Kamis, 12 Juni 2014

ASAS-ASAS PEMBELAJARAN AQIDAH AKHKLAK




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam berbagai hasil penelitian, menyangkut kapasitas dan potensi yang dimiliki manusia, telah banyak ditemukan bahwa disamping potensi rohani otak manusia organ tubuh yang paling kompleks. Pada dasarnya, upaya sungguh-sungguh dalam mengenal dan memahami diri sendiri manusia seperti apa yang diisyaratkan dalam al-qur’an : “ Dan di Bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada diri mereka. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?”(Q.s. Adz-Dzariat/51:20-21). Dan pastinya sudah banyak upaya ynag dilakukan manusia dalam mengenal dirinya sendiri.
Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan secara terus menerus demi mengaktualkan sebesar-besarnya potensi yang dimilikinya, itulah yang pada dasarnya memicu berbagai penelitian yang hingga kini menghasilkan berbagai bentuk bentuk-model dan strategi pembelajaran.Pengetahuan seorang guru mengenai azaz-azaz pembelajaran sangat diperlukan dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik. Adapun dalam makalah ini akan membahas tentang hal itu, tentang azaz-azaz pembelajaran aqidah Akhlak khususnya pada jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah. Yaitu meliputi : azaz Psikologis, azaz Sosial pembelajaran aqidah akhlak MI, Azaz filosofis pembelajaran aqidah akhlak MI, azaz Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa saja azaz-azaz pembelajaran Aqidah Akhlak MI?
2.      Bagaimanakah Azaz Psikologis?
3.      Bagaimanakah azaz sosial pembelajaran Aqidah akhlak MI?
4.      Bagaimanakah azaz filosofis pembelajaran Aqidah akhlak MI?
5.      Bagaimanakah azaz Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI?





C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui azaz-azaz dalam pembelajaran aqidah akhlak MI
2.      Untuk memahami azaz psikologis
3.      Untuk memahami azaz sosial pembelajaran Aqidah akhlak MI
4.      Untuk memhami azaz filosofis pembelajaran Aqidah akhlakMI
5.      Untuk memahami azaz Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI























BAB II
PEMBAHASAN


A.  AZAZ PSIKOLOGIS
Manusia sebagai makhluk psikologi dalam al-qur’an disebut insan.Insan berasal dari kata nasiya-yanga yang artinya lupa, dari ‘uns yang artinya harmoni dan mesra, dan dari kata nasa yanusu yang artinya bergejolak.Kondisi psikologis manusia berada di wilayah kesadaran hingga lupa, dari wilayah mesra hingga benci, dari wilayah bergejolak atau angkuh atau arogan hingga tenang. Manusia diciptakan dengan sangat sempurna (fi ahsani taqwim), berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan ; berfikir, merasa dan berkehendak. Jiwa merupakan sistem yang disebut sistem nafsani, terdiri dari subsistem yaitu :akal, Qalb, Bashiroh (hati nurani), Syahwat, dan hawa atau dalam hal ini dapat dikatakan bahwa asas ini dapat memberi informassi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktik, pencapaian, penilaian serta pengukuran dan bimbingan. Asas ini meliputi ilmu tingkah laku, biologi, fisiologi, komunikasi yang sesuai untuk memahami pengajaran,proses belajar, pertumbuhan,perkembangan, kematangan, kemampuan, kecerdasan, persepsi dan perbedaan individu, minat dan sikap.[1]
1.   Azaz Kecerdasan
Menurut Munzert. A.M bahwa kecerdasan itu adalah sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban, penyelesaian dan kemampuan menyelesaikan masalah.[2]
Dalam hal potensi kecerdasan, Howard Gardner menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang. Dengan demikian, masing-masing peserta didik tersebut akan merasa pas menguasai bidangnya. Bukan hanya cakap pada bidang yang sesuai dengan bidangnya, namun akan sangat menguasainya hingga menjadi ahli. Menurut HowardGardner, kecerdasan seseorang meliputi:
a.   Kecerdasan matematis-logis (logical-mathematical intellegence)
Memuat kemampuan berfikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berfikir.Orang semacam ini cenderung menyukai aktifitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika.
b.   Kecerdasan bahasa (linguistic-verbal intellengence)
Memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.Orang semacam ini, umumnya ditandai dengan kesenangan pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, dan sebagainya.
c.  Kecerdasanmusical (musical intellengence)
Memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya seperti nada dan irama. Orang semacam ini, cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama yang indah, dan akan lebih mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan music.
      d.  Kecerdasan visual spasial(visual-spatial intelligence)
Memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dengan ruang.Orang semacam ini memiliki kemampuan menciptakan imajinasi bentuk yang nyata dalam fikiraannya dan kemudian memecahkan masalah sehubungan dengan kemampuannya.
e.  Kecerdasan kinestetikatau gerakan fisik(kinesthetic intelligence)
Memuat kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalahnya.Kecekatan fisik ini seperti olah raga, atletik, menari, kerajinan tangan dan lain-lain.


f.   Kecerdasan hubungan social (Inter-personal  intellegence)
Memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain, cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekelilingnya.Kecerdasan ini sering juga disebut kecerdasan sosial.
g.   Kecerdasankerohanian (Intra-persoal)
Memuat mengenai kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri, cenderung mampu mengenali kekuatan ataupun kelemahan dirinya sendiri.Orang semacam ini senang melakukan introspeksi diri, mengoreksi kekurangan dan kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri.
h.   Kecerdasan naturalis
Memuat kemampun seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam.Misalnya senang berada dilingkungan alam seperti, gunung, pantai, hutan, cagar alam dan sebagainya.Cenderung senang untuk mengobservasi lingkungan alam.
Melalui konsep tentang kecerdasan ini Gardner ingin mengoreksi keterbatasan cara berfikir yang konvensional mengenai kecerdasan. Dimana seolah-olah kecerdasan hanya terbatas pada apa yang diukur melalui tes intelegensi yang sempit saja, atau sekedar melihat prestasi melalui ulangan atau ujian di ekolah belaka.
Konsep dan teori Gardner dikembangkan diantaranya oleh Daniel Goleman.Dimana, Goleman mencoba lebih menekankan pada aspek kecerdasan intra-personal.Inti dari kecerdasan ini adalah kemampuan untuk membedakan dan memahami suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat.Kecerdasan intra-personal ini lebih menekankan pada aspek kognisi atau pemahaman.Sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan.Padahal menurut Goleman, faktor emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna yang kaya dalam kecerdasan intra-personal ini. Goleman menyebut 5 wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosi, diantaranya adalah ;

a.   Kemampuan mengenali emosi diri
Seseorang yang mampu mengenali emosi dirinya sendiri adalah apabila ia memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan mereka yang sesungguhnyandan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Misalnya, sikap dalam menentukan pilihan, seperti memilih sekolah, sahabat, pekerjaan hingga pasangan hidup.
b.  Kemampuan mengelola emosi
Kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaanya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah. Misalya, seorang yang sedang marah, maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus meimbulkan akibat yang akan disesali dikemudian hari.
           c.   Kemampuan memotivasi diri
Kemampuan seseorang untuk memberikan semangat kepada dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.Dalam hal ini adanya harapan dan optimisme yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktifitas tertentu.
           d.   Kemampuan mengenali emosi orang lain
Kemampuan untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain aka merasa senang dan dimengerti perasaannya. Anak yang memiliki kemampuan ini sering pula disebut sebagai kemampuan berempati.
            e.  Kemampuan membina hubungan
Kemampuan untuk mengelola emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulannya lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini cenderung memiliki banyak teman.
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan betapa pentingnya kecerdasan emosional dikembangkan pada diri peserta didik. Sering dijumpai peserta didik yang cerdas di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun bila tidak dapat mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa, angkuh, maka prestasi tersebut tidak akan banyak bermanfaat untuk dirinya. Kecerdasan emosional perlu dihargai dan dikembangkan sejak usia dini, karena hal ini yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat berkembangan secara lebih optimal.   [3]
2.   Azaz Pemahaman Dan Pengembangan
a.   Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Selama mereka normal, terlahir dengan sifat seperti itu.Sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap atau berfikir kritis dan kreatif.Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugrah Tuhan tersebut.
b.   Mengenal peserta didik secara perorangan
Peserta didik berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda.Perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran, agar kita dapat membantunya bila mendapatkan kesulitan dan peserta didik dapat belajar secara optimal.
c.   Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, peserta didik sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau kelompok.Hal ini dapat dimanfaatkan, dalam melakukan tugas dan membahas sesuatu. Anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok, karena memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar fikiran.
d.   Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif dan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah.Hal tersebut memerlukan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.Kritis untuk menganalisa masalah, dan kreatif untuk menciptakan alternative pemecahan masalah.Kritis dan kreatif berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang ada pada diri anak sejak lahir, tugas guru adalah untuk mengembangkannya.


e.   Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam pembelajaran. Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajang dalam ruang kelas dan yang dipajang diharapkan memotivasi peserta didik untuk lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.
f.   Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik.Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek kajian (sumber belajar).penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat peserta didik senang dalam belajar.
Beberapa keuntungan yang diperoleh kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar antara lain:
1.         kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam-jam, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi.
2.         Hakikat belajar akan lebih bermkana sebab siswa dihadapakan dengan situasi sama keadaan yang sebenarnya
3.         Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih factual sehingga kebenarannya lebih akurat.
4.         Siswa dapat menghayati dan memahami aspek-aspek kehiduupan yang ada di lingkungannya.
g.   Memberikan umpan balik(feedback) yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat apabila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada peserta didik merupakan salah satu interaksi antara guru dan peserta didik.Dengan adanya umpan balik dari peserta didik maka sebagai seorang pendidik akan memahami bagaimana perkembangan peserta didik yang dibelajarkan.
h.   Membedakan aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan peserta didik kelihatan sibuk bekerja dan bergerak.Seperti mengatur bangku dan meja membuat kelompok.Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik.Sering bertanya, memertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda aktif mental.[4]

B. AZAZ SOSIAL PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
1.   Perkembangan Sosial Anak Usia MI
Perkembangan social berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Sosialisasi merupakan proses belajar bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntutan sosial sehinggga mampu hidup bermasyarakat. Dalam perkembangan social peserta didik usia MI, kelompok dan permainan anak memegang peranan penting. Melalui kegiatan kelompok dan permainan anak usia MI belajar bergaul dan bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. Selain itu, tuntunan social sesuai dengan usianya, seperti belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya, belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
Hurlock mengatakan bahwa belajar hidup bermasyarakat memerlukan 3 proses berikut :
a.       Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Agar dapat diterima dalam kelompok, maka anak usia MI sebagai anggota harus menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok terebut.
b.      Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Memainkan peran social dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah disetujui dan ditentukan oleh para anggota kelompok.Misalnya, peran anak dan orang tua.
c.       Perkembangan Sikap sosial
Peserta didik harus terlibat dalam aktifitas social tertentu. Jika dilakukan dengan baik maka ia dapat melakukan penyesuaian yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok. Peserta didik dapat melakukan sosialisasi dengan baik apabila sikap dan perilakunya mencerminkan ketiga proses tersebut sehingga dapat diterima sesuai dengan standar kelompok di tempat peserta didik menggabungkan diri. Jika tidak, maka ia akan berkembang menjadi orang yang non-sosial, bahkan anti social.

2.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi, dipengaruhi oleh:
a)      Kesempatan dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain. Semakin bertambahnya usia, anak semakin membutuhkan kesempatan dan waktu lebih banyak untuk  bergaul dengan orang-orang di sekitaarnya.
b)      Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang lain. Peserta didik perlu menguasai kemampuan berbicara dengan topic yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain.
c)      Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Motivasi bersosialisasi ini tergantung juga pada tingkat kepuasan yang dapat diberikan melalui aktivitas social kepadanya. Menimubulkan kebutuhan dan rasa tidak puas belum cukup dan harus pula diberi jalan yang harus ditempuh untuk memenuhi ketidakpuasan tersebut
d)     Metode belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar sosialisasi melalui kegiatan bermain peran dengan menirukan orang yang diidolakan, maka peserta didik cendrung mengikuti peran social tersebut. [5]
3.   Upaya Optimalisai Perkembangan Sosial
Salah satu yang penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman social awal bagi perkembangan dan perilaku social sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Mempelajari sikap dan perilaku social dengan baik dan buruk pada pengalaman social awal akan memudahkan atau menyulitkan perkembangan social anak selanjutnya. Sikap social yang terbentuk akan sulit diubah dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Pengalaman social awal juga turut mempengaruhi partisipasi social anak.
Pada masa usia MI, kelompok bermain memegang peranan penting dalam perkembangan social. Kesadaran social berkembang pesat, anak membutuhkan teman sebaya untuk melakukan berbagai aktivitas  dalam kehidupannya dan juga berpengaruh dalam kemampuan penyesuaian social peserta didik usia MI.

C.  AZAS FILOSOFI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
Dunia pendidikan telah berkembang pesat.Sistem pendidikan konvensional yang mengandalkan pendidik sebagai yang serba tahu atau pemegang otoritas dan peserta didik sebagai yang serba tidak tahu atau yang tak berdaya, sudah tidak mampu lagi memberi konstribusi bagi kemajuan kemanusiaan dan karenanya secara bertahap sudah mulai ditinggalkan. Model pembelajaran pasif seperti itu, yakni pendidik menerangkan peserta didik mendengarkan, pendidik mendiktekan peserta didik mencatat,dan seterusnya, di mana hal ini oleh Freire disebut sebagai pendidikan gaya bank, menghambat kreatifitas dan pengembangan potensi mereka.
            Oleh sebab itu, kemudian berkembang model task style, reciprocal style,dan diikuti kemudian dengan kemunculan berbagai model sampai kini muncul model colaborative and cooperative learning yang menekankan pada aktifitas peserta didik dan dibantu oleh pendidik. Pendidik hanya memfasilitasi para peserta didik untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.Sejalan dengan model-model pembelajaran yang menekankan peran peserta didik, adalah penelitian mutakhir di bidang sains humanistik.Berbagai hasil penelitian dimaksud di satu sisi, dan sisi lainnya berbagai kritik mengenai model pembelajaran konvensional yang berlangsung selama ini, menuntut perubahan dan penyesuaian mendasar dalam hal pembelajaran. Lebih lanjut, dalam merespon perkembangan (pengetahuan tentang manusia dan mengenai pembelajaran) yang terjadi tanpa henti itu, banyak model pendidikan dan khususnya proses pembelajaran yang bernuansa perubahan revolusioner dengan tawaran-tawaran model dan pendekatan yang sangat variatif dalam rangka mengembangkan proses pembelajaran yang efektif. Untuk itu proses pembelajaran termasuk pembelajaran aqidah akhlak akhlak di MI perlu diserasikan dengan berbagai tuntutan perubahan dan perkembangan agar norma-norma Islam bisa lebih mudah diapresiasi dalam memenuhi kepentinagan manusia dan kemanusiaan.


D.  AZAZ SPIRITUAL-TEOLOGIS PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
Spiritual adalah salah satu potensi yang ditemukan manusia dalam dirinya, yang belakangan diyakini menjadi sebagai landasan bagi bangunan kecerdasan. Bahkan kecerdasan spiritual dipercayai sebagai kecerdasan manusia yang mempunyai umur yang sama tuanya dengan proses penciptaan manusia itu sendiri. Hal ini didasarkan pada firman Allah :
àMó¡s9r&öNä3ÎntÎ((#qä9$s%4n?t¡!$tRôÎgx©
Artinya :"Bukankah aku ini Tuhanmu?"  lalu ruh menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi"
Dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa ruh manusia telah mengadakan perjanjian dengan Tuhannya.Bukti perjanjian tersebut adalah fitrah iman dalam diri manusi adanya hal ini juga dikuatkan dengan adanya “suara hati” yang dipercayai sebagai suara ketuhanan.Namun, konsep mengenai kecerdasan Spiritual ini baru dikembangkan secara utuh dalam beberapa tahun belakangan ini. Banyak bukti telah ditemukan dalam hal spiritual quotient meskipun itu berawal dari cabang ilmu lain yaitu meskipun itu berawal dari cabang ilmu lain yaitu: neorologi, psikologi, antropologi dan dalam hal linguistik.
            Berdasarkan cerita mengenai hasil penelitian tersebut, jadi pada dasarnya spiritual Quotient bukanlah sebagai pelengkap dari kecerdasan-kecerdasan sebelumnya.Akan tetapi adalah yang terpenting diantara kecerdasan-kecerdasan manusia yang mengintegrasikan semua kecerdasan dan menjadikan manusia makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual.Dalam hubugannya dengan spiritualitas ini, dalam pandangan Ernest Holmest, sesungguhnya dalam diri setiap orang terdapat potensi yang memang sangat dekat dengan kehadiran Tuhan sebagai sumber dari potensi spiritualitas itu sendiri. Bahkan terdapat pandangan bagi sebagian orang berkeyakinan bahwa “ketika anda” “melihat” Tuhan disetiap pengalaman, anda menyadari bahwa hidup anda seutuhnya dapat menjadi sebuah doa. Hal ini sesungguhnya bisa dipahami sebagai sejalan dengan pemaknaan dan pandangan dunia Ihsan.[6]

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan materi yang sudah kami paparkan di atas,  kami dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa azaz yang perlu dipahami oleh seorang guru khususnya bagi kita sebagai calon seorang guru yang akan dicetak sebagai seorang pendidik ke depannya khususnya dalam pembelajaran aqidah akhlak MI/SD yang melipti: 
1.      Azaz psikologis, terdiri dari: azaz kecerdasan di mana azaz ini terdiri dari kecerdasan matemaris-logis, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan Inter-personal, kecerdasan intra-personal, dan kecerdasan naturalis. Konsep tersebut dikembangkan oleh seorang ahli yang bernama Goleman yang  meliputi : Kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri kemampuan mengenali emosi orang lain, kemampuan membina hubungan.
2.      Azaz pemahaman dan pengembangan, yaitu meliputi: memahami sifat yang dimiliki anak, mengenal peserta didik secara perorangan, memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar, mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif dan memecahkan masalah, mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik, memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, memberikan umpan balik yang  baik untuk meningkatkan kgiatan belajar, membedakan aktif fisik dan aktif mental
3.      Azaz sosial pembelajaran aqidah akhlak MI, yaitu meliputi : perkembangan social anak usia MI, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, dan upaya optimalisasi perkembangan social.
3.   Azaz Filosofi pembelajaran aqidah akhlak MI,yaitu berbagai bentuk perkembangan   dalam pendidikan,dalam proses pembelajarn muncul berbagai strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Begitu juga dalam proses pembelajaran termasuk aqidah akhlak di MI perlu diserasikan dengan berbagai tuntutan perubahan dan perkembangan agar norma-norma Islam bisa lebih mudah diapresiasi dalam memenuhi kepentinagan manusia dan kemanusiaan.

4.   Azaz spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI
Spiritiul adalah salah satu potensi yang ditemukan manusia dalam dirinya, yang belakangan diyakini menjadi sebagai landasan bagi bangunan kecerdasan. Jika seorang Guru dapat membuka diri terhadap dan kepada koneksitas ini, maka bisa diharapkan yang bersangkutan akan merasakan kekuatan yang mengubah hidup disetiap tarikan nafasnya. Sejatinya, tidak ada prestasi yang lebih besar dibandingkan hubungan sukses dengan Tuhan dalam ruang kinerja dan kiprah kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan dan pembelajaran.
























DAFTAR PUSTAKA

Khalakul Khairi, Ahmad,Pembelajaran Aqidah Akhlak,Mataram : IAIN Mataram, 2012
Sudjana Nana dan Rivai Ahmad,Media Pengajaran,Bandung:Percetakan Sinar Baru Algensindo Offset, 2005
Sukmadinata, Nana Syaodah, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011
Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta : PT  Bumi Aksara, 2010.


[1] Lubna, Mengurai Ilmu Pendidikan Islam(Mataram, LKM Mataram,2009). Hlm 31
[2] Syarif sagala , konsep dan makna pembelajaran (Bandung, PT Alfabeta, 2012). Hlm. 82.
[3] Nana syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset: 2011). Hlm. 95-97
[4] Nana Sudjana dan Ahmad rivai, Media Pengajaran (Bandung, Percetakan Sinar Baru Algensindo Offset: 2005). Hlm. 208.
[5] Nasution, didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta, PT Bumi Aksara: 2010), hlm. 73
[6]Ahmad Khalakul Khairi. Pembelajaran Aqidah Akhlak.(Mataram : IAIN Mataram, 2012), hlm. 25-33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar