Agama Islam sekaligus
sebagai upaya dalam menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam
pembelajaran Aqidah Akhlak adalah dengan menciptakan suasana keagamaan di
lingkungan sekolah atau madrasah. Suasana keagamaan tersebut bukan hanya makna
simbolik tetapi lebih jauh dan dalam yakni berupa penanaman dan pengembangan
nilai-nilai religius oleh setiap tenaga pendidikan kepada peserta didik. Dalam penciptaan
suasana keagaman di sekolah ini mencerminkan metode pemebalajaran pembiasaan,
teladan, dan praktik. Selain itu juga memerlukan dukungan sarana dan prasarana
sekolah atau madrasah yang memadai dan tentunya masyarakat sekitar.
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan dalam upaya
penciptaan suasana keagamaan di lingkungan sekolah atau madrasah adalah sebagai
berikut:
1.
Mengenalkan
kepada peserta didik semua perangkat tata nilai, institusi yang ada dalam
masyarakat serta peran yang harus dilakukan berdasarkan status yang dimiliki
masing-masing individu yang ada dalam lembaga tersebut.
Setelah
peserta didik mengenal semua perangkat nilai, institusi dan peran yang ada,
maka mereka dilatih agar membiasakan diri dengan tata nilai dalam lingkungan
yang terbatas. Madrasah tempat peserta didik menjalani proses sosialisasi
hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan peserta didik dapat
mengenal, menghayati, dan melaksanakan sendiri apa yang seharusnya dikerjakan.
Dengan demikian, setiap peserta didik telah dibekali dengan pengetahuan,
pengahayatan, dan sekaligus pengalaman yang dapat membentuk kepribadiannya.
2.
Mengupayakan
agar setiap tenaga kependidikan bersikap dan berprilaku sesuai dengan ajaran
islam.
Sikap
dan perilaku Islam yang demikian dimulai dari kepala sekolah, para pendidik dan
semua tata usaha dan masyarakat yang ada disekitar sekolah. Setelah itu peserta
didik harus mengikuti dan membiasakan diri dengan sikap dan perilaku Islam.
Hubungan dan pergaulan sehari-hari antara pendidik dengan pendidik, antara
peserta didik dengan pendidik dan seterusnya, juga harus mencerminkan
kaidah-kaidah pergaulan Islami.
3.
Menciptakan
hubungan yang islami dalam bentuk rasa saling toleransi (tasaamuh), saling menghormati (takaaruh),
saling menyayangi (taraahuni), saling
membantu (ta’aawun) dan mengakui akan
eksistensi masing-masing, mengakui dan menyadari akan hak dan kewajiban masing-masing.
4.
Menyediakan
sarana pendidikan yang diperlukan dalam menunjang terciptanya ciri khas agama
Islam. Sarana pendidikan tersebut antara lain:
a.
Tersedianya
mushalla/masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan aktivitas peserta didik.
b.
Tersedianya
perpustakaan yang dilengkapi dengan buku-buku dan berbagai disiplin, khususnya
mengenai keislaman.
c.
Terpasangnya
kaligrafi ayat-ayat dan hadis nabi kata hikmah tentang semangat belajar,
pengabdian kepada agama, serta pembangunan nusa dan bangsa.
d.
Terpeliharanya
suasana sekolah yang bersih, tertib, indah dan aman serta tentanam rasa
kekeluargaan.
5.
Adanya
komitmen setiap warga madrasah menampilkan citra Islami, antara lain:
a.
Cara
dan pilihan model pakaian setiap tenaga kependidikan memakai pakaian yang sopan
dan rapi mempertimbangkan aturan agama dalam berpakaian.
b.
Tata
cara pergaulan yang sopan mencerminkan sikap akhlakul karimah di kalangan warga
madrasah.
c.
Disiplin
dengan waktu dan tata tertib yang ada, sehingga dapat menumbuhkan sikap hormat
dari pendidik dan masyarakat terhadap
tenaga kependidikan.
d.
Tata
beribadah menjalankan syariat agama dan diharapkan terbiasa untuk memimpin
upacara keagamaan bukuan saja di lingkungan sekolah, tetapi juga di luar
sekolah/madrasah.
e.
Memiliki
wawasan pemikiran yang luas, sehingga dalam menghadapi heterogenitas paham dan
golongan agama tidak bersikap sempit dan fanatik.
6.
Melakukan
pendekatan terpadu dalam proses pembelajaran dengan memadukan secara serentak
pendekatan. Pendekatan terpadu itu meniputi pendekatan:
a.
Keimanan
memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya
Tuhan sebagai sumber kehidupan makhluk.
b.
Pengalaman
memberikan peluang kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan
hasil-hasil pengalaman ibadah dan akhlak dalam kehidupan.
c.
Pembeiasaan,
memberikan peluang kepada peserta didik untuk melaksanakan apa-apa yang diperintahkan
Allah dengan cara melatih diri untuk itu.
d.
Rasional
memberikan peran pada rasio (akal) peserta didik dalam memahami dan membedakan
berbagai bahan ajar yang berkenaan dengan tindakan baik dan buruk yang ada
dalam kehidupan di dunia.
e.
Emosional,
merupakan upaya menggugah emosi peserta didik dalam menghayati perilaku yang
sesui dengan agama dan budaya bangsa.
f.
