BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses
pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan pendidikan itu
secara ilmiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang secara ilmiah
adalah pertumbuhan menuju kedewasaan dan kematangan. Potensi ini akan terwujud
apabila para kondisi ilmiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk
perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan
relative sesuai dengan kebutuhan manusia. Kedewasaan yang bagaimanakahyang
manusia butuhkan, apakah kedewasaan biologis jasmani-rohani, moral atau
kesemuanya. Maka cara kerja dan hasil filsafat dapat digunakan untuk memecahkan
masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan adalah salah satu aspek
kehidupan manusia itu, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan
menerima pendidikan.
Oleh karena itu
pendidikan memerlukan filsafat, karena amsalah-masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut masalah pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman
saja, melainkan masalah-masalah yang baruyang lebih luas, dalan dan lebih
kompleks. Dalam kata lain, filsafat mempengaruhi ilmu pengetahuan, yang
tersimpul dalam filsafat ilmu pengetahuan tertentu. Filsafat telah mewarisi
faham filsafat baik sadar maupun tidak, langsung maupun tidak langsung.
Perbedaan pemikiran para ahli mengenai filsafat pendidikan telah melahirkan
konsep aliran-aliran dalam dunia pendidikan yang salah satunya adalah aliran
rekonstruksionalisme.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat kita
ambil dari latar belakang di atas adalah:
1. Apa
Pengertian Aliran Rekonstruksionalisme?
2. Bagaimana
Sejarah Aliran Rekonstruksionalisme?
3. Bagaimana
Pandangan Rekonstruksionalisme tentang Komponen-konponen pendidikan.
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa pengertian dari aliran rekonstruksionalisme.
2. Untuk
mengetahui bagaimana sejarah aliran rekonstruksionalisme.
3. Untuk
mengetahui bagaimana pandangan rekonstruksionalisme tentang komponen-komponen
pendidikan.
4. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Rekonstruksionalisme
Nama
“rekonstruksionalisme” berasal dari kata latin “reconstructio” yang berarti
“penataan kembali”. Rekonstruksionalisme merupakan mazhab filsafat pendidikan
yng menyatakan bahwa tujuan pokok pendidikan adalah untuk “menata kembali” masyarakat
agar bisa memenuhi tuntutan perubahan zaman yang terus menerus terjadi.[1]
Kata rekonstruksionalisme berasal dari bahasa
Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Aliran
rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Dalam pemecahan masalahnya, aliran ini berupaya membina suatu konsensus yang
paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat
manusia
Filsafat
adalah hasil pemikiran ahli-ahli filsafat ataufilosof-filosof sepanjang zaman
diseluruh dunia. Sejarah pemikiran filsafat yang amat dibandingkan dengan
sejarah ilmu pengetahuan, telah memperkaya khazanah ilmu filsafat. Sebagai ilmu
tersendiri filsafat tidak saja telah menarik minat dan perhatian para pemikir, tetapi filsafat
amat banyak mempengaruhi perkembangan ke seluruh budaya umat manusia.
Pendapat lain meyatakan bahwasanya aliran rekontruksionisme sependapat
dengan perenialisme, bahwa ada suatu kebutuhan amat mendesak untuk kejelasan
dan kepastian bagi kebudayaan zaman moderen sekarang, yang sekarang mengalami
ketakutan, kebimbangan dan kebinggunagan. Tetapi aliranrekontruksionalisme
tidak sependapat dengan jalan dan cara yang ditempuh aliran perenialisme.
Berbeda dengan perenialisme yang memlih kembali kea lam kebudayaan abad
pertengaha, makarekonstruksionisme berusaha membina suatu consensus yang peling
luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan
manusia.
Rekonstruksionisme berusaha mencari keesepakatan semua orang tentang tujuan
utama yang mengatur tata kkehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru
seluruh lingkungannya. Dengan perkataan lain, aliran filsafat
rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama, dan membagun tata susunan
hidup kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga pendidikan.
Tujuan ini hanya mungkin diwujudkan melalui usaha kerjasama, kerjasama
suatu ngbangsa-bangsa. Penganut aliran ini yakin bahwa telah tumbuuh kesadaran
dan consensus seperti dimaksud di seluruh dunia; mereka percaya bahwa ada
hasrat yang sama dari bagsa-bangsa tentang cita-cita yang tersimpul dalam ide
rekontruksionisme.
Hari depan dari bangsa-bangsa, ialah suatu dunia yang diatur, diperintah
oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai satu golongan.
Cita-cita demokrasi yang sungguh-sunguh ini tidak hanya dalam teori melainkan
harus menjadi kenyataan, terlaksana dalam praktek. Hanya dengan demikian, dapat
pula diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi mampu meningkatkan
kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hukum bagi
masyarakat tanpa membedakan warna kulit, nasionalisme dan kepercayaan.[2]
B.
Sejarah
Rekonstruksionalisme
kemunculan filsafat Rekontruksionalisme ini berangkat dari kondisi masyarakat Amerika pada khususnya dan
masyarakat industri pada umumnya, yang semakin meninggalkan sebuah tatanan
dunia yang diidam-idamkan. Perkembangan ilmu, teknologi dan industrialisasi
pada satu sisi memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan,
akan tetapi disisi lain ia telah menimbulkan pengaruh-pengaruh yang negatif.
Masyarakat yang tenang, tentram, damai, pelan-pelan
telah tergiring pada keterasingan.
Ada yang menganggap, kondisi ini karena adanya sifat loises faire, kompetisi
yang terlalu berlebihan sehingga bermuara pada pemenuhan kepentingan individual
dari pada kepentingan sosial, pada masyarakat Amerika. Untuk itu, perlu
dilakukan perbaikan-perbaikan di bidang ekonomi, yang semula berbentuk individual
interprenurship dirubah kearah coorperative yang bersendikan konsep kerja sama
kolektif. Konsep ini, kemudian mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat
yang lebih baik. Keadaan ini, meyakinkan para pemikir pendidikan bahwa
pendidikan perlu mempunyai konsep dan peran yang positif dalam mengadakan
rekontruksi masyarakat. Dan masyarakat yang direkontruksi ini, hendaknya lebih
mengutamakan kebersamaan dari pada kepentingan-kepentingan individu.[3]
Menurut para
ahli yang laing mengatakan Filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli telah
melahirkan berbagai macam pandangan atau ide yang salah satunya ialah lahirnya
pandangan tentang filsafat pendidikan. Begitu pula halnya dengan filsafat
pendidikan bahwa dalam sejarahnya telah melahirkan berbagai pandangan atau
aliran. Salah satunya adalah aliran rekonstruksionisme.
Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan
atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Selain itu mazhab ini juga
berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan
kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.
Karena itu
pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis. Alasan
mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan prograsif hanya
memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada
saat sekarang ini.
Dalam aliran
rekonstruksionalisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui
kurikulum lama. Prograsive pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa
pendidikan harus terpusat pada anaknya bukan memfokuskan pada guru atau bidang
studi. Ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksinisme yaitu guru harus
menyadarkan si pendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk
diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah
tersebut.
Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dari pada proses.[4]
C.
Pandangan
Rekonstruksionalisme Tentang Komponen-komponen Pendidikan
1.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah menumbuhkan kesadaran yang terdidik
yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi
manusia dalam skala global dan memberikan keterampilan kepada mereka agar
memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.[5]
Tujuan akhir
pendidikan dari aliran rekonstruksionisme adalah terciptanya masyarakat baru,
yaitu sesuatu masyarakat global yang saling ketergantungan dan menyusun kembali
penataaan ulang atau merekonstruksi masyarakat.[6]
Tujuan
pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan
kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk
menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial
adalah mendorong kita untuk menemukan nilai- nilai, dimana manusia peercaya
atau tidak bahwa nilai- nilai itu bersifat universal.
Jadi tujuan
pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik
tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam
skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sekolah-sekolah rekonstruksionis
berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan
politik dalam masyarakat. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan
”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah
secara radikal wajah masyarakat masa kini.[7]
2.
Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum
merupakan subjek matter yang berisikan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik
yang beraneka ragam, yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah-masalah
sosial dan pribadi terdidik itu sendiri.[8]
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan
memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Menginggat pentingnya
kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum
tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Menyusun kurikulum membutuhkan
landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian dan
pemikiran yang mendalam. Penyusunan kurikulum tanpa landasan-landasan yang kuat
akan berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya
akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Landasan
yang digunakan itu salah satunya yaitu filsafat pendidikan rekontruksionisme.[9]
Kurikulum
berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi,
dan politik yang dihadapi umat manusia yang termasuk di dalamnya
masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri dan program-program
perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Kurikulum tersebut
ialah berisi tentang ilmu sosial yang berguna sebagai lat melakukan
rekonstruksi masyarakat.[10] Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan
proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah
3.
Metode
Pendidikan
Analisis kritis
terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik
untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis
kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
Guru berusaha membantu siswa dalam menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai
dengan minat masing-masing siswa, baik dalam kegiatan pleno atau kelompok
berusaha memecahkan masaalah sosial yang dihadapi dengan kerja sama.
4.
Peserta
Didik
Siswa adalah
generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa
depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang
diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan. Lembaga(sekolah) tersebut
yang bertanggung jawab atas pemberian pelajaran yang logis. Dalam hal ini
peranan peserta didik adalah belajar dengan baik dan sesuai dengan yang di
tentukan oleh sekolah tersebut.
Aliran rekontruksionalisme berkeyakinan bahwa tugas
penyelamattan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya
pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina
manusia melalui pendidikan yang tepat atas norma dan nilai pula demi generasi
sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam
pengawasan umat manusia. Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan
suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara
demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh dunia tertentu.untuk secara
konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan
masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetaan.
Rekontruksionisme mengingginkan pendidikan yang
membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara konstuktif menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana
bebas (Imam Barnadib.1987:26 ).[11]
5.
Pendidik
Dalam rekontruksionisme tugas guru yaitu memberikan
kesadaran kepada peserta didik terhadap masalah yang dihadapi , membantu
peserta didik agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Guru juga harus
membuat para peserta didik menyadarkan si terdidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi umat manusia,
membantu terdidik mengidentivikasikan dan mengenali masalah-masalah untuk di
pocahkannya, sehingga terdidik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.[12]
Sekolah
merupakan agen utama untuk perubahan sosial, politik dan ekonomi di masyarakat.
Tugas sekolah adalah mengembangkan rekayasa sosial, dengan tujuan mengubah
secara radikal wajah masyarakat dan masyarakat yang akan datang. [13]
Guru harus
terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan.
Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk
menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan
keberhasilannya.
Jadi dalam
rekontruksionisme tugas guru yaitu memberikan kesadaran kepada peserta didik
terhadap masalah yang dihadapi , membantu peserta didik agar dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Menurut Brameld (kneller,1971)
teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a)
Pendidikan
harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b)
Masyarakat baru
harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama
dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c)
Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan
oleh kekuatan budaya dan sosial
d)
Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi
dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang
demokratis
e)
Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali
seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya
atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f)
Meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran,
metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.[14]
6.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dalam konteks pendidikan aliran rekonstruksionalisme
merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan itu lama dengan
membangun tata susunan baru yang bercorak modern.
Aliran rekontruksionalisme pada dasarnya sepaham
dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern.
Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang
memiliki kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan
kesimpangsiuran.
Rekontruksionalisme dipelopori oleh George Count dan
Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas
dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini yaitu : Carroline Pratt, Georg Count,
dan Harold Rugg.
Rekontruksionisme mengingginkan pendidikan yang
membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara konstuktif menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana
bebas (Imam Barnadib.1987:26 ).
Tujuan
pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik
tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam
skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sekolah-sekolah rekonstruksionis
berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan
politik dalam masyarakat. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah
mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai
tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
Analisis kritis
terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik
untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis
kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
Kurikulum
berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi,
dan politik yang dihadapi umat manusia yang termasuk di dalamnya
masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri dan program-program
perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Kurikulum tersebut
ialah berisi tentang ilmu sosial yang berguna sebagai lat melakukan
rekonstruksi masyarakat.
Siswa adalah
generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa
depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang
diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Guru harus
membuat para peserta didik menyadarkan si terdidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi umat manusia,
membantu terdidik mengidentivikasikan dan mengenali masalah-masalah untuk di
pocahkannya, sehingga terdidik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.
B.
Saran
Dalam aliran Rekonstruksionalisme bahwa guru dituntut untuk mengajarkan siswa
bagaimana cara menyelesaikan masalah sosial terutama. Karena itu guru atau
pendidik lebih cakap dalam melakukan tindakan dala pengajaran maupun diluar
pengajaran karna guru memiliki tanggung jawab yang lebh. Dan dalam pengajaran
guru harus memberikan permasalahan sosial yang sudah ada atau yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari siswa, agar pembelajran yang diajarkan mudah dimengerti
dan dipahami oleh siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Thoib, Ismail. 2012. Filsafat Pendidikan Islam: Membangun Insan Muslim Berkarakter, Mataram;
(LEPPIM) IAIN Mataram.
Syam,
Muhammad Noor. 1986. Filsafat Pendidikan
dan Dasar Filsafat Pendidika Pancasila. Surabaya; Usaha Nasional.
Assegaf,
Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan
Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari, Jakarta; Rajawali Per.
Usiono.
2011. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan:
Dari Aliran Idealisme Hingga Rekonstruksionisme, Medan; Perdana Publishing.
Sadullah,
Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat
Pendidikan, Bandung; Alfabeta.
Zuhairini.
2004. Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta; Bumi Aksara.
Imam Barnadib, Filsafat
Pendidikan: Sistem dan Model, Yogyakarta; Andi Offset, 1990. hlm. 25-26
[1]
Ismail Thoib, Filsafat Pendidikan Islam:
Membangun Insan Muslim Berkarakter, Mataram; (LEPPIM) IAIN Mataram. 2012,
hlm. 85-86.
[2]
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan
dan Dasar Filsafat Pendidika Pancasila. Surabaya; Usaha Nasional, 1986.
hlm. 341
[3] Abd.
Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan
Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari, Jakarta; Rajawali Per, 2011. hlm.
206
[4] Ibid,
hlm. 85-86
[5]
Usiono, Aliran-aliran Filsafat
Pendidikan: Dari Aliran Idealisme Hingga Rekonstruksionisme, Medan; Perdana
Publishing, 2011. hlm. 153
[6] Ibid,
hlm. 155
[7] Uyoh
Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung;
Alfabeta, 2003. hlm. 133
[8] Ibid,
hlm. 154
[9]
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta; Bumi Aksara, 2004. hlm. 29
[10] Ibid,
hlm. 155
[11] Imam
Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan
Model, Yogyakarta; Andi Offset, 1990. hlm. 25-26
[12] Ibid,
hlm. 154
[13] Ibid,
hlm. 154
[14] Ibid,
hlm. 87-91
Ashiap
BalasHapus