Jumat, 31 Oktober 2014

ALIRAN REKONSTRUKSIONALISME



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan pendidikan itu secara ilmiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang secara ilmiah adalah pertumbuhan menuju kedewasaan dan kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila para kondisi ilmiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan relative sesuai dengan kebutuhan manusia. Kedewasaan yang bagaimanakahyang manusia butuhkan, apakah kedewasaan biologis jasmani-rohani, moral atau kesemuanya. Maka cara kerja dan hasil filsafat dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan adalah salah satu aspek kehidupan manusia itu, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan menerima pendidikan.
Oleh karena itu pendidikan memerlukan filsafat, karena amsalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut masalah pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman saja, melainkan masalah-masalah yang baruyang lebih luas, dalan dan lebih kompleks. Dalam kata lain, filsafat mempengaruhi ilmu pengetahuan, yang tersimpul dalam filsafat ilmu pengetahuan tertentu. Filsafat telah mewarisi faham filsafat baik sadar maupun tidak, langsung maupun tidak langsung. Perbedaan pemikiran para ahli mengenai filsafat pendidikan telah melahirkan konsep aliran-aliran dalam dunia pendidikan yang salah satunya adalah aliran rekonstruksionalisme.


B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat kita ambil dari latar belakang di atas adalah:
1.      Apa Pengertian Aliran Rekonstruksionalisme?
2.      Bagaimana Sejarah Aliran Rekonstruksionalisme?
3.      Bagaimana Pandangan Rekonstruksionalisme tentang Komponen-konponen pendidikan.
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa pengertian dari aliran rekonstruksionalisme.
2.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah aliran rekonstruksionalisme.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pandangan rekonstruksionalisme tentang komponen-komponen pendidikan.
4.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Rekonstruksionalisme
Nama “rekonstruksionalisme” berasal dari kata latin “reconstructio” yang berarti “penataan kembali”. Rekonstruksionalisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yng menyatakan bahwa tujuan pokok pendidikan adalah untuk “menata kembali” masyarakat agar bisa memenuhi tuntutan perubahan zaman yang terus menerus terjadi.[1]
Kata rekonstruksionalisme berasal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.  Dalam pemecahan masalahnya, aliran ini berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia
Filsafat adalah hasil pemikiran ahli-ahli filsafat ataufilosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah pemikiran filsafat yang amat dibandingkan dengan sejarah ilmu pengetahuan, telah memperkaya khazanah ilmu filsafat. Sebagai ilmu tersendiri filsafat tidak saja telah menarik minat  dan perhatian para pemikir, tetapi filsafat amat banyak mempengaruhi perkembangan ke seluruh budaya umat manusia.
Pendapat lain meyatakan bahwasanya aliran rekontruksionisme sependapat dengan perenialisme, bahwa ada suatu kebutuhan amat mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman moderen sekarang, yang sekarang mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebinggunagan. Tetapi aliranrekontruksionalisme tidak sependapat dengan jalan dan cara yang ditempuh aliran perenialisme. Berbeda dengan perenialisme yang memlih kembali kea lam kebudayaan abad pertengaha, makarekonstruksionisme berusaha membina suatu consensus yang peling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Rekonstruksionisme berusaha mencari keesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang mengatur tata kkehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Dengan perkataan lain, aliran filsafat rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama, dan membagun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga pendidikan.
Tujuan ini hanya mungkin diwujudkan melalui usaha kerjasama, kerjasama suatu ngbangsa-bangsa. Penganut aliran ini yakin bahwa telah tumbuuh kesadaran dan consensus seperti dimaksud di seluruh dunia; mereka percaya bahwa ada hasrat yang sama dari bagsa-bangsa tentang cita-cita yang tersimpul dalam ide rekontruksionisme.
