BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai hasil penelitian,
menyangkut kapasitas dan potensi yang dimiliki manusia, telah banyak ditemukan
bahwa disamping potensi rohani otak manusia organ tubuh yang paling kompleks.
Pada dasarnya, upaya sungguh-sungguh dalam mengenal dan memahami diri sendiri
manusia seperti apa yang diisyaratkan dalam al-qur’an : “ Dan di Bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang yakin, dan (juga) pada diri mereka. Maka apakah kamu tiada
memperhatikan?”(Q.s. Adz-Dzariat/51:20-21). Dan pastinya sudah banyak upaya
ynag dilakukan manusia dalam mengenal dirinya sendiri.
Pembelajaran merupakan upaya yang
dilakukan secara terus menerus demi mengaktualkan sebesar-besarnya potensi yang
dimilikinya, itulah yang pada dasarnya memicu berbagai penelitian yang hingga
kini menghasilkan berbagai bentuk bentuk-model dan strategi
pembelajaran.Pengetahuan seorang guru mengenai azaz-azaz pembelajaran sangat
diperlukan dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik. Adapun dalam
makalah ini akan membahas tentang hal itu, tentang azaz-azaz pembelajaran
aqidah Akhlak khususnya pada jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah. Yaitu
meliputi : azaz Psikologis, azaz Sosial pembelajaran aqidah akhlak MI, Azaz
filosofis pembelajaran aqidah akhlak MI, azaz Spiritual-teologis pembelajaran
aqidah akhlak MI.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
saja azaz-azaz pembelajaran Aqidah Akhlak MI?
2.
Bagaimanakah Azaz Psikologis?
3.
Bagaimanakah azaz sosial pembelajaran Aqidah akhlak MI?
4.
Bagaimanakah azaz filosofis pembelajaran Aqidah akhlak MI?
5.
Bagaimanakah azaz Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui azaz-azaz dalam pembelajaran aqidah akhlak MI
2.
Untuk memahami azaz psikologis
3.
Untuk memahami azaz sosial pembelajaran Aqidah akhlak MI
4.
Untuk memhami azaz filosofis pembelajaran Aqidah akhlakMI
5.
Untuk memahami azaz Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI
BAB II
PEMBAHASAN
A. AZAZ PSIKOLOGIS
Manusia sebagai makhluk psikologi
dalam al-qur’an disebut insan.Insan berasal dari kata nasiya-yanga yang artinya
lupa, dari ‘uns yang artinya harmoni
dan mesra, dan dari kata nasa yanusu yang
artinya bergejolak.Kondisi psikologis manusia berada di wilayah kesadaran
hingga lupa, dari wilayah mesra hingga benci, dari wilayah bergejolak atau
angkuh atau arogan hingga tenang. Manusia diciptakan dengan sangat sempurna (fi
ahsani taqwim), berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan ; berfikir, merasa dan
berkehendak. Jiwa merupakan sistem yang disebut sistem nafsani, terdiri dari
subsistem yaitu :akal, Qalb, Bashiroh (hati nurani), Syahwat, dan hawa atau
dalam hal ini dapat dikatakan bahwa asas ini dapat memberi informassi tentang
watak pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktik, pencapaian,
penilaian serta pengukuran dan bimbingan. Asas ini meliputi ilmu tingkah laku,
biologi, fisiologi, komunikasi yang sesuai untuk memahami pengajaran,proses
belajar, pertumbuhan,perkembangan, kematangan, kemampuan, kecerdasan, persepsi
dan perbedaan individu, minat dan sikap.[1]
1. Azaz Kecerdasan
Menurut Munzert. A.M bahwa
kecerdasan itu adalah sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan
jawaban, penyelesaian dan kemampuan menyelesaikan masalah.[2]
Dalam hal potensi kecerdasan, Howard
Gardner menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai ternyata
memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang
sukses untuk masa depan seseorang. Dengan demikian, masing-masing peserta didik
tersebut akan merasa pas menguasai bidangnya. Bukan hanya cakap pada bidang
yang sesuai dengan bidangnya, namun akan sangat menguasainya hingga menjadi
ahli. Menurut HowardGardner, kecerdasan seseorang meliputi:
a. Kecerdasan
matematis-logis (logical-mathematical intellegence)
Memuat kemampuan berfikir secara induktif dan deduktif,
kemampuan berfikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola
angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan
berfikir.Orang semacam ini cenderung menyukai aktifitas berhitung dan memiliki
kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika.
b.