Fungsional,
menyajikan materi-materi ajaran-ajaran yang berguna dalam kehidupan peserta
didik.
g.
Keteladanan,
menjadikan sesama tenaga kependidikan sebagai figur idenifikasi atau uswatun
hasanah bagi peserta didik.
7.
Melakukan
berbagai kegiatan yang dapat terciptanya suasana keagamaan berupa:
a.
Doa
bersama sebelum memulai dan sesudah selesai kegiatan belajar-mengajar (KBM).
b.
Tadarus
Al-Qur’an (secara bersama-sama atau bergantian) selama 15-20 menit sebelum
waktu belajar ja, pertama dimulai. Tadarus Al-Qur’an dipimpin oleh pendidik
yang mengajar pada jam pertama.
c.
Shalat
Dzuhur berjamaah dan kultum (kuliah tujuh menit), atau pengajian/bimbingan
keagamaan secra berkala.
d.
Mengisi
perinagatan hari-hari besar keagamaan denga kegiatan yang menunjang
internalisasi nilai agama, dan menambah ketaatan beribadah.
e.
Mengintensifkan
praktik ibadah, baik ibadah mahdhah maupun ibadah sosial.
f.
Melengkapi
bahan kajian mata pelajaran umum dengan nuansa keislaman yang relevan dengan
nilai-nilai agama/dalil nash Al-Qur’an tau hadist Rasulullah SAW.
g.
Mengadakan
pengajian kitab di luar waktu terjadwal. Mengembangkan semangat belajar, cinta
tanah air, dan mengagungkan kemuliaan agamanya. Menjaga ketertiban kebersihan
dan keindahan secara bersama dan berkelanjutan baik oleh tenaga kependidikan
maupun oleh peserta didik.[6]
Dalam kehidupan sehari-hari pembeiasaan itu
merupakan hal yang penting, karena banyak kita lihat orang berbuat dan
bertingkah laku hanya karena kebiasaan. Rasulullah sendiri telah memrintahkan
kepada para pendidik agar mereka mmenyuruh anak-anak mereka mengerjakan shalat,
tatkala berumur tuju tahun. Hal ini berdasakan hadits nabi yang artinya “Suruhlah
anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah
mereka jika enggan mengerjakan kalau mereka sudah berumur 10 tahun, dan
pisahkan antara mereka ketika mereka tidur”. (H.R. Muslim)[7]
Pada dasarnya untuk menginternalisasikan nilai-nilai
yang terkandung dalam pembelajaran Aqidah Akhlak MI adalah pengajaran dengan
tauladan yang baik dan prinsip pembiasaan. Bahkan kedua prinsip tersebut telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Proses
internalisasi adalah penghayatan,
pendalaman, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan,
bimbingan orang tua atau yang bertanggung jawab atas perkembangan dan perilaku
anak.
2.
Nilai
yang terkandung dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di MI ada dua yakni nilai
Aqidah yang berhubungan dengan kepercayaan dan niali Akhlak yang berhubungan
denga prilaku atau tingkah laku.
3.
Prosed
internalisasi dalam pembelajaran Aqidah Akhlak sangat erat kaitannya dengan
hasil belajar aspek afektif. Adapun tahapannya ada lima yakni penerimaan,
pemberian renspon atau jawaban, penilaian, pengorganisasian nilai, dan
karakterisasi dengan suatu nilai.
4.
Upaya
yang dapat dilakukan untuk menginternalisasikan nilai yang terkandunga dalam
proses pembelajaran Aqidah Akhlak adalah dengan menciptakan suasana kegamaan
dalam lingkungan sekolah/madrasah. Dalam melakukan upaya tersebut di dalamnya
tercerminkan beberapa macam metode antara lain metode pembiasaan, metode
teladan, dan metode praktik. Selain itu upaya ini juga harus didukung denga
saran yang memadai dan msyarakat sekitar lingkungan sekolah/madrasah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,
Abu & Noor Salim.2008.Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi.Jakarta: Bumi Karsa
Ali,
Mohammad Daud.2011.Pendidikan Agama Islam.Jakarta: RajaGrafindo Jaya
Daradjat,
Zakiah,dkk.2011.Metodik Khusus Pengajaran
Agama Islam. CET ke-4. Jakarta: PT Bumi Aksara
DEPDIKBUD.1989.Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka
Fathurrohman,
Pupuh & M. Sobry Sutikno.2011.Strategi Belajar Mengajar.Bandung:
Refika Aditama
Ramayulis.2005.Metodologi Pendidikan Agama Islam.CET
ke-4,edisi revisi. Jakarta: Kalam Mulia
[1] DEPDIKBUD,Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,1989) hlm 336.
[2] Ali, Mohammad Daud, pendidikan
agama islam, (Jakarta:RajaGrafindo Jaya,2011), hlm 201
[3] Ahmadi, Abu & Noor Salim, Dasar-dasar
Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:Bumi Karsa,2008)
hlm 199
[4] Zakiah
Daradjat,dkk, Metodik Khusus Pengajaran
Agama Islam, (Jakarta : PT Bumi Aksara,cet.5, 2011), hlm 197
[6] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, cet.4,
2005), hlm 156-159.
[7] Fathurrohman, Pupuh & M.
Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:Refika Aditama), hlm
141
Tidak ada komentar:
Posting Komentar