Hari depan dari bangsa-bangsa, ialah suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai satu golongan. Cita-cita demokrasi yang sungguh-sunguh ini tidak hanya dalam teori melainkan harus menjadi kenyataan, terlaksana dalam praktek. Hanya dengan demikian, dapat pula diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi mampu meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hukum bagi masyarakat tanpa membedakan warna kulit, nasionalisme dan kepercayaan.[2]
B.     Sejarah Rekonstruksionalisme
kemunculan filsafat Rekontruksionalisme ini berangkat dari kondisi masyarakat Amerika pada khususnya dan masyarakat industri pada umumnya, yang semakin meninggalkan sebuah tatanan dunia yang diidam-idamkan. Perkembangan ilmu, teknologi dan industrialisasi pada satu sisi memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, akan tetapi disisi lain ia telah menimbulkan pengaruh-pengaruh yang negatif. Masyarakat yang tenang, tentram, damai, pelan-pelan
telah tergiring pada keterasingan. Ada yang menganggap, kondisi ini karena adanya sifat loises faire, kompetisi yang terlalu berlebihan sehingga bermuara pada pemenuhan kepentingan individual dari pada kepentingan sosial, pada masyarakat Amerika. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan di bidang ekonomi, yang semula berbentuk individual interprenurship dirubah kearah coorperative yang bersendikan konsep kerja sama kolektif. Konsep ini, kemudian mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang lebih baik. Keadaan ini, meyakinkan para pemikir pendidikan bahwa pendidikan perlu mempunyai konsep dan peran yang positif dalam mengadakan rekontruksi masyarakat. Dan masyarakat yang direkontruksi ini, hendaknya lebih mengutamakan kebersamaan dari pada kepentingan-kepentingan individu.[3]
Menurut para ahli yang laing mengatakan Filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli telah melahirkan berbagai macam pandangan atau ide yang salah satunya ialah lahirnya pandangan tentang filsafat pendidikan. Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan bahwa dalam sejarahnya telah melahirkan berbagai pandangan atau aliran. Salah satunya adalah aliran rekonstruksionisme.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Selain itu mazhab ini juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.
Karena itu pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis. Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan prograsif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Dalam aliran rekonstruksionalisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui kurikulum lama. Prograsive pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anaknya bukan memfokuskan pada guru atau bidang studi. Ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksinisme yaitu guru harus menyadarkan si pendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.
Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.[4]
C.    Pandangan Rekonstruksionalisme Tentang Komponen-komponen Pendidikan
1.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah menumbuhkan kesadaran yang terdidik yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi manusia dalam skala global dan memberikan keterampilan kepada mereka agar memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.[5]
Tujuan akhir pendidikan dari aliran rekonstruksionisme adalah terciptanya masyarakat baru, yaitu sesuatu masyarakat global yang saling ketergantungan dan menyusun kembali penataaan ulang atau merekonstruksi masyarakat.[6]
Tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai- nilai, dimana manusia peercaya atau tidak bahwa nilai- nilai itu bersifat universal.
Jadi tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.[7]
2.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum merupakan subjek matter yang berisikan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik yang beraneka ragam, yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah-masalah sosial dan pribadi terdidik itu sendiri.[8]
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Menginggat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Menyusun kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian dan pemikiran yang mendalam. Penyusunan kurikulum tanpa landasan-landasan yang kuat akan berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Landasan yang digunakan itu salah satunya yaitu filsafat pendidikan rekontruksionisme.[9]
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Kurikulum tersebut ialah berisi tentang ilmu sosial yang berguna sebagai lat melakukan rekonstruksi masyarakat.[10] Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah

3.      Metode Pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
Guru berusaha membantu siswa dalam menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa, baik dalam kegiatan pleno atau kelompok berusaha memecahkan masaalah sosial yang dihadapi dengan kerja sama.
4.      Peserta Didik
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan. Lembaga(sekolah) tersebut yang bertanggung jawab atas pemberian pelajaran yang logis. Dalam hal ini peranan peserta didik adalah belajar dengan baik dan sesuai dengan yang di tentukan oleh sekolah tersebut.
Aliran rekontruksionalisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamattan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina manusia melalui pendidikan yang tepat atas norma dan nilai pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia. Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh dunia tertentu.untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetaan.
Rekontruksionisme mengingginkan pendidikan yang membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara konstuktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana bebas (Imam Barnadib.1987:26 ).[11]
5.      Pendidik
Dalam rekontruksionisme tugas guru yaitu memberikan kesadaran kepada peserta didik terhadap masalah yang dihadapi , membantu peserta didik agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Guru juga harus membuat para peserta didik menyadarkan si terdidik terhadap  masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, membantu terdidik mengidentivikasikan dan mengenali masalah-masalah untuk di pocahkannya, sehingga terdidik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.[12]
Sekolah merupakan agen utama untuk perubahan sosial, politik dan ekonomi di masyarakat. Tugas sekolah adalah mengembangkan rekayasa sosial, dengan tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat dan masyarakat yang akan datang. [13]
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Jadi dalam rekontruksionisme tugas guru yaitu memberikan kesadaran kepada peserta didik terhadap masalah yang dihadapi , membantu peserta didik agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a)      Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b)      Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c)      Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial
d)     Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis
e)      Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f)       Meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.[14]

6.       
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Dalam konteks pendidikan aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan itu lama dengan membangun tata susunan baru yang bercorak modern.
Aliran rekontruksionalisme pada dasarnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang memiliki kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Rekontruksionalisme dipelopori oleh George Count dan Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini yaitu : Carroline Pratt, Georg Count, dan Harold Rugg.
Rekontruksionisme mengingginkan pendidikan yang membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara konstuktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana bebas (Imam Barnadib.1987:26 ).
Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Kurikulum tersebut ialah berisi tentang ilmu sosial yang berguna sebagai lat melakukan rekonstruksi masyarakat.
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Guru harus membuat para peserta didik menyadarkan si terdidik terhadap  masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, membantu terdidik mengidentivikasikan dan mengenali masalah-masalah untuk di pocahkannya, sehingga terdidik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.
B.     Saran
Dalam aliran Rekonstruksionalisme  bahwa guru dituntut untuk mengajarkan siswa bagaimana cara menyelesaikan masalah sosial terutama. Karena itu guru atau pendidik lebih cakap dalam melakukan tindakan dala pengajaran maupun diluar pengajaran karna guru memiliki tanggung jawab yang lebh. Dan dalam pengajaran guru harus memberikan permasalahan sosial yang sudah ada atau yang nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa, agar pembelajran yang diajarkan mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Thoib, Ismail. 2012. Filsafat Pendidikan Islam: Membangun Insan Muslim Berkarakter, Mataram; (LEPPIM) IAIN Mataram.
Syam, Muhammad Noor. 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidika Pancasila. Surabaya; Usaha Nasional.
Assegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari, Jakarta; Rajawali Per.
Usiono. 2011. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan: Dari Aliran Idealisme Hingga Rekonstruksionisme, Medan; Perdana Publishing.
Sadullah, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung; Alfabeta.
Zuhairini. 2004. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Model, Yogyakarta; Andi Offset, 1990. hlm. 25-26



[1] Ismail Thoib, Filsafat Pendidikan Islam: Membangun Insan Muslim Berkarakter, Mataram; (LEPPIM) IAIN Mataram. 2012, hlm. 85-86.
[2] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidika Pancasila. Surabaya; Usaha Nasional, 1986. hlm. 341
[3] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari, Jakarta; Rajawali Per, 2011. hlm. 206
[4] Ibid, hlm. 85-86
[5] Usiono, Aliran-aliran Filsafat Pendidikan: Dari Aliran Idealisme Hingga Rekonstruksionisme, Medan; Perdana Publishing, 2011. hlm. 153
[6] Ibid, hlm. 155
[7] Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung; Alfabeta, 2003. hlm. 133
[8] Ibid, hlm. 154
[9] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 2004. hlm. 29
[10] Ibid, hlm. 155
[11] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Model, Yogyakarta; Andi Offset, 1990. hlm. 25-26
[12] Ibid, hlm. 154
[13] Ibid, hlm. 154
[14] Ibid, hlm. 87-91