Kecerdasan bahasa (linguistic-verbal intellengence)
Memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan
kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda
untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.Orang semacam ini, umumnya ditandai
dengan kesenangan pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa
seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, dan sebagainya.
c. Kecerdasanmusical
(musical intellengence)
Memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara
nonverbal yang berada di sekelilingnya seperti nada dan irama. Orang semacam
ini, cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama yang indah, dan akan
lebih mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan
dengan music.
d. Kecerdasan visual spasial(visual-spatial
intelligence)
Memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih
mendalam hubungan antara objek dengan ruang.Orang semacam ini memiliki
kemampuan menciptakan imajinasi bentuk yang nyata dalam fikiraannya dan
kemudian memecahkan masalah sehubungan dengan kemampuannya.
e. Kecerdasan
kinestetikatau gerakan fisik(kinesthetic intelligence)
Memuat kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan
bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan
masalahnya.Kecekatan fisik ini seperti olah raga, atletik, menari, kerajinan
tangan dan lain-lain.
f. Kecerdasan
hubungan social (Inter-personal
intellegence)
Memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan
orang lain, cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga
mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekelilingnya.Kecerdasan ini
sering juga disebut kecerdasan sosial.
g. Kecerdasankerohanian
(Intra-persoal)
Memuat mengenai kemampuan seseorang untuk peka terhadap
perasaan dirinya sendiri, cenderung mampu mengenali kekuatan ataupun kelemahan
dirinya sendiri.Orang semacam ini senang melakukan introspeksi diri, mengoreksi
kekurangan dan kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri.
h.
Kecerdasan naturalis
Memuat kemampun seseorang untuk peka terhadap lingkungan
alam.Misalnya senang berada dilingkungan alam seperti, gunung, pantai, hutan,
cagar alam dan sebagainya.Cenderung senang untuk mengobservasi lingkungan alam.
Melalui konsep tentang kecerdasan ini Gardner ingin mengoreksi
keterbatasan cara berfikir yang konvensional mengenai kecerdasan. Dimana
seolah-olah kecerdasan hanya terbatas pada apa yang diukur melalui tes
intelegensi yang sempit saja, atau sekedar melihat prestasi melalui ulangan
atau ujian di ekolah belaka.
Konsep dan teori Gardner
dikembangkan diantaranya oleh Daniel Goleman.Dimana, Goleman mencoba lebih
menekankan pada aspek kecerdasan intra-personal.Inti dari kecerdasan ini adalah
kemampuan untuk membedakan dan memahami suasana hati, temperamen, motivasi dan
hasrat.Kecerdasan intra-personal ini lebih menekankan pada aspek kognisi atau
pemahaman.Sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan.Padahal
menurut Goleman, faktor emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna
yang kaya dalam kecerdasan intra-personal ini. Goleman menyebut 5 wilayah
kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosi, diantaranya adalah ;
a. Kemampuan mengenali
emosi diri
Seseorang
yang mampu mengenali emosi dirinya sendiri adalah apabila ia memiliki kepekaan
yang tajam atas perasaan mereka yang sesungguhnyandan kemudian mengambil
keputusan-keputusan secara mantap. Misalnya, sikap dalam menentukan pilihan,
seperti memilih sekolah, sahabat, pekerjaan hingga pasangan hidup.
b. Kemampuan mengelola emosi
Kemampuan
seseorang untuk mengendalikan perasaanya sendiri sehingga tidak meledak dan
akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah. Misalya, seorang yang
sedang marah, maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa
harus meimbulkan akibat yang akan disesali dikemudian hari.
c. Kemampuan
memotivasi diri
Kemampuan
seseorang untuk memberikan semangat kepada dirinya sendiri untuk melakukan
sesuatu yang baik dan bermanfaat.Dalam hal ini adanya harapan dan optimisme
yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan
suatu aktifitas tertentu.
d. Kemampuan mengenali emosi orang lain
Kemampuan
untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain aka
merasa senang dan dimengerti perasaannya. Anak yang memiliki kemampuan ini
sering pula disebut sebagai kemampuan berempati.
e. Kemampuan membina
hubungan
Kemampuan
untuk mengelola emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial yang
tinggi dan membuat pergaulannya lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini
cenderung memiliki banyak teman.
Dari
analisis tersebut dapat disimpulkan betapa pentingnya kecerdasan emosional
dikembangkan pada diri peserta didik. Sering dijumpai peserta didik yang cerdas
di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun bila tidak dapat
mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa, angkuh, maka prestasi
tersebut tidak akan banyak bermanfaat untuk dirinya. Kecerdasan emosional perlu
dihargai dan dikembangkan sejak usia dini, karena hal ini yang mendasari
keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat
seluruh potensinya dapat berkembangan secara lebih optimal. [3]
2. Azaz Pemahaman
Dan Pengembangan
a.
Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada
dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Selama mereka
normal, terlahir dengan sifat seperti itu.Sifat tersebut merupakan modal dasar
bagi berkembangnya sikap atau berfikir kritis dan kreatif.Kegiatan pembelajaran
merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi
berkembangnya kedua sifat anugrah Tuhan tersebut.
b. Mengenal peserta
didik secara perorangan
Peserta
didik berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan
yang berbeda.Perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam
kegiatan pembelajaran, agar kita dapat membantunya bila mendapatkan kesulitan
dan peserta didik dapat belajar secara optimal.
c. Memanfaatkan
perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar
Sebagai
makhluk sosial, peserta didik sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau
kelompok.Hal ini dapat dimanfaatkan, dalam melakukan tugas dan membahas
sesuatu. Anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk
berkelompok, karena memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar fikiran.
d. Mengembangkan
kemampuan berfikir kritis, kreatif dan memecahkan masalah
Pada
dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah.Hal tersebut memerlukan kemampuan
berfikir kritis dan kreatif.Kritis untuk menganalisa masalah, dan kreatif untuk
menciptakan alternative pemecahan masalah.Kritis dan kreatif berasal dari rasa
ingin tahu dan imajinasi yang ada pada diri anak sejak lahir, tugas guru adalah
untuk mengembangkannya.
e. Mengembangkan
ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang
kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam pembelajaran.
Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajang dalam ruang kelas dan yang
dipajang diharapkan memotivasi peserta didik untuk lebih baik dan menimbulkan
inspirasi bagi siswa lain.
f. Memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan
(fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan
belajar peserta didik.Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek
kajian (sumber belajar).penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering
membuat peserta didik senang dalam belajar.
Beberapa
keuntungan yang diperoleh kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar
antara lain:
1.
kegiatan belajar lebih menarik dan
tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam-jam, sehingga motivasi belajar
siswa akan lebih tinggi.
2.
Hakikat belajar akan lebih bermkana
sebab siswa dihadapakan dengan situasi sama keadaan yang sebenarnya
3.
Bahan-bahan yang dapat dipelajari
lebih kaya serta lebih factual sehingga kebenarannya lebih akurat.
4.
Siswa dapat menghayati dan memahami
aspek-aspek kehiduupan yang ada di lingkungannya.
g. Memberikan umpan
balik(feedback) yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu
hasil belajar akan meningkat apabila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian
umpan balik dari guru kepada peserta didik merupakan salah satu interaksi
antara guru dan peserta didik.Dengan adanya umpan balik dari peserta didik maka
sebagai seorang pendidik akan memahami bagaimana perkembangan peserta didik
yang dibelajarkan.
h. Membedakan aktif
fisik dan aktif mental
Banyak
guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan peserta didik kelihatan sibuk
bekerja dan bergerak.Seperti mengatur bangku dan meja membuat kelompok.Aktif
mental lebih diinginkan daripada aktif fisik.Sering bertanya, memertanyakan
gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda aktif mental.[4]
B. AZAZ SOSIAL PEMBELAJARAN AQIDAH
AKHLAK MI
1.
Perkembangan Sosial Anak Usia MI
Perkembangan
social berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Sosialisasi merupakan proses belajar bersikap dan berperilaku sesuai
dengan tuntutan sosial sehinggga mampu hidup bermasyarakat. Dalam perkembangan
social peserta didik usia MI, kelompok dan permainan anak memegang peranan
penting. Melalui kegiatan kelompok dan permainan anak usia MI belajar bergaul
dan bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. Selain itu, tuntunan social sesuai
dengan usianya, seperti belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya,
belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
Hurlock
mengatakan bahwa belajar hidup bermasyarakat memerlukan 3 proses berikut :
a. Belajar
berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Agar dapat
diterima dalam kelompok, maka anak usia MI sebagai anggota harus menyesuaikan
perilakunya dengan standar kelompok terebut.
b. Memainkan
peran sosial yang dapat diterima
Memainkan
peran social dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah disetujui dan
ditentukan oleh para anggota kelompok.Misalnya, peran anak dan orang tua.
c. Perkembangan
Sikap sosial
Peserta
didik harus terlibat dalam aktifitas social tertentu. Jika dilakukan dengan
baik maka ia dapat melakukan penyesuaian yang baik dan diterima sebagai anggota
kelompok. Peserta didik dapat melakukan sosialisasi dengan baik apabila sikap
dan perilakunya mencerminkan ketiga proses tersebut sehingga dapat diterima
sesuai dengan standar kelompok di tempat peserta didik menggabungkan diri. Jika
tidak, maka ia akan berkembang menjadi orang yang non-sosial, bahkan anti
social.
2. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Kemampuan peserta didik melakukan
sosialisasi, dipengaruhi oleh:
a) Kesempatan
dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain. Semakin
bertambahnya usia, anak semakin membutuhkan kesempatan dan waktu lebih banyak
untuk bergaul dengan orang-orang di
sekitaarnya.
b) Kemampuan
berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang
lain. Peserta didik perlu menguasai kemampuan berbicara dengan topic yang dapat
dipahami dan menarik bagi orang lain.
c) Motivasi
peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Motivasi bersosialisasi ini
tergantung juga pada tingkat kepuasan yang dapat diberikan melalui aktivitas
social kepadanya. Menimubulkan kebutuhan dan rasa tidak puas belum cukup dan
harus pula diberi jalan yang harus ditempuh untuk memenuhi ketidakpuasan
tersebut
d) Metode
belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar
sosialisasi melalui kegiatan bermain peran dengan menirukan orang yang
diidolakan, maka peserta didik cendrung mengikuti peran social tersebut. [5]
3. Upaya
Optimalisai Perkembangan Sosial
Salah
satu yang penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman social
awal bagi perkembangan dan perilaku social sekarang dan selanjutnya pada masa
remaja dan dewasa. Mempelajari sikap dan perilaku social dengan baik dan buruk
pada pengalaman social awal akan memudahkan atau menyulitkan perkembangan
social anak selanjutnya. Sikap social yang terbentuk akan sulit diubah
dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Pengalaman social awal juga turut
mempengaruhi partisipasi social anak.
Pada
masa usia MI, kelompok bermain memegang peranan penting dalam perkembangan
social. Kesadaran social berkembang pesat, anak membutuhkan teman sebaya untuk
melakukan berbagai aktivitas dalam
kehidupannya dan juga berpengaruh dalam kemampuan penyesuaian social peserta
didik usia MI.
C. AZAS FILOSOFI
PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
Dunia pendidikan telah berkembang
pesat.Sistem pendidikan konvensional yang mengandalkan pendidik sebagai yang
serba tahu atau pemegang otoritas dan peserta didik sebagai yang serba tidak
tahu atau yang tak berdaya, sudah tidak mampu lagi memberi konstribusi bagi
kemajuan kemanusiaan dan karenanya secara bertahap sudah mulai ditinggalkan.
Model pembelajaran pasif seperti itu, yakni pendidik menerangkan peserta didik
mendengarkan, pendidik mendiktekan peserta didik mencatat,dan seterusnya, di
mana hal ini oleh Freire disebut sebagai pendidikan gaya bank, menghambat
kreatifitas dan pengembangan potensi mereka.
Oleh sebab
itu, kemudian berkembang model task
style, reciprocal style,dan diikuti kemudian dengan kemunculan berbagai
model sampai kini muncul model colaborative
and cooperative learning yang menekankan pada aktifitas peserta didik dan
dibantu oleh pendidik. Pendidik hanya memfasilitasi para peserta didik untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.Sejalan dengan model-model
pembelajaran yang menekankan peran peserta didik, adalah penelitian mutakhir di
bidang sains humanistik.Berbagai hasil penelitian dimaksud di satu sisi, dan
sisi lainnya berbagai kritik mengenai model pembelajaran konvensional yang
berlangsung selama ini, menuntut perubahan dan penyesuaian mendasar dalam hal
pembelajaran. Lebih lanjut, dalam merespon perkembangan (pengetahuan tentang
manusia dan mengenai pembelajaran) yang terjadi tanpa henti itu, banyak model
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran yang bernuansa perubahan
revolusioner dengan tawaran-tawaran model dan pendekatan yang sangat variatif
dalam rangka mengembangkan proses pembelajaran yang efektif. Untuk itu proses
pembelajaran termasuk pembelajaran aqidah akhlak akhlak di MI perlu diserasikan
dengan berbagai tuntutan perubahan dan perkembangan agar norma-norma Islam bisa
lebih mudah diapresiasi dalam memenuhi kepentinagan manusia dan kemanusiaan.
D. AZAZ
SPIRITUAL-TEOLOGIS PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
Spiritual adalah salah satu potensi
yang ditemukan manusia dalam dirinya, yang belakangan diyakini menjadi sebagai
landasan bagi bangunan kecerdasan. Bahkan kecerdasan spiritual dipercayai
sebagai kecerdasan manusia yang mempunyai umur yang sama tuanya dengan proses
penciptaan manusia itu sendiri. Hal ini didasarkan pada firman Allah :
àMó¡s9r&öNä3ÎntÎ((#qä9$s%4’n?t¡!$tRô‰Îgx©
Artinya :"Bukankah
aku ini Tuhanmu?" lalu ruh
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi"
Dari ayat tersebut bisa dipahami
bahwa ruh manusia telah mengadakan perjanjian dengan Tuhannya.Bukti perjanjian
tersebut adalah fitrah iman dalam diri manusi adanya hal ini juga dikuatkan
dengan adanya “suara hati” yang dipercayai sebagai suara ketuhanan.Namun,
konsep mengenai kecerdasan Spiritual ini baru dikembangkan secara utuh dalam
beberapa tahun belakangan ini. Banyak bukti telah ditemukan dalam hal spiritual
quotient meskipun itu berawal dari cabang ilmu lain yaitu meskipun itu berawal
dari cabang ilmu lain yaitu: neorologi, psikologi, antropologi dan dalam hal
linguistik.
Berdasarkan
cerita mengenai hasil penelitian tersebut, jadi pada dasarnya spiritual
Quotient bukanlah sebagai pelengkap dari kecerdasan-kecerdasan sebelumnya.Akan
tetapi adalah yang terpenting diantara kecerdasan-kecerdasan manusia yang
mengintegrasikan semua kecerdasan dan menjadikan manusia makhluk yang
benar-benar utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual.Dalam hubugannya
dengan spiritualitas ini, dalam pandangan Ernest Holmest, sesungguhnya dalam
diri setiap orang terdapat potensi yang memang sangat dekat dengan kehadiran
Tuhan sebagai sumber dari potensi spiritualitas itu sendiri. Bahkan terdapat
pandangan bagi sebagian orang berkeyakinan bahwa “ketika anda” “melihat” Tuhan
disetiap pengalaman, anda menyadari bahwa hidup anda seutuhnya dapat menjadi
sebuah doa. Hal ini sesungguhnya bisa dipahami sebagai sejalan dengan pemaknaan
dan pandangan dunia Ihsan.[6]
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan materi yang sudah kami
paparkan di atas, kami dapat
menyimpulkan bahwa ada beberapa azaz yang perlu dipahami oleh seorang guru
khususnya bagi kita sebagai calon seorang guru yang akan dicetak sebagai seorang
pendidik ke depannya khususnya dalam pembelajaran aqidah akhlak MI/SD yang
melipti:
1. Azaz
psikologis, terdiri dari: azaz kecerdasan di mana azaz ini terdiri dari
kecerdasan matemaris-logis, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan
visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan Inter-personal, kecerdasan
intra-personal, dan kecerdasan naturalis. Konsep tersebut dikembangkan oleh
seorang ahli yang bernama Goleman yang
meliputi : Kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi,
kemampuan memotivasi diri kemampuan mengenali emosi orang lain, kemampuan
membina hubungan.
2. Azaz
pemahaman dan pengembangan, yaitu meliputi: memahami sifat yang dimiliki anak,
mengenal peserta didik secara perorangan, memanfaatkan perilaku peserta didik dalam
pengorganisasian belajar, mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif dan
memecahkan masalah, mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang
menarik, memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, memberikan umpan balik
yang baik untuk meningkatkan kgiatan
belajar, membedakan aktif fisik dan aktif mental
3. Azaz
sosial pembelajaran aqidah akhlak MI, yaitu meliputi : perkembangan social anak
usia MI, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, dan upaya
optimalisasi perkembangan social.
3. Azaz Filosofi
pembelajaran aqidah akhlak MI,yaitu berbagai bentuk perkembangan dalam pendidikan,dalam proses pembelajarn
muncul berbagai strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Begitu juga dalam
proses pembelajaran termasuk aqidah akhlak di MI perlu diserasikan dengan
berbagai tuntutan perubahan dan perkembangan agar norma-norma Islam bisa lebih
mudah diapresiasi dalam memenuhi kepentinagan manusia dan kemanusiaan.
4. Azaz
spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI
Spiritiul
adalah salah satu potensi yang ditemukan manusia dalam dirinya, yang belakangan
diyakini menjadi sebagai landasan bagi bangunan kecerdasan. Jika seorang Guru
dapat membuka diri terhadap dan kepada koneksitas ini, maka bisa diharapkan
yang bersangkutan akan merasakan kekuatan yang mengubah hidup disetiap tarikan
nafasnya. Sejatinya, tidak ada prestasi yang lebih besar dibandingkan hubungan
sukses dengan Tuhan dalam ruang kinerja dan kiprah kehidupan, termasuk dalam
dunia pendidikan dan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Khalakul Khairi, Ahmad,Pembelajaran Aqidah Akhlak,Mataram :
IAIN Mataram, 2012
Sudjana
Nana dan Rivai Ahmad,Media Pengajaran,Bandung:Percetakan
Sinar Baru Algensindo Offset, 2005
Sukmadinata,
Nana Syaodah, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011
[1] Lubna, Mengurai Ilmu Pendidikan Islam(Mataram, LKM Mataram,2009).
Hlm 31
[2] Syarif sagala , konsep dan makna pembelajaran (Bandung, PT
Alfabeta, 2012). Hlm. 82.
[3] Nana syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan
(Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset: 2011). Hlm. 95-97
[4] Nana Sudjana dan Ahmad rivai, Media Pengajaran (Bandung, Percetakan
Sinar Baru Algensindo Offset: 2005). Hlm. 208.
[5] Nasution, didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta, PT Bumi Aksara:
2010), hlm. 